Sunday 26 April 2009

LOST last Chapter

Namun Taro tetap tidak bangun juga, Rita semakin cemas. Matanya kembali meneteskan air, dia terus memanggil Taro. Semakin keras dia memanggil, Taro juga tidak kunjung bangun dari tidurnya. Rita tidak bisa berbuat banyak melihat Taro seperti itu, dia kembali memanggil Taro dengan pelan dan berharap bisikannya bisa membangunkan Taro.

Namun Taro juga tidak terbangun saat itu, Rita memegang erat tangan Taro. Dia masih terus memanggil namun tidak ada reaksi dari Taro. Rita menunduk sedikit dan melihat ada setangkai mawar yang ada di sana. Dia melihat ada sebuah surat di bawah mawar tersebut, Rita lalu membaca surat tersebut. Dia semakin sedih karena membaca surat yang dituliskan Taro tadi malam.

“Ta... Maaf... Aku selalu sayang dengan kamu, jangan pernah sedih lagi yah... Aku lebih senang kalau liat Tata yang terus senyum. Awalnya aku kira kalau cinta itu cuma bisa nyakitin, tapi aku salah... Cinta itu sangat berharga... Aku tulus sayang dengan kamu... Aku harap aku bisa ngerti apa yang Tata rasain ke aku... Kalau Tata udah baca surat ini, berarti aku sudah ada di sana lagi liatin Tata dari tempat itu. Selama ini aku sudah banyak salah, memang aku kurang perhatian, aku terlalu cuek, dan ga bisa ngertiin apa yang Tata mau. Tapi sebenarnya aku sayang dengan Tata, kalau saja Tata tau perasaan aku selama ini gimana... Tapi yang lalu biarlah berlalu, Tata harus tetap semangat. Hari esok masih panjang, sekarang mungkin aku lagi menghadap sang pencipta. Dia terus nanyain aku, apa sih yang aku buat selama hidup. Aku bingung mau jawabnya, tapi aku punya satu jawaban yang pasti. Selama ini aku sudah mencintai seseorang dengan tulus dan apa adanya.
Terus Tuhan nanya lagi ke aku, apa permintaan terakhir aku... Aku bilang, aku punya dua permintaan. Pertama, aku akan meminta Tuhan selalu ngejagain Tata... Kedua, aku minta kepadaNya agar kita dipertemukan lagi di kehidupan yang lain. Dan saat itu aku janji dengan Tuhan, aku bakal ngasih perhatian yang berbeda. Dan ga akan ngulangin kesalahan yang pernah aku buat selama ini... Itu permintaan aku selama ini, aku juga pengen banget nanya sama Tuhan. Kalau aku diizinkan buat nanya sama Tuhan, aku bakal nanya... Sebenarnya apa perasaan Tata ke aku, sampai jumpa Ta... Aku selalu sayang Tata. Maafin aku, dan terima kasih... Maaf karena aku sudah kelewat banyak ngecewain Tata, dan Terima kasih karena Tata udah pernah jadi sesuatu yang berharga untuk aku...”

Surat tersebut berisikan pesan Taro untuk Rita, setelah membaca surat itu Rita semakin sedih. Dia terus menangis di sebelah Taro.

“Ta...” Panggil Rita dengan suara kecil saat itu.
“Aku... Sayang kamu...” Rita akhirnya mengatakan perasaannya kepada Taro, namun sepertinya itu sudah terlambat.

Taro sudah tidak bisa mendengarkan itu lagi. Dia sudah di tempat lain melihat dan terus menjaga orang yang dia sayangi itu. Semua sudah berakhir, orang yang sangat Rita sayangi sudah pergi untuk selamanya. Rita terus menangis, namun tangis pun sudah tidak bisa mengembalikan Taro lagi.

Ucapkanlah, sebelum orang itu tidak bisa mendengarkan suaramu lagi. Tidak ada yang perlu ditakutkan untuk mengungkapkan suatu perasaan di dalam hati.
END

LOST Chap 103

Taro merasa senang bertemu dengan Rita, apalagi bisa sedekat itu dengan dirinya. Namun pikiran tadi malam yang direncanakannya tiba-tiba muncul, dengan terpaksa Taro akan berbicara kepada Rita tentang masalah ini baik-baik. Sebelumnya Rita sempat bercerita dulu bagaimana keadaan dia sekolah, dia juga hari itu pulang agak cepat dari biasanya.

Makanya bisa langsung menjenguk Taro, dia lalu bercerita ini itu. Taro semakin tidak tega untuk mengatakan semuanya, namun dia harus mengatakan itu. Karena dia sama sekali tidak ingin membuat orang yang disayanginya kerepotan. Setelah mendengarkan Rita yang sudah selesai itu, dengan berat hati Taro ingin menyampaikan semuanya.
“Ta... mulai besok jangan ke sini lagi yah...” tulis Taro,wajah Rita yang tadi masih riang perlahan berubah menjadi murung melihat Taro menuliskan seperti itu.
“Di luar masih banyak pria yang sehat, sedangkan aku sudah cacat kek gini. Cuma jadi sampah aja...”

“Tapi... Aku sa....” lagi-lagi Rita masih belum berani mengungkapkan perasaannya. Dia terdiam pada kalimat tersebut.

“Sudahlah, aku juga ga ngarapin Tata lagi. Jadi sekali lagi, tolong tinggalin aku dan jangan pernah ingat kalau aku pernah ada...” mata Rita mulai berkaca-kaca lagi saat itu, setetes air mata pun jatuh mengalir ke pipinya.

“Aku sa...” Rita masih ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaannya.

“Kalaupun kita memang bisa rujuk lagi, kenapa baru sekarang...? Kenapa saat aku sudah ga bisa ngapa-ngapin lagi...? Kenapa di saat aku dalam kondisi yang tinggal tunggu mati baru kita dipersatukan...? Kenapa ga dari dulu kita terus jalan satu arah...?” melihat semua pertanyaan Taro, Rita semakin sedih. Dia tidak tau bagaimana harus menjawab pertanyaan Taro.
“Aku mohon, Ta... Daripada aku terus jadi penganggu, lebih baik kita ga usah ketemu lagi.”

“Aku...” air mata Mia terus mengalir saat itu.

“Pergi...” tulis Taro, Rita hanya melihat Taro saat itu. Dia terus meneteskan air matanya, Rita kemudian tidak tahan lagi harus bagaimana. Dia berdiri dan meninggalkan Taro. Bukan hanya Rita yang menangis saat itu, Taro juga meneteskan air matanya. Di dalam hatinya dia ingin sekali terus bersama dengan Rita.

Adi yang sedang duduk diluar melihat Rita keluar dengan menangis lagi, dia langsung masuk ke dalam mengira ada sesuatu yang terjadi dengan Taro. Melihat Taro yang biasa saja, Adi juga kesal.
“Sudah dua kali, Ta... Dua kali kau buat dia nangis...” Taro tetap diam saja, dia kembali meminta bantuan kepada Adi saat itu.

“Di, kalau minta tolong lagi boleh...?”


“Asal bukan cabut selang oksigen...”

“Tolong beliin aku mawar... Aku tunggu...”

“Buat apa...?” Taro tidak menjawab pertanyaan Adi, melihat Taro yang diam saja Adi lalu menghela nafas. Dia segera keluar dari kamar Taro dan segera mencari setangkai mawar pesanan Taro. Adi terus mencari, dia berputar dan terus mencari mawar tersebut. Akhirnya Adi menemukan toko bukan, dia segera masuk ke dalam dan membeli setangkai mawar merah seperti yang diminta Taro. Hari sudah malam, Adi baru kembali dan mengantarkan mawar pesanan Taro.

Dia meletakkan mawar tersebut di atas meja tempat Taro menuliskan pesannya. Mereka lalu kembali berbicara, Taro menjelaskan semua alasan kenapa dia membuat Rita bersedih. Dia juga sedih karena melihat Rita terus menangis, namun hanya itu jalan untuk memisahkan mereka. Perjuangan Taro selama ini harus berakhir dengan cara yang sama sekali tidak dia duga sebelumnya. Hari makin larut, Adi terpaksa harus pulang. Dia meninggalkan Taro sendirian malam itu.

Taro lalu menuliskan suatu pesan di kertas tersebut, sepertinya dia menuliskan cerita malam itu. Dia menghabiskan beberapa saat untuk menyelesaikan tulisannya, setelah Taro menyelesaikan tulisannya. Dia lalu mengambil setangkai mawar yang dekat dengannya, Taro lalu menindih kertas itu dengan mawarnya. Taro terdiam sebentar saat itu, sesaat air mata mulai mengalir membasahi wajahnya. Taro masih memandang ke langit-langit kamarnya, setelah itu. Tangan kiri Taro memegang selang oksigen yang tergerai di tempat tidurnya. Taro masih ragu-ragu saat itu, dia lalu melepas tangannya dari selang oksigen tersebut.

Kemudian Taro memegang selang tersebut lagi, dia membranikan diri untuk melepas selang oksigen yang menopang kehidupannya itu.
Selang itu terlepas dari hidungnya, Taro agak sulit bernafas saat itu. Beberapa saat kemudian, Taro terkulai lemah. Dia tidak sadarkan diri saat itu, saat kejadian tersebut terjadi. Rita sudah terlelap di kamarnya, dia memimpikan bahwa Taro sedang datang mengunjunginya untuk berpamitan. Namun itu hanya sebuah mimpi, keesokan paginya. Rita berangkat ke sekolah.

Namun dia tidak berangkat ke sekolah, Rita malah sengaja membolos dan menuju ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Rita sampai di rumah sakit, dia kemudian langsung berlari ke atas untuk mengunjungi Taro. Rita berdiri di depan pintu kamar Taro dan menenangkan pikirannya. Dia masih sedikit takut untuk mengunjungi Taro, tangannya langsung membuka pintu kamar Taro.

Rita segera masuk ke dalam dan mendapati Taro masih tertidur, namun ada yang berbeda. Selang oksigen itu terlepas dari hidungnya. Rita langsung mendekati Taro dan melihat keadaannya, dia bingung saat itu. Rita lalu mencoba untuk membangunkan Taro, dia terus memanggil.

LOST Chap 102

“Cari penyakit memang... Udah di bilang tunggu beberapa hari lagi, apa salahnya nunggu bentar. Kamu nunggu Rita segitu lama aja betah...” kata Adi sambil sedikit tertawa, Taro juga tersedak sedikit karena tertawa.

“Bukan itu masalahnya, aku cuma yakin kalo bisa jalan. Eh... ga taunya, terjun bebas ke bawah”

“Udahlah, kapan-kapan aja baru SMS lage...” kata Adi...
“Belajar nulis yang bagus dulu, susah nih bacanya... Kamu istirahat aja dulu, aku juga mau baring-baring bentar...” Hari semakin sore, Adi lalu terbangun dan dia pergi ke kamar mandi untuk merapikan wajahnya yang baru bangun dari tidur. Adi berniat untuk mencari makan saat itu, melihat Taro yang masih terkapar sepeti itu. Adi tidak berpamitan, dia lalu meninggalkannya dan pergi mencari makan.

Rita yang masih mengenakan seragam sekolah saat itu langsung menuju ke kamar Taro. Dia naik ke atas dan mengarah ke kamar Taro, di depan pintu. Dia membuka pintu pelan-pelan agar Taro tidak terbangun dari tidurnya. Rita lalu masuk ke dalam, dia melihat Taro yang masih tertidur. Kemudian Rita meletakkan tas sekolahnya di sofa. Rita kemudian mendekati Taro dan duduk di sebelahnya, dia memegang tangan Taro dan membelainya. Rita melihat kalau disebelahnya ada kertas yang ada tulisannya. Dia mengenal gaya tulisan itu, dan itu adalah tulisan Taro. Rita lalu bingung melihat itu, di membaca kedua kalimat yang ditulis Taro dan berusaha memahaminya.

Rita baru sadar kalau saat itu Taro sedang berusaha untuk berjalan, jadi pikiran mereka selama ini salah. Namun tetap saja dia merasa tidak enak hati kepada Taro. Rita mengangkat tangan Taro dan menempelkannya di pipi. Seketika Taro terbangun karena itu, dia melihat Rita yang sedang terpejam. Taro kemudian menggerakkan tangannya untuk memanggil Rita, Rita kemudian melihat ke arah Taro. Taro mengambil pena yang ada di sampingnya itu, melihat itu Rita lalu sadar kalau Taro ingin menuliskan sesuatu. Dia meletakkan kertas itu dekat tangan Taro. Dan Taro menuliskan.
“(^ ^)” itu yang dituliskan Taro, lebih tepatnya dia menggambarkan wajah senyum. Dia senang melihat Rita ada di sana saat itu. Melihat gambar itu Rita tertawa kecil. Rita lalu mengambil pena Taro dan menuliskan sesuatu juga, mereka lalu saling berbicara dengan kertas itu. Hingga Adi tiba di sana dan melihat mereka seding berbicara melalui pesan.

“Udah makan, Ta...” tanya Adi kepada Rita, dan Rita menjawabnya sambil mengucapkan terima kasih. Hari semakin larut, Taro kemudian menyuruh Rita untuk pulang dan mandi. Pasti orangtua Rita bingung karena dia belum pulang juga, Rita kemudian mengangguk. Taro meminta Adi untuk mengantarkan Rita pulang. Dan Adi tidak bisa menolak permintaan seseorang yang sudah tidak berdaya seperti itu. Beberapa saat kemudian datang Mia dan Richard untuk menjenguk Taro, mereka bertemu dengan Rita dan Adi yang sedang menuju ke mobil.

Adi mengabarkan kalau Taro sudah sadar dan bisa berkomunikasi lewat tulisan. Mereka lalu berpisah, Adi mengantarkan Rita sedangkan Mia dan Richard segera naik ke atas untuk melihat keadaan Taro. Mereka lalu saling berbicara, meski harus menunggu sesaat untuk Taro menyelesaikan tulisannya. Namun mereka masih bisa berbicara dengan lancar. Malam itu saat mereka semua sudah pulang, Taro sendirian di kamar tersebut. Perasaannya bercampur aduk antara senang dan sedih.

Dia senang karena Rita mulai perhatian dengannya lagi, dan dia sedih karena tidak bisa membalas perhatian Rita karena kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan untuk memberi perhatian. Dia mulai berpikir yang tidak-tidak saat itu, dia merasa tidak pantas lagi untuk bersama Rita dalam kondisi yang berantakan seperti itu. Dia berencana untuk meminta Rita agar tidak mencari dan segera melupakannya. Taro lalu tertidur.

Keesokan harinya Jimmy yang datang menjenguk Taro, mereka lalu berbicara. Namun Jimmy memang tidak berperi kemanusiaan, Taro yang sudah sengsara seperti masih saja dikerjainya. Taro juga tidak bisa melawan saat di acak-acak oleh Jimmy, hingga Adi datang ke sana. Dia baru selesai kuliah, dan saat itu baru pukul satu siang. Sehabis makan Adi yang melesat ke rumah sakit, melihat ada yang menggantikan Jimmy lalu bertukar dengan Adi. Jimmy lalu pulang untuk membereskan pekerjaannya. Taro lalu memulai pembicaraannya.
“Di, aku mau minta tolong. Bisa ?” Adi hanya mengangguk saja.
“Berat lho...”

“Apa...? Aku usahain sebisa aku, Ta...”
“Tolong cabut selang oksigennya...” melihat Taro yang meminta hal seperti itu, terang Adi langsung terkejut.

“Gila juga ada batasnya, Ta...” kata Adi pelan, dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
“Tega Di liat ak kek gini? Ak ga tahan kalau misalnya hidup harus kek gini” Adi tidak bisa menjawab pertanyaan Taro, dia berusaha mengerti perasaan Taro yang harus hidup dengan kondisi tersebut. Namun Adi juga tidak tega kalau harus melakukan hal seperti itu, pintu kamar lalu terbuka.

Adi melihat siapa yang datang saat itu, ternyata Rita. Rita lalu mendekati mereka, namun Adi mengajak Rita keluar sebentar untuk membicarakan masalah yang penting. Mereka berdua lalu keluar dari kamar Taro.
“Ta... Aku minta tolong, buat dia tetap semangat...”
“Kamu tau kan, kalau dia dari dulu tuh bener-bener sayang dengan kamu. Salut juga sih dengan semangat dia yang ga bosan nunggu satu orang...”
“Kami jadi temannya cuma pengen dia ga sedih terus...” Rita hanya mengangguk, kemudian dia masuk ke dalam dan menemui Taro.

LOST Chap 101

“Dok...” dokter tersebut lalu menoleh ke belakang.
“Maksud anda teman kami itu lumpuh...?”

“Lehernya sempat terbentur keras dan tidak patah, namun pita suaranya robek akibat itu. Dan dia tidak bisa berbicara, dan otot penggerak lainnya tidak berfungsi lagi. Tangan dan kakinya tidak bisa di gerakkan...” jelas dokter tersebut, mendengar penjelasan tersebut Adi juga tidak bisa berkata apa-apa lagi. Malam itu juga Taro dipindahkan ke ruang rawat inap, jarum infus tetap menancap di tangan dan katup oksigen yang membantu Taro untuk bernafas. Dia benar-benar tidak berdaya saat itu, mereka berada di dalam kamar Taro dan hanya bisa melihatnya saja.
“Maaf, Ta... Ini semua slah aku...” kata Rita, dia duduk di sebelah Taro sambil memegang tangannya.

“Apa harus menyalahkan diri sendiri...?” Mia angkat bicara saat itu, para pria hanya melihat ke arah Mia.
“Apa mungkin dia akan menyalahkan orang lain...?”

“Betul kata dia Ta... Aku yakin Taro ga bakal nyalahin siapapun... Terlebih kamu, harusnya kamu tau itu...” Adi menyambung perkataan Mia.

“Kalaupun memang kamu yang salah, aku yakin dia pasti maafin kamu...” Jimmy menambahkan sedikit kalimat untuk membuat Rita tetap tenang, Rita lalu menangis di atas tangan Taro. Jam di dalam kamar itu terus berdetak, saat itu pukul sepuluh malam. Dan mereka belum beranjak dari sana, Adi lalu bediri dan memegang pundak Rita.

“Kita pulang sekarang, aku rasa Taro juga pengen kamu pulang sekarang. Besok ada sekolah...” Rita hanya mengangguk, dia lalu berdiri dari sana. Adi lalu membawa Rita pulang ke rumahnya.

“Jim... Tungguin bentar...” Jimmy hanya mengangguk. Richard juga berkata kepada Mia untuk segera pulang, Mia hanya mengangguk juga. Dia lalu pulang bersama dengan Richard. Hanya tinggal Jimmy di sana, dia duduk di sofa menemani Taro yang masih belum sadar. Adi dan Rita sudah berada di dalam mobil, mereka mengarah ke rumah Rita saat itu.

Dua tiga hari kemudian akhirnya Taro sadar, Adi yang saat itu berada di kamar Taro. Dia melihat mata Taro terbuka, kemudian Adi langsung pergi mencari dokter untuk mengatakan kalau Taro sudah sadar. Dokter itu lalu bergegas ke kamar Taro dan memeriksanya kembali. Dokter itu segera memeriksa Taro, sedangkan Adi hanya melihat dari belakang tidak tau apa yang sedang terjadi saat itu.

“Ini...” kata dokter tersebut setelah memeriksa keadaan Taro.

“Kenapa...? Ada yang salah...?”

“Ini... Padahal... Entahlah, tapi sepertinya dia bisa menggerakkan kedua tangannya.” Dokter tadi sedikit tidak percaya dengan keadaan Taro, padahal dia sudah divonis tidak bisa menggerakkan fungsi tangan dan kakinya lagi. Adi melihat Taro yang bisa menggerakkan tangannya.

“Dia... Dia bisa denger apa yang kita ngomongin, dok...?”

“Dia masih bisa melihat, mendengar, dan mencium bau... Hanya saja pergerakannya yang terbatas...” Adi lalu mengajak dokter itu keluar, dia ingin berbicara kepada dokter itu tanpa didengar oleh Taro.

“Dok... Apa ada kemungkinan dia akan normal kembali...?”

“Keadaan seperti juga sulit baginya, kalau dulu mungkin ada kemungkinan dia masih bisa berjalan lagi. Tapi kali ini, benturan tersebut mengenai tulang belakangnya. Itu yang membuatnya menjadi lumpuh, kami belum pernah dengar ada orang yang benar-benar lumpuh bisa normal lagi. Kecuali memang ada sebuah keajaiban yang membuat dia bisa normal lagi...”

“Jadi maksud anda... Dia akan selamanya terbaring...?” dokter itu hanya mengangguk, dia lalu menepuk pundak Adi dan meninggalkannya. Adi lalu masuk lagi ke kamar Taro dan melihat keadaannya. Dia berbicara kepada Taro, namun Taro tidak bisa membalasnya. Taro hanya berkedip saja saat itu. Terlintas di kepala Adi, Taro bisa menggerakkan tangannya. Dan satu-satunya cara untuk berkomunikasi hanya memberikan kertas dan pena untuk Taro.

Mungkin saja Taro masih bisa menulis saat itu, dia lalu berkata demikian kepada Taro dan mencari kertas dan pena. Taro masih bisa memegang pena tersebut, ternyata pikiran Adi berhasil. Taro dapat menulis, walaupun kurang begitu lancar. Adi lalu tersenyum, begitu juga dengan Taro. Dia ingin sekali tertawa, namun dia hanya bisa tersedak menandakan dia tertawa. Adi lalu bertanya kepada Taro kenapa dia bisa jatuh dari tangga saat itu, Adi mengira kalau Taro ingin bunuh diri saat itu.

Adi kemudian menggeser meja tersebut untuk di dekatkan dengan tangan Taro. Jadi Taro dapat menulis di atas meja tersebut. Adi langsung menyiapkan beberapa kertas untuk berbicara dengan Taro. Kemudian Taro menuliskan...
ga mungkin lah, aku cuma pengen tes jalan aja. Mana tau bisa jalan kalo dipaksa” Taro bisa menulis seperti itu, walaupun tulisannya jelek namun dia cuek saja.

LOST Chap 100

Saat Rita meletakkan kakinya di lantai tersebut, dia melihat ke kiri dan melihat Taro turun dari kursi rodannya dan ingin menuruni tangga tersebut. Sayangnya kaki Taro masih belum bisa digunakan, Taro lalu terjatuh dari kursi rodanya dan terguling ke bawah. Melihat hal itu Rita terang langsung berteriak, dia berlari ke tangga yang satunya lagi dan menuruninya.

Dia mengangkat tubuh Taro yang terkulai itu, beberapa hantaman ke kepalanya terjadi saat Taro terjatuh dari tangga itu. Rita langsung berteriak minta tolong, suasana lalu kembali hening. Taro kembali ke ruang UGD saat itu untuk menjalani oprasi lagi. Rita menunggu di depan kamar Taro untuk memberitahukan kepada teman Taro kalau misalnya mereka datang menjenguk. Saat itu dia terus menangis menunggu di depan kamar Taro, seketika Adi dan Jimmy muncul berdua di sana. Mereka melihat Rita yang sedang menangis dan mendekatinya.

Mereka menanyakan ada masalah apa hingga Rita menangis seperti itu, Rita menceritakan bagaimana dia melihat Taro yang terjatuh dari tangga. Dia bilang sekarang Taro ada di ruang UGD, mereka bergegas ke sana untuk menunggu kabar dari dokter lagi. Kejadian berulang lagi, mereka menunggu lama sekali di depan ruang UGD. Mereka bertiga sangat cemas saat itu, sedangkan Jimmy ingin sekali menghubungi orangtua Taro dan menceritakan ini semua. Namun Adi tetap menghalangi Jimmy menghubungi orangtuanya.

Taro saat itu sudah berpesan agar mereka jangan menghubungi orangtuanya, dia tidak ingin membuat keadaan menjadi semakin rumit. Kalau saja mereka tau Taro masuk rumah sakit, mereka pasti akan sangat cemas sekali. Sedangkan Rita juga tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya duduk dan berharap Taro baik-baik saja. Waktu tidak terasa sudah menjadi malam lagi, para dokter juga belum selesai. Di kamar Taro terlihat Mia dan Richard yang kebingungan karena Taro tidak ada di dalam kamar, mereka mengira kalau Taro sudah pulang saat itu.

Mereka lalu bertanya kepada resepsionis untuk mengetahui Taro ada di mana, resepsionis mengatakan kalau pasien tersebut sedang ada ruang UGD menjalani oprasi karena dia terjatuh dari tangga. Terang mereka berdua langsung menuju ke sana. Mereka melihat Adi, Jimmy, dan Rita yang sedang menunggu Taro di dalam. Mereka lalu mendekatinya dan menanyakan keadaan Taro, mereka juga tidak tau keadaan Taro bagaimana saat itu. Yang bisa mereka lakukan hanya menunggu sambil berdoa agar Taro selamat.
“Di... Aku ga tahan lagi harus gini...” Jimmy kemudian mengeluarkan HP nya dan menghubungi seseorang.

“Telpon siapa...?” Tanya Adi melihat ke arah Jimmy, mereka semua dalam keadaan panik.

“Aku mau kasih tau sama orang rumah, supaya mereka datang. Biaya aku yang tanggung...”

“Matiin...” Adi lalu berdiri dan merebut HP Jimmy.

“Biaya aku yang tanggung...!” bentak Jimmy, mereka hanya melihat Jimmy dan Adi yang saling berdebat.

“Ini bukan masalah biaya...! Ngerti ga sih...!”

“Sudah sampe kek gini, masa masih ga mau kabarin mereka...!”

“Taro yang bilang kalau jangan kasih tau mereka, dia ga mau kalau mereka itu cemas...!”
“Sini...!” Jimmy merebut HP nya dari Adi, namun Adi tidak ingin memberikannya. Jimmy dan Adi saat itu dalam kondisi emosi, mereka kembali berkelahi lagi. Sedangkan Mia dan Rita tidak tau harus berbuat apa untuk memisahkan mereka, Richard yang geram melihat tingkah mereka mulai turun tangan. Dia menarik Jimmy dan melemparnya ke lantai, sedangkan Adi didorongnya ke dinding.

“Ini rumah sakit...! Kalian kira kalau gini masalah langsung selesai...!”
“Jangan buat ulah di sini...! Yang panik bukan cuma kalian, kami juga panik di sini...!” Mereka berdua pun terdiam saat Richard turun tangan, memang benar. Yang mereka lakukan tidak akan membuat keadaan menjadi lebih baik, mereka hanya bisa menunggu dokter tersebut keluar dan menjelaskan keadaan Taro. Jam dinding terus berputar, semenit berlalu terasa seperti satu jam saja.

Jam tersebut menunjukkan pukul delapan lebih sedikit. Pintu ruang UGD itu terbuka, mereka melihat ke arah pintu itu. Dokter lalu keluar dari sana melepas sarung tangan dan maskernya.
“Keadaanya gimana dok...?” Rita yang bertanya duluan.

“Kepalanya mengalami pendarahan... Luka akibat kecelakaan kemarin semakin parah saja, dan...”

“Apa dok...?” terlihat Rita yang paling mencemaskan keadaan Taro saat itu, yang lainnya hanya terdiam melihat Rita saat itu.

“Sebenarnya saya tidak ingin mengatakan hal ini, namun...” mereka berlima sangat tegang menunggu kepastian dari dokter.

“Tulang belakangnya patah karena benturan, dan dia lumpuh untuk selamanya... Maaf...” dokter itu lalu meninggalkan mereka, sedangkan Rita hanya tersujud saat itu. Dia tidak tau harus berbuat apa, Mia lalu memeluk Richard karena sedih mendengar kabar tersebut. Jimmy dan Adi lalu terduduk. Seorang suster lalu mendatangi mereka dan memberikan daftar biaya administrasinya, Richard dan Jimmy lalu pergi ke depan untuk menguruh semua itu.

Sedangkan Mia duduk di sebelah lalu menopang Rita untuk duduk di kursi. Dia berusaha menenangkan Rita yang tidak percaya kalau semua ini harus terjadi. Adi lalu berdiri dari sana dan pergi menemui dokter tadi, dia ingin memperjelas kondisi Taro. Dia lalu berjalan mengejar dokter tadi yang masih belum jauh.

LOST Chap 99

“Dia ga ngomong ke aku kalau dia sayang... Aku rasa dia masih benci dengan aku, terus ngejenguk aku ke sini cuma karena kasian...”

“Bego atau apa sih, Ta...! Dia udah minta maaf, dia juga udah nunjukkin sikap kalau dia perhatian dengan kamu. Bukannya dulu kamu pernah bilang kalau bakal maafin semua kesalahan dia...? Sekarang...? Apa...?! Mau balas dendam gitu...!”

“Di...” panggil Taro kecil.
“Ini... Urusan... Pribadi... Aku...”
“Aku sadar dengan hal yang aku buat, aku sengaja ngomong...” Adi langsung memotong perkataan Taro.

“Sengaja...?! Mudah sekali ngomong kek gitu, apa kamu tau perasaan dia ngeliat orang yang masih dia sayang itu malah benci dengan dia. Harusnya kamu tau perasaan itu Ta... Kamu udah pernah ngerasain perasaan seperti itu, ga seharusnya kamu malah buat dia yang ngerasain perasaan itu. Hargai perasaan orang lain... Bukannya itu yang sering kamu bilang...”

“Di...”
“Kondisi aku yang sekarang ini cacat, kenapa dia ga bilang sayang pas aku masih sehat dulu. Bukan dalam keadaan cacat yang ga jelas kek gini...!”
“Ngapa harus semua sudah jadi kek gini baru dia ngomong kalau dia itu sayang... Kamu pikir itu apa Di...? Apa kamu tega ngeliat dia kerepotan ngurusin aku yang sama sekali ga bisa jalan ini...!”
“Aku sayang dengan dia bukan mau ngerepotin dia, Di... Aku sayang dengan dia karena mau aku yang direpotin, bukan ngerepotin...”
“Kamu pasti ngerti kan yang aku pikirin...”

“Ya...! Aku tau maksud kamu itu baik...! Tapi apa perlu sampai gini...? Apa perlu kamu buat dia nangis karena pemikiran kamu yang sama sekali egois itu...! Ke mana Taro yang aku kenal...? Mana Taro yang selalu sok bijak itu...? Mana Taro yang selalu ngomong kalau sayang itu ga ngeliat keadaan fisik, dan selalu nerimana apa adanya... Mana Ta...? Mana...?!”

“Orang itu sudah mati lama sekali, dan sekarang orang yang lagi ada di sini dengan kondisi yang ga jelas sama sekali ini... Adalah orang yang egois, dia sama sekali hanya mentingin dirinya sendiri.”

“Nyerah...?”
“Apa kamu nyerah karena cuma kehilangan kaki...? Kalau aku liat lagi, kamu itu sama saja jilat ludah sendiri... Apa yang kamu ucapkan selama ini sama sekali ga kamu lakuin. Cuma cuap-cuap ga jelas, kelihatannya bermakna namun itu semua cuma ungkapan hati yang sifatnya sampah...”

“Terserah kalian mau ngomong apa, tapi aku udah bulat dengan keputusan ini... Aku ga mau dia susah karena kondisi yang sama sekali ga jelas seperti ini. Bahkan mau ke kamar mandi pun susah...”

“Terserah lah, Ta... Aku bingung ngadepin orang yang mudah putus asa kek gini. Aku sebagai teman juga ga bisa buat banyak, aku harap kamu ga nyesal dengan semua ini.” Adi lalu duduk di sofa tersebut dan tidak habis pikir karena Taro tiba-tiba berubah seperti ini. Suasana di dalam lalu terasa dingin, bukan karena AC yang dinyalakan. Namun karena suasana diam yang membuat itu menjadi dingin. Adi lalu berdiri dan meninggalkan Taro saat itu. Taro juga tidak banyak bicara, dia langsung tidur saat itu. Sedangkan Rita yang saat itu sudah berada di dalam taksi hanya bisa menangis terus.

Keesokan paginya, Taro meminta suster untuk membawakannya kursi roda. Dia ingin berkeliling sebentar, karena sudah lama berada di dalam kamar dan merasa bosan. Rita juga yang baru terbangun saat itu berniat untuk mengunjungi Taro, dia tidak ingin semua berakhir seperti ini. Rita segera bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Sedangkan Taro dituntun oleh suster itu berkeliling di rumah sakit, namun Taro meminta suster itu meninggalkannya sendirian. Karena Taro tidak suka dituntun, dia ingin berputar-putar sendirian.

Suasana di tempat itu juga sepi, tidak terlihat sama sekali ada orang yang berlalu-lalang. Jadi Taro bisa puas bermain dengan kursi rodanya, suster itu pun meninggalkan Taro dengan perasaan cemas juga. Jam menunjukkan waktu makan siang, perut Taro juga sudah keroncongan saat itu, namun perasaan lapar itu dikalahkan oleh rasa penasaran Taro. Dia kemudian mendekati jendela dan melihat pemandangan di luar, dia berada di sana cukup lama juga dan tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, Taro lalu tersadar dari tidurnya.

Dia lalu meninggalkan tempat itu dan terus bermain sendirian. Rita terlihat sudah sampai di rumah sakit tersebut, dia turun dari taksi dan segera menuju ke atas untuk berbicara lagi dengan Taro. Rita menaiki tangga saat itu, dia malas menunggu lift yang orangnya juga mengantri saat itu. Taro terus berkeliling hingga dia melihat tangga saat itu. Taro lalu melihat sekitar dan memang tidak ada orang, dia lalu mendekati tangga tersebut. Sedangkan Rita menaiki tangga yang berbeda saat itu.

Taro sudah di ujung tangga, dia melihat ke bawah dan berniat untuk turun dan bermain lagi. Namun dia bingung bagaimana cara untuk turun ke bawah, menyadari kakinya yang sama sekali tidak bisa berfungsi itu membuatnya semakin kesal. Taro masih terdiam di sana dan terus melihat ke bawah. Sedangkan Rita masih berjalan naik dari tangga yang satunya lagi. Taro memegang roda kursi roda itu dan siap untuk turun ke bawah, dia membranikan dirinya untuk turun dari kursi roda tersebut. Taro bermaksud untuk memaksakan kakinya agar bisa berjalan lagi seperti biasa. Rita kemudian sudah hampir sampai ke atas dan ingin menuju ke ruangan Taro, cukup menoleh ke kiri maka dia akan melihat Taro yang berada di tangga satunya.

LOST Chap 98

“Kata dokter memang masih belum bisa digerakin, tapi nanti juga bisa kok. Cuma nunggu waktu...” kata Adi berusaha agar Taro tidak curiga.

“Jangan bohong, aku sudah lama kenal kalian...”

“Beneran... Kata dokter memang harus nunggu...”

“Di...!” bentak Taro saat itu.
“Tolong... Jujur, aku terima kenyataan kok...” Adi lalu terdiam saat itu, dia tidak tahu apa yang harus dikatakan lagi. Taro semakin memaksa Adi untuk bercerita tentang keadaannya. Adi tidak tau harus berbuat apa lagi, dia kemudian menceritakan secara detil tentang keadaan Taro.

Dia juga bilang kalau kaki Taro tidak bisa dipakai lagi, memang masih ada kemungkinan untuk sembuh. Namun kemungkinan tersebut sangatlah kecil, mendengar itu semua. Taro tidak terkejut, dia hanya menganggukkan kepalanya mengetahui kondisi dirinya yang sekarang.
“Lumpuh yah...”

“Sorry Ta, bukannya aku mau bohong. Tapi dokter memang bilang kalau masih ada kemungkinan sembuh, jadi...”

“Aku ngerti kok... Ya udah... Apa boleh buat...”
“Untung cuma patah kaki... Itung-itung masih selamat, Di...” Taro malah tersenyum saat itu, dia tidak ingin berkecil hati atau langsung hilang harapan. Adi pun tidak tau harus berbuat apa lagi, melihat Taro yang tidak begitu kecewa dengan keadaannya. Adi hanya bisa tersenyum juga saat itu.

Hari memang masih pagi saat itu, Adi tidak ada jam kuliah. Dia lalu permisi kepada Taro untuk mencari makan diluar, mungkin dia akan kembali agak lama. Taro menitip makanan kepada Adi, setelah itu Adi lalu keluar dari kamar Taro. Rita kemudian datang menjenguk Taro saat itu, dia tidak bertemu dengan Adi. Segera Rita langsung masuk ke kamar Taro, seperti biasanya mereka terus berbicara. Namun ekspresi Taro tidak seperti biasanya.
“Kenapa Ta...?” tanya Rita yang mengetahui ada sesuatu yang mengganggu Taro.

“Ta...” suasana terdiam sesaat, Taro masih mengumpulkan kebranian untuk mengucapkan kalimat yang sudah disiapkannya.
“Mulai hari ini... Jangan dekati aku lagi...” Rita bingung karena Taro tiba-tiba berkata demikian.

“Kena...” tanya Rita, namun perkataan itu langsung dipotong oleh Taro.

“Aku benci sama kamu, tolong... Jangan temui aku lagi dari sekarang.”

“Tapi aku sa...” Rita kemudian berhenti, dia tidak melanjutkan kalimat tersebut. Rita masih belum berani mengungkapkan perasaannya. Matanya juga sudah mulai berkaca-kaca saat itu.

“Aku mohon... Tinggalin aku sendirian sekarang...”

“Tapi, Ta...”

“PERGI...!!!” Taro terlihat sangat berbeda dari biasanya, dia sama sekali tidak memandang ke arah Rita lagi. Dia mengusir Rita saat itu, Rita hanya menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya kalau Taro akan berbuat seperti itu kepadanya. Air matanya mengalir, dia lalu berdiri dari tempat duduknya dan segera berlari keluar.

Rita langsung keluar dari kamar Taro dalam keadaan menangis, dia berpas-pasan dengan Adi. Adi kemudian memanggil Rita, namun Rita terus berlari saat itu. Dia lalu bingung dengan keadaan tersebut, Adi bergegas ke kamar Taro. Dia melihat Taro yang sedang berbaring dan menutup mata dengan lengannya. Adi lalu berjalan ke depan tempat tidur Taro.
“Tadi aku liat Rita nangis di luar...” Taro hanya tersenyum mendengar Adi berkata demikian.
“Kok... Tadi ngapain emang...?”

“Aku maki-maki dikit sih...” kata Taro tertawa kecil saat itu, Adi semakin bingung dengan sifat anak ini.

“Kau maki Ta...?” Taro lalu mengangguk.

“Bukannya dulu kau sampe muja-muja dia, sampe ngarapin dia, sampe ngelakuin hal yang ga guna...! Terus sekarang kesempatan buat dia kembali sudah ada di depan mata malah kau buang...! Sekarang... Mau kamu itu apa sekarang...!” Adi mulai memarahi Taro saat itu, dia kesal dengan sikap Taro yang tidak menghargai kesempatan.

“Itu kan dulu... Dulu dengan sekarang pasti beda donk...” Taro masih tidak menunjukkan kalau dia sedih melakukan hal tersebut.

“Ah...! Jelas-jelas dia uda ngomong dengan aku kalau dia itu sebenernya sayang dengan orang kek kamu...! Tapi... Sekarang kamu malah... Ah...!”

LOST Chap 97

“Udah balik...? Liburannya enak...?” kalimat pertama Taro yang diucap saat mengetahui bahwa Richard datang.

“Kok jadi Mia yang jagain kamu...?” Richard berjalan dan mengambil buah apel yang ada di meja itu, kemudian Richard menggosoknya di baju dan memakannya.
“Udah mendingan...?”

“Ga tau nih kaki, ga bisa di gerakin dari kemarin...” mereka lalu berbicara sebentar di sana, Richard kemudian menitipkan kunci kamar Mia kepada Taro. Setelah itu dia langsung pergi dari rumah sakit tersebut, Taro lalu kembali istirahat. Jam terus berputar menunjukkan angka enam, Taro masih tertidur saat itu.

Memang kerjaan orang sakit hanya tidur, kemudian pintu terbuka lagi. Kiki dan lainnya masuk ke dalam dengan membawa beberapa makanan kecil untuk Taro. Melihat Taro yang sedang tertidur, Kiki mempunyai cara untuk membangunkannya. Dia menahan hidung Taro dan dimainkan ke kanan kiri. Taro lalu terbangun dan menatap Kiki.
“Mau mati...?” kata Taro sambil menepuk tangan Kiki yang masih memegang hidungnya.

“Ngapain aja...?” kata Kiki membuka sendiri makanan yang dibawanya.

“Lagi mancing sih... Udah lama ga dapat ikannya...”

“Dokter bilang apa Ta...?” kata Lily, mereka belum tau keadaan Taro saat itu. Karena Mia hanya menyampaikan kalau Taro ada di rumah sakit.

“Belum ketemu sama dokternya, kata temen aku sih ada masalah dengan nih kaki. Jadi belum bisa digerakin, emang belum bisa digerakin sih... Malas banget kalau gini...”

“Itu doank...?” balas Yansen yang berdiri di belakang Lily.

“Pengennya sih, tapi masih ada beberapa yang kena. Sial banget ketabrak, mending ketabrak cewek cakep...”

“Mau...?” kata Kiki menyodorkan makanan ringan kepada Taro, tanpa berpikir panjang lagi Taro langsung mengambil cemilan tersebut dan memakannya. Pintu kamar Taro lalu terbuka lagi, kali ini Mia yang masuk ke dalam. Dia melihat kalau mereka sedang berkumpul di sana. Mia ikut berbicara dengan mereka. Hingga jam menunjukkan pukul delapan kurang, teman kerja Taro lalu pamit untuk pulang.

Beberapa menit berselang, Adi terlihat datang bersama dengan seorang wanita. Dia lalu segera masuk ke kamar Taro bersama wanita tersebut. Mereka melihat Taro dan Mia sedang berbicara, melihat kedatangan Adi bersama seorang wanita. Terang Taro langsung pecicilan saat itu, dia mulai bertanya siapa gerangan wanita tersebut. Adi memperkenalkan pacarnya dengan mereka, wanita itu bernama Cheryl. Rambutnya panjang berwarna hitam, dan poni datar tentunya.

Adi mengatakan kalau Jimmy sedang berangkat karena ada urusan, mereka lalu berbicara apapun yang bisa dibiarakan saat itu. Hari demi hari terus berlalu, kaki Taro masih belum bisa digerakkan. Namun dia tidak putus asa, karena terkadang Rita datang menjenguknya. Setiap Rita datang menjenguknya, semangat Taro semakin meluap. Dua minggu sudah berlalu, Taro masih belum bisa menggerakkan kakinya. Dia juga belum diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

Dia lalu makin bingung dengan keadaannya saat itu, Taro lalu curiga dengan keadaannya sendiri. Sabtu itu Adi datang sendirian, dia lalu masuk ke kamar Taro untuk melihat keadaannya. Mereka masih berbicara seperti biasanya, hingga Taro mulai menanyakan sesuatu yang serius dengan Adi. Taro bertanya apakah mereka ada menghubungi orangtunya, Adi hanya berkata mereka menunggu keputusan dari Taro ingin menghubungi atau tidak.

Taro merasa tenang dengan sifat tanggap Adi, dia lalu berkata agar jangan memeberitahukan kejadian ini kepada orangtuanya. Karena Taro tidak ingin mereka cemas dengan kejadian ini, dan lagi mereka tidak menghubungi Taro sampai saat itu. Taro juga merasa lega karena mereka tidak menghubunginya, karena kalau mereka menanyakan keadaan Taro maka Taro juga akan kebingungan sendiri nantinya. Namun setelah itu dia sepertinya ingin menanyakan sesuatu yang lebih serius.
“Di...” panggil Taro dengan wajah tidak main-main lagi.
“Sebenarnya ada masalah apa dengan kaki ini... Udah dua minggu lebih belum bisa digeraki.”

LOST Chap 96

“Buat apa...?”

“Tadi nganterin dia balik, udah... Terima aja...”

“Ga lah, itung-itung jalan-jalan bentar juga tadi...” Taro lalu menyimpan uangnya kembali. Mereka terus berbicara hingga jam sepuluh, lagi-lagi Adi sebagai seksi transportasi saat itu. Dia membawa Jimmy dan Mia kembali ke tempatnya, sedangkan Taro langsung istirahat malam itu. Sebelumnya dia mengirim pesan kepada Rita dan mengucapkan selamat malam dahulu.

Adi lebih dulu mengantarkan Mia hingga ke kosnya, dia hanya berhenti di depan komplek tersebut. Mia kemudian turun dari sana dan mengucapkan terima kasih kepada mereka, dia lalu berjalan ke dalam dan segera menaiki tangga. Saat Mia di atas, dia melihat seorang pria yang sedang duduk di depan kamarnya. Orang itu berpakaian serba hitam, dengan kaos lengan panjang berwarna hitam dan celana jeans hitam. Mia kemudian menghampiri pria tersebut yang kelihatannya sedang tertidur.
“Richard...?” panggil Mia dengan suara kecil, Richard lalu terbangun saat itu.

“Oh... Udah pulang...”

“Kok tidur di sini...”

“Tadi selesai dari sana langsung pesan tiket pulang... Aku naik taksi ke sini, kirain ada orang...”

“Ngomong di dalam aja...” Mia lalu membantu Richard untuk berdiri, dia lalu membuka pintu kamarnya dan mereka masuk ke dalam. Mia kemudian mengambilkan segelas air untuk Richard, dia sepertinya kelelahan juga saat itu.
“Pulang kuliah Mia langsung ke rumah sakit tadi...”

“Rumah sakit...?” Richard meletakkan gelas tersebut di sebelahnya.

“Taro kecelakaan, sekarang di rumah sakit... Jadi tadi datang ngejenguk dia.”

“Kecelakaan...?” Mia mengangguk.
“Kapan kejadiannya...?”

“Sehari pas kamu udah berangkat...”

“Memang ga bisa diharapin nih anak...”

“Siapa...?”

“Ah... Ga ada apa-apa, keadaannya gimana...?” Mia lalu menceritakan keadaan Taro sesuai dengan yang diceritakan oleh Adi dan Jimmy, Richard tidak banyak bicara saat itu. Dia hanya terdiam mendengar kabar tersebut, akhirnya mereka berdua pun mengantuk. Richard juga tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti itu, dia tidur di sana malam itu.

Malam berganti pagi, jam masih menunjukkan pukul sembilan. Mia terbangun duluan, dia melihat Richard yang masih ketiduran di lantai. Mia kemudian mengambil selimutnya dan dipakaikan untuk Richard. Hari itu Mia sengaja bangun pagi karena ingin menyampaikan pesan Taro kepada teman kerjanya. Mia segera mandi dan menyiapkan perlengkapan kuliahnya, kemudian Mia langsung keluar dari kamarnya meninggalkan Richard yang masih tertidur.

Dia lalu mengunci pintu tersebut dari luar dan melempar kunci tersebut ke dalam melalui dasar pintu yang bercelah itu. Mia kemudian berjalan ke tempat kerja Taro pagi itu, dia melihat jam tangannya sekitar jam sepuluh. Mia sampai di depan tempat kerja Taro dan melihat beberapa pelayan di dalam sedang menunggu pembeli. Namun seperti biasa, ada sepasang pelayan yang sedang kejar-kejaran di dalam. Mia merasa heran melihat itu, dia lalu masuk ke dalam. Mereka semua melihat ke arah Mia. Kiki terselamatkan oleh Mia saat itu, sedangkan Lily menghampiri Mia.
“Temen Taro yang waktu itu yah...?” Mia hanya mengangguk.
“Tuh anak ke mana...? Udah brapa hari gini ga masuk kerja...”

“Dia kecelakaan, sekarang ada rumah sakit...” Mendengar itu Kiki langsung mendekati mereka, pelayan yang lain juga mendekati mereka karena mendengar perkataan Mia.

“Serius loe...?” kata Kiki yang berdiri di belakang Mia, Mia hanya mengangguk. Lalu Mia menceritakan semuanya, dia memberikan alamat rumah sakit dan nomor kamar Taro. Kemudian Mia segera permisi karena ingin pergi ke kampus, dia ke sana hanya untuk menyampaikan kabar ini saja. Setelah Mia keluar dari rumah makan tersebut, mereka semua terdiam dan saling melihat.

“Tar abis kerja aku ke sana... Ada yang mau ikut...?” Beberapa dari mereka tidak bisa ikut karena masih ada tugas juga. Mereka kemudian melanjutkan pekerjaannya masing-masing dan terus menunggu hingga jam kerja mereka selesai. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, Richard akhirnya terbangun juga. Dia berdiri dan mengambil segelas air dari dapur, lalu dia mengambil HP nya yang ada di tempat tidur Mia.

Richard kemudian menelpon seseorang untuk dibawakan perlengkapan dan mobilnya ke sana, dia memberikan alamat kepada orang yang dihubunginya. Richard lalu masuk ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Dia lalu menunggu beberapa saat hingga HP nya berdering, seseorang menelponnya dan berkata kalau dia sudah ada di bawah. Richard kemudian segera turun ke bawah, dia menemui orang suruhannya dan mengambil perlengkapan dan kunci mobil yang dia pesan tadi. Kemudian Richard memberikan uang kepada orang tersebut sebagai ongkos pulang.

Richard segera naik ke atas lagi dan masuk ke dalam kamar Mia untuk mandi. Dia lalu segera menyikat giginya, setelah itu langsung mandi. Selesai dari kamar mandi Richard lalu mengirim pesan kepada Mia, dia bilang kalau kunci kamar dia pegang dulu. Nanti kalau pulang dari kuliah langsung ke rumah sakit saja. Richard segera ke rumah sakit menggunakan mobilnya, sebelum menuju ke rumah sakit langsung. Richard menyempatkan diri untuk makan siang dulu.

Selesai dengan makan siangnya dia tidak mengulur waktu lagi, Richard segera melesat lagi ke rumah sakit untuk menemui Taro. Jam sudah menunjukkan pukul tiga kurang, Richard juga sampai di rumah sakit saat itu. dia segera mengarah ke kamar Taro. Sesampainya di depan kamar Taro, Richard tidak langsung masuk. Dia terdiam sebentar di depan, lalu tangannya membuka pintu kamar itu. Suara pintu terdengar oleh Taro yang sedang tertidur, dia lalu terbangun saat mendengar pintu kamarnya dibuka. Dia melihat kalau Richard yang masuk saat itu.

LOST Chap 95

“Kalaupun dia uda kluar dari rumah sakit nanti, calon istrinya itu kursi roda. Bukan kamu...”

“Aku ga ngerti...” Rita melihat wajah Adi, dia terlihat bingun sekali saat itu.

“Teman kami..." suasana dalam mobil terdiam sesaat.
"Lumpuh...”

“Lumpuh...? Bohongkan...?” Adi hanya diam saja menanggapinya.
“Ini biar aku mau dekat lagi dengan dia kan...? Ga usa bohong kalau dia lumpuh pun aku juga udah sayang dengan dia...” tanya Rita dengan hati yang sudah percaya dan tidak.

“Aku juga mau yang aku ngomongin ini cuma bohong, tapi apa mungkin aku bohong soal ini...”
“Kami bilang ke dia, kalau sekarang memang kakinya belum bisa dipakai. Dia percaya aja dengan kami...”
“Tolong jangan kasih tau ini ke dia, aku kasih tau ini ke kamu cuma pengen kamu tau aja. Kalau dia sekarang bukan Taro yang dulu lagi...”

“Dari pertama aku dekatin dia, hidupnya udah mulai kacau. Kalau saja dulu aku ga bilang kalau aku suka dia, mungkin sekarang dia masih bisa jalan dan...” Rita tidak melanjutkan perkataannya lagi, sedangkan Adi hanya terus menyetir saat itu.
“Aku nyesal...”

“Nyesal...?” Adi mulai angkat bicara.

“Aku kira kamu benar-benar kenal Taro, apa dia pernah bilang kalau jangan pernah nyesal dengan keputusan...?” Rita hanya mengangguk.
“Kalau gitu, napa harus nyesal...? Ini sebuah keputusan...” Adi tetap tenang dalam situasi itu, suasana kembali terdiam sampai mereka ada di depan rumah Rita. Rita lalu turun dan mengucapkan terima kasih, dia segera masuk ke dalam rumahnya. Adi lalu kembali lagi ke rumah sakit. Sedangkan dirumah sakit terlihat mereka bertiga yang sedang berbicara.
“Bukan gitu Jim... Aduh... Mau brapa taon sih berguru sama aku...?” mereka berdebat soal pemainan soal itu.

“Buktinya maren-maren menanglah pas lawan orang...”

“Hoki mungkin...” Taro lalu tertawa.
“Main-main Jim, sering-sering main aja terus. Nanti jadi mahaguru kok...”

“Kalian ngomongin apaan sih dari tadi...?” Mia kebingungan dengan pembicaraan mereka berdua, dari awal dia sudah tidak nyambung dengan itu.

“Oh ya Mia... Udah brapa hari nih aku bolos kerja, tolong kasih tau orang sana kalau aku lom bisa masuk kerja yah...”

“Lom bisa digerakkin tuh kakinya...?” tanya Mia pura-pura tidak mengetahui apa yang sedang terjadi.

“Ga tau nih, mati rasa...” kata Taro sambil menusuk pahanya dengan jari.

“Besok pagi Mia sampein deh ke mereka...”

“Suruh datang juga yah... Tapi harus bawa parcel...” Taro tertawa saat itu, dia seperti tidak mengalami kecelakaan saja. Suasana hatinya memang lagi bagus saat itu, namun pipi kirinya sangat perih.

“Bawa laptop ke sini Ta, kita maen bareng nanti...”

“Tunggu aku beduit Jim, nanti beli laptop... Nah... Abis itu kita balik ke sini lagi terus main... Bego kan...?” Taro menjawab dan bertanya sendiri.

“Tata aneh nih... Richard besok balik katanya...”

“Siapa...?” tanya Taro kepada Mia.

“Richard...”

“Siapa nanya...?” jawab Taro dan Jimmy serempak, mereka hanya tertawa saat itu. Sedangkan Mia hanya pasrah dipermainkan oleh mereka. Mereka terus bergurau hingga Adi masuk ke kamarnya.

“Oit... Bro... Udah balik...?” tanya Taro mengangkat tangannya untuk menyapa Adi, Adi lalu mendekati mereka untuk ikut bergurau. Taro lalu mengambil dompetnya dan mengeluarkan uang seratus ribu. Dia memberikannya kepada Adi.
“Duit bensin...”

LOST Chap 94

“Maaf untuk apa...?” tanya Taro, dia sama sekali tidak tau apa kesalahan yang dibuat oleh Rita saat itu. Namun Rita tidk menjawabnya, dia terus memeluk Taro dan menangis.

“Kamu tambah kurus, Ta...” bisik Rita dalam hatinya, dia merasakan kalau Taro sudah tidak seperti dulu lagi. Rita lalu melepaskan pelukannya, melihat air mata yang masih mengalir itu. Taro mengambil tissue di sampingnya dan membersihkan wajah Rita yang dibasahi oleh air mata itu. Taro kemudian tersenyum melihat Rita.

“Ta...” panggil Taro, dan Rita hanya melihat ke arah Taro.
“Sakit...” Taro memegang pipi kirinya yang di tampar oleh Rita, mendengar itu Rita tersenyum dan berusaha berhenti menangis lagi. Mereka lalu berbicara di dalam, Rita juga tidak terlalu banyak bicara saat itu.

Dia masih merasa bersalah karena menyebabkan Taro seperti itu. Sedangkan di luar, terlihat Adi masih duduk di sana. Dia melihat Mia yang datang dan ingin menjenguk Taro, namun Adi menghentikan Mia.
“Jangan masuk dulu...”

“Napa...? Dia lagi ganti baju...?”

“Ada orang yang spesial buat Taro di dalam, kita masuk nanti aja...” Mia mengerti maksud dari Adi, mereka berdua lalu duduk di depan dan menunggu. Mia lalu mulai berbicara dengan Adi, dia bertanya tentang Adi dan hubungan mereka dulunya. Adi menjelaskan kalau mereka berteman semenjak SMA dulu.

Mereka terus berbincang, Mia memang mudah mengakrabkan diri dengan orang lain. Mereka mulai tertawa saat bercerita, beberapa saat kemudian. Pintu kamar Taro terbuka, mereka berdua melihat Rita yang keluar dari kamar Taro. Mia hanya tersenyum kepada Rita saat itu. Rita lalu permisi dengan mereka dan ingin pulang, karena hari sudah malam dan dia sudah diusir oleh Taro. Taro menyuruh dia pulang sekarang dan langsung belajar. Padahal baru jam delapan lebih dikit saat itu.
“Mia... Titip ini, tadi aku pinjam dari dia.” Adi memberikan HP yang dia pinjam dari Taro tadi. Rita terus berjalan saat itu.

“Ta...” Panggil Adi, dan Rita terdiam sebentar. Adi lalu mendekatinya.

“Ada yang ngantar...?”

“Aku pulang sendirian...” Adi lalu menghela nafas sekali.

“Aku antar kamu...” kata Adi sambil mengeluarkan kunci mobilnya.

“Ga usah... Aku bisa sendirian kok...” Adi menghela nafas lagi saat itu.

“Ini bukan kemauan aku, tapi Taro pasti nyuruh aku anterin kamu.” Rita tidak bisa mengelak lagi, dia lalu mengangguk dan ikut dengan Adi. Mereka berdua lalu berjalan keluar dari rumah sakit itu dan menuju parkiran. Saat keluar mereka bertemu dengan Jimmy yang datang menjenguk, Jimmy masih ingat kalau itu Rita.
“Wai...” kata Jimmy dengan gayanya.
“Makan temen kamu neh...” Jimmy berkata kepada Adi.

“Cuma nganterin Jim, mau gantiin aku...?”

“Ga lah... Ayu tenan Ta...” kata Jimmy menggunakan bahasa jawa, dia memang autis. Mereka berdua lalu meninggalkan Jimmy, dan Jimmy segera menaiki tangga dan menuju ke kamar Taro. Mereka sampai juga di mobil Adi, segera mereka masuk ke dalam. Adi langsung menyalakan mesin mobilnya dan membawa Rita pulang. Adi bertanya jalan sambil berbincang hal yang lain saat itu.
“Maaf... Aku ga niat marah-marah tadi, cuma kebawa suasana...”

“Ga apa-apa kok, aku juga pantas dimarahin...”

“Jadi maksudnya aku wakilin Taro marahin kamu gitu ya...” Rita tersenyum mendengar kata-kata Adi.
“Bukannya mau nyampurin urusan kalian, tapi udah liat dia berantakan kek gitu... Yah... Cuma yang di atas lah yang bisa nyembuin tuh anak...”

“Dia tadi bilang kalau dia belum bisa jalan...”

“Dia bilang gitu...?” Rita lalu mengangguk menanggapi Adi.
“Bukannya belum bisa jalan, tapi dia ga bisa jalan lagi...”

“Maksudnya...?”

LOST Chap 93

“Ta... Pinjem HP mau nelpon bentar...” Taro hanya mengangguk, Adi lalu mengambil HP Taro dan segera keluar dari kamar itu untuk menelpon seseorang. Setelah selesai menelpon muncul niat jahat Adi untuk membaca SMS Taro. Dia lalu pilihan pesan dan mulai membaca semua SMS tersebut.

Namun dia hanya mendapati SMS hari itu saja, karena Taro selalu menghapus semua pesan. Nama yang muncul hanya dari Rita dan untuk Rita. Adi kemudian membaca pesan tersebut, dia membaca pesan yang dikirim oleh Taro. Adi melihat kalau Taro berbohong saat itu, dia bilang kalau dia sedang kerja. Padahal Taro sedang terbaring dirumah sakit dan sama sekali tidak bisa berjalan. Kesal melihat SMS tersebut, Adi lalu berjalan ke resepsionis dan meminjam telpon rumah sakit. Dia menekan nomor HP Rita, beberapa saat menunggu akhirnya panggilan itu di jawab juga.

“Halo...” jawab Rita duluan.

“Rita...?”

"Iya... Ini siapa yah...?”

“Aku teman Taro...”

“Hmm... Ada apa...?”

“Ada apa...? Kamu tanya ada apa...? Apa kamu tau Taro sekarang di mana...?”

“Terakhir dia bilang lagi kerja...”

“Oh... Kerja yah... Kamu tau dia kerja di mana...? Dia kerja dirumah sakit gara-gara satu orang yang ga jelas, sampe-sampe dia kecelakaan dan sekarang... Sekarang... Dia lagi terbaring ga berdaya di tempat tidur... Paham...?” Adi terlihat sudah emosi saat itu, karena dia mendengar cerita tentang Taro sebelumnya dan menganggap kalau ini semua salah Rita. Rita yang mendengar cerita itu juga tidak percaya, karena kelakuannya dia menyebabkan Taro kecelakaan. Rita merasa sangat bersalah karena melontarkan ucapan yang membawa bencana itu. Mereka berdua terdiam sebentar, lalu Rita mulai berbicara pelan.

“Di mana...?” tanya Rita.

“Oh... Ngerasa salah...? Sebelumnya...? Apa...”

“Tolong katakan di mana...!” bentak Rita di dalam telpon itu, Adi lalu terdiam dan memberikan alamat itu kepada Rita. Rita kemudian menutup telpon itu. Dia berencana untuk mendatangi Taro sore itu juga. Rita langsung menelpon Allen dan memintanya untuk segera datang dan pergi ke rumah sakit tersebut.

Allen hanya kebingungan saat itu, dia juga tidak bisa menolak karena Rita sudah sering membantu dia. Beberapa saat kemudian Allen sudah sampai ke rumah Rita, dia membunyikan klakson mobil. Mendengar itu Rita langsung segera keluar dan masuk ke mobil Allen. Allen bertanya ada masalah apa, namun Rita hanya meminta Allen untuk membawanya ke sana. Beberapa saat ditempuh untuk sampai kerumah sakit tersebut. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang, akhirnya Rita sampai juga ke rumah sakit tersebut. Dia lalu berterima kasih kepada Allen dan berkata dia bisa pulang sendiri nantinya. Rita bergegas masuk kedalam rumah sakit itu dan menuju ke kamar Taro. Rita sampai di depan kamar Taro, dia melihat Adi yang sedang duduk diluar itu.

“Sudah datang...?” tanya Adi pelan.

“Dia ada di dalam...?” Adi hanya mengangguk, Rita lalu masuk ke dalam untuk melihat keadaan Taro. Taro mendengar suara pintu yang dibuka, dia mengira itu adalah Adi.

“Habis pulsa aku, Di...” kata Taro saat itu, namun ternyata yang datang adalah Rita.

“Ta...? Kok ada di sini...?” tanya Taro yang bingung melihat Rita mengetahui kalau dia ada dirumah sakit. Rita lalu berjalan cepat ke arah Taro dan langsung menamparnya dengan keras. Taro hanya terdiam saat itu, dia tidak mengerti kenapa di tampar begitu saja. Mata Rita mulai tergenang air, perlahan air mata tersebut mengalir turun ke bawah.

Dia menangis melihat keadaan Taro, Rita langsung memeluk Taro erat saat itu. Taro tidak tau apa maksudnya, namun dia merasa tenang saat itu. Badan Taro tidak seakan tidak bertenaga lagi saat itu, dia terjatuh lemah ke pelukan Rita. Rita masih menangis sambil memeluk Taro.
“Maaf...” kata Rita pelan, mendengar itu Taro tambah bingung lagi.

LOST Chap 92

“No thanks... Liat kamu uda bisa ngerasain kok... Lapar...?”

“Dah brapa lama aku ga makan...?”

“Yah... Sekitar empat lima tahuan gitulah...” jawab Jimmy sambil melahap makanan ringan yang ada di tangannya.

“Bliin sate donk...”

“Mana boleh makan gituan...” kata Mia mengkhawatirkan keadaan Taro.

“Entah nih anak, hobi cari penyakit memang...” Jimmy lalu berjalan ke sofa, dia menyalakan TV dengan remote yang ada di sofa. Taro terus meminta mereka untuk membelikan sate. Namun mereka tetap menolak, namun akhirnya mereka mengalah juga. Namun mereka hanya melakukan itu sekali saja. Mereka terus berbincang hingga malam tiba juga, Taro menyuruh mereka untuk pulang saja. Namun mereka tidak mau, Taro berkata kalau dia juga sudah sadar.

Jadi ga perlu di jaga lagi, dia menyuruh mereka untuk pulang mandi dan makan dulu. Mereka bertiga lalu mendengarkan Taro, Taro meminta Adi untuk membawa Mia pulang ke kosnya. Malam itu Taro sendirian di kamar, dia masih memikirkan kejadian kemarin. Dan lagi dia bingung kenapa kakinya tidak bisa digerakkan. HP Taro bergetar, ada SMS yang masuk saat itu. Dengan cepat dia langsung mengambil HP nya yang ada di sebelah. Taro segera membaca pesan tersebut, dia terkejut karena Rita yang mengirim pesan itu.

Rita menanyai keadaan Taro saat itu, dia juga minta maaf karena bersikap kasar kemarin. Namun Rita tidak mengatakan perasaannya, dia hanya minta maaf kepada Taro soal kemarin. Taro juga tidak menceritakan soal kecelakaan itu. Dia mengirim pesan layaknya orang yang sehat-sehat saja. Mereka terus berbalas pesan malam itu, hingga Rita mengatakan ingin belajar dulu. Taro mengerti itu, dia lalu tidak mengganggu Rita lagi. Taro kemudian tertidur lagi, beberapa saat kemudian pintu kamar Taro terbuka. Mia lalu masuk ke dalam kamar itu dan mendapati Taro sedang tertidur, dia tersenyum sedikit melihat Taro.

Lalu dia mendekati Taro dan melihatnya lebih dekat. Terdengar suara pintu yang terbuka lagi, Adi dan Jimmy masuk ke dalam. Mereka melihat Taro sedang tertidur, muncul pikiran iblis di kepala kedua pria itu. Mereka lalu mendekati Taro yang sedang tertidur itu, satu tamparan dari Jimmy mendarat di pipi Taro. Terang Taro langsung terbangun saat itu, bukannya meminta maaf mereka malah tertawa dengan itu. Sedangkan Mia tidak habis pikir kalau Taro mendapatkan teman seperti itu.
“Bagus kami nih... Orang sakit main di tabok...” kata Taro memegang pipi kanannya yang di tampar Jimmy tadi.
“Oh ya... Kaki aku ga mau gerak, dokter bilang apa tentang nih kaki.” Mereka bertiga tetap tenang menanggapi pertanyaan Taro, gelagat mereka juga tidak terlalu mencurigakan saat itu.

“Dokter bilang tuh kaki belum bisa di pake...” Adi angkat bicara duluan, dia berusaha membuat keadaan Taro itu terlihat lucu dan tidak parah.

“Mungkin brapa taun gitulah baru bisa jalan lagi...”

“Oh... Gitu ye...? Nyumpain nih ceritanya...?” Hanya Mia yang tidak ikut dalam lelucon mereka saat itu, dia tidak tega melihat Taro seperti itu.

“Katanya sih tuh kaki brubah jadi sisik nanti...” Jimmy juga menyambung.

“Baguslah kalau gitu, nih hidung brubah jadi insang...?” Taro menanggapi lelucon mereka, dia lalu memegang belakang kepalanya. Taro langsung melepas perban yang membalut kepalanya. Dia tidak suka dengan perban yang membalut kepalanya itu.

“Woi... Woi...” Jimmy bingung melihat tingkah Taro.

“Tata apaan sih...?”

“Kek mumi aku kalau gini, di lepas juga ga masalah kok...” Taro lalu melempar perban yang sudah dilepas dari kepalanya.

“Tuh kepala juga jadi Sphinx ujung-ujungnya...” Kata Adi yang melihat Taro melepas perban itu. Taro tetap cuek saja dengan ucapan mereka, dia memang tidak suka dibalut-balut. Mereka kemudian terus berbincang hingga malam, Mia juga mengakrabkan diri dengan kedua orang gila yang menemani Taro dari dulu. Adi menanyakan malam saat kejadian Taro sedang apa, dan Taro menceritakan namun tidak semuanya.

Sebagai teman Adi dan Jimmy tau kalau Taro menyembunyikan sesuatu, mereka memaksa Taro menceritakan semua itu. Akhirnya Taro juga menyerah dan menceritakan semua kejadian dari bagaimana dia bertemu dengan Rita di mall tersebut, dan di tempat parkiran hingga terakhir Taro tidak ingat apa-apa lagi setelah kejadian. Namun Taro menceritakan itu sebagai lelucon, dia merasa sama sekali tidak sakit hati. Karena Rita sudah mulai berkomunikasi lagi dengan dia, tapi Taro tidak mengatakan kalau mereka sekarang sudah saling bicara lagi. Dia hanya berhenti sampai malam sebelum kecelakaan itu.

Setelah jam menunjukkan pukul sepuluh lebih, Taro mengusir mereka semua untuk pulang. Dan lagi Taro menitipkan Mia kepada Adi untuk di bawa sampai ke tempat awal. Keesokan harinya Rita SMS lagi, Taro juga sudah bangun. Sedangkan Adi dan lainnya belum datang menjenguk, Taro juga berkata agar mereka mengurusi urusan mereka dulu. Dia merasa tidak perlu di jaga lagi karena sudah sadar, dan lagi dia juga bisa minta bantuan suster kalau ingin pergi ke kamar mandi atau membutuhkan sesuatu. Tentunya suster itu tidak ikut masuk ke dalam kamar mandi dan menemani Taro untuk buang air.

Rita menanyakan keadaan Taro saat itu, dan Taro bilang dia sedang kerja. Taro balik bertanya kepada Rita dan dia menjawab lagi bosan dengan pelajaran tersebut. Namun Taro menceramahi Rita untuk serius belajar, padahal dia sendiri dulunya sering bolos. Hari sudah sore, Adi datang menjenguk Taro dengan membawa beberapa buah. Dia meletakkan buah tersebut di meja Taro, Adi lalu duduk di sofa tersebut dan menyalakan TV. Adi kemudian mengeluarkan HP nya dan ingin menghubungi seseorang, namun memang lagi apes. Baterai HP nya habis, dan layar hitam yang muncul di HP nya.

LOST Chap 91

“Mia... Tolong tenang yah...” Jimmy mencoba menenangkan Mia dulu.

“Tadi malam dia kecelakaan...”

“Kecelakaan...?” Mia mulai kelihatan cemas saat itu, jelas dia terkejut mendengar Taro kecelakaan. Mia ingin langsung menerobos kedalam untuk melihat keadaan Taro. Namun tangannya di pegang Jimmy saat itu, Jimmy berusaha menjelaskan semuanya dulu agar Mia tidak terlalu berisik saat di dalam. Adi dan Jimmy kemudian berkata agar Mia tenang kalau melihat keadaan Taro saat didalam, Taro juga belum sadar. Jadi Mia diminta untuk tidak mengganggu istirahatnya.

Mia mengerti, mereka bertiga lalu masuk ke dalam. Mia segera mendekati Taro dan melihat keadaannya, melihat Taro yang berantakan seperti itu. Mia perlahan menjadi sedih, air mata mulai jatuh saat itu. Dia terisak dan menangis, Jimmy lalu menghampiri Mia dari belakang dan memberikan tissue yang diambilnya dari atas meja. Adi menepuk bahu Jimmy, dia berbisik.

“Jim... Aku balik dulu, nanti baru datang lagi.” Jimmy mengangguk dan menyuruh Adi untuk berhati-hati di jalan. Adi kemudian meninggalkan mereka di dalam sana. Dia segera menuju ke mobilnya dan langsung pulang. Mia masih memandang ke wajah Taro yang belum sadar dari tadi.

Dia kemudian berdiri dan bertanya kepada Jimmy untuk memberitahukan keadaan Taro yang sekarang. Jimmy mengajak Mia keluar untuk menjelaskan keadaan Taro, dia tidak ingin kalau Taro tersadar dan mendengar keadaan dia yang sekarang. Mia hanya mengangguk dan mengikuti Jimmy keluar.
“Aku kasih tau semuanya, tapi tolong... Jangan kasih tau Taro... Janji...?” Mia hanya mengangguk saat itu.

“Dokter bilang dia lumpuh...”

“Lumpuh...?” tanya Mia tidak percaya, Jimmy hanya mengangguk saat itu.
“Pasti becanda kan...?”

“Aku juga maunya cuma bencanda, tapi itu fakta... Aku harap kamu ga kasih tau dia soal ini, beban dia sudah banyak. Kami ga tau kalau dia denger masalah ini.”

“Kalian udah hubungin orangtuanya...?” Jimmy menggelengkan kepalanya.
“Kok gitu sih...?”

“Tenang... Bukannya ga mau, tapi belum tentu Taro juga ingin kasih tau masalah ini. Mereka sudah banyak masalah, kalau di tambah dengan ini apa kamu bisa membayangkannya...?” Mia mulai mengerti dengan maksud mereka berdua. Jimmy dan Mia terus berbicara mengenai masalah ini, Mia ingin membantu masalah administrasi Taro saat itu.

Sedangkan Jimmy hanya bisa menolak, namun Mia terus memaksa hingga akhirnya mereka menangguk biaya ini berdua. Setelah semua penjelasan sudah selesai, Jimmy dan Mia kembali ke dalam lagi menunggu Taro hingga tersadar.

“Aku mau pergi makan sebentar, kamu udah makan...?” Mia lalu mengangguk.

“Kalau gitu aku duluan, titip nih anak...” Jimmy keluar dari kamar Taro dan segera mencari makan. Di dalam Mia masih terus memandangi Taro yang tertidur itu. Mia menggenggam tangan Taro saat itu, dia lalu membelai rambut Taro. Beberapa saat kemudian, Jimmy masih belum kembali dan Adi juga belum datang. Mia lalu meletakkan kepalanya di tangan Taro saat itu, perlahan Taro terlihat sudah sadar. Mia masih belum sadar kalau Taro sudah bangun.

“Mia...” Panggil Taro pelan, Mia langsung menoleh ke arah Taro. Dia tersenyum dan sedikit menitikkan air matanya melihat Taro yang sudah terbangun. Taro lalu mengangkat tubuhnya sendiri dan duduk di atas ranjang itu. Saat dia dalam posisis duduk itu, nyeri di kepalanya muncul lagi. Taro langsung memegang kepalanya yang kesakitan itu, Mia panik dengan keadaan seperti itu.

“Ta... Kenapa...?” Taro tetap diam saja untuk beberapa saat, kemudian rasa nyeri itu hilang. Suara pintu yang terbuka terdengar, Taro dan Mia melihat siapa yang datang. Jimmy dan Adi terlihat masuk berdua saat itu, Jimmy membawa makanan kecil untuk selingan.

“Uda sadar Ta...?” tanya Jimmy duluan.

“Masih tidur sih...” jawab Taro bercanda, mereka semua tersenyum sesaat. Jimmy dan Adi lalu mendekati Taro dan melihat keadaannya.

“Gimana...?” sambung Adi.

“Apanya gimana...?”

“Pas terbang di jalan...” mereka sudah bisa bercanda seperti biasanya lagi saat itu.

“Susah di jelasin, Di... Mau coba...?” Taro tertawa berkata seperti itu.
“Mimpi itu jadi kenyataan...” bisik Taro dalam hati, dia pernah bermimpi mengalami kecelakaan persis saat dia mengenakan pakaian yang sama saat itu. Dia juga tidak bisa mengubah yang sudah terjadi, Taro tetap tenang menghadapi musibah tersebut.

LOST Chap 90

“Ngapain nginap di sana...? Kek ga ada kerjaan aja...”

“Iya, dia gantiin kami... Kami ada urusan besoknya, jadi kami minta tolong dia buat gantiin.”

“Oh gitu ya...” Adi kemudian memutuskan panggilan itu, dan Mia langsung tersadar. Kalau Taro hanya menginap kenapa dia tidak membalas pesan Mia. Mia berpikir mungkin Taro tidak ingin membuatnya cemas, dan Mia beristirahat malam itu.

“Kamu ga balik Jim...?” Jimmy lalu menggelengkan kepalanya.

“Bukannya besok harus kerja...?”

“Kamu juga ga balik...? Besok kan ada kuliah...” balas Jimmy.

“Ga ada yang nemenin Taro nanti, mungkin bentar lagi dia udah dipindah ke kamar.”

“Kalau gitu aku juga lagi nunggui dia pindah...” Adi kemudian berdiri dari duduknya.
“Aku mau beli makanan dulu di luar, mau...?” Jimmy kemudian mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikan kepada Adi untuk membelikan mereka makanan. Adi lalu pergi keluar untuk membeli makanan, di luar dia memesan nasi goreng. Dia kemudian mengeluarkan HP nya dan menelpon seseorang.

Dia berkata kalau besok tidak masuk kuliah, orang itu kemudian menanyakan kalau Adi ada di mana. Dia menjawab kalau ada dirumah sakit. Mereka kemudian berbicara dan Adi memutus telponnya. Dia barusan menelpon pacarnya untuk memberi kabar. Nasi goreng itu juga sudah selesai, Adi kemudian membayarnya dan segera masuk ke dalam lagi. Pas dia sampai di sana, terlihat petugas rumah sakit sedang memindahkan Taro ke kamar rawat inap. Jimmy mengikutinya, Adi kemudian mendekati mereka.

Terlihat infus yang menancap di tangan Taro dan kepalanya yang terbalut perban. Mereka terus berjalan sampai ke kamar Taro, mereka diizinkan untuk menemani Taro asal tidak berisik. Kamar itu untuk perorangan, Jimmy yang menanggung biaya administrasi Taro. Di sebelah ranjang Taro ada meja dan tissue di atasnya, Adi meletakkan HP dan dompet Taro di atas sana. Ada TV yang menggantuk di sana, dan ada sebuah kamar mandi. Mereka berdua menemani Taro malam itu, ada sofa yang lumayan panjang di sana.

Mereka berdua bisa berbagi tempat tidur saat itu. Adi dan Jimmy beristirahat di sofa tersebut dan perlahan mereka tertidur karena kecapean menunggui Taro dari tadi. Pagi pun tiba, mereka berdua belum terbangun dari tidur mereka. Taro juga masih belum sadarkan diri, jam menunjukkan angka sepuluh. Jimmy terbangun duluan saat itu, dia masih terlihat mengantuk. Jimmy kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah itu dia langsung keluar dari kamar Taro menuju meja resepsionis. Dia meminta kertas dan pena untuk menulis sesuatu.

Dia menulis pesan kepada Adi, Jimmy bilang kalau dia pulang dulu untuk mandi setelah itu datang lagi. Jimmy kemudian masuk lagi ke kamar Taro dan meletakkan kertas yang berisikan pesan itu di sofa. Kemudian dia segera keluar dari rumah sakit dan pulang. Jam terus berputar dan menunjukkan angka dua belas lebih, Jimmy sudah kembali dia mengenakan kaos berkerah juga berwarna putih dan celana panjang hitam. Dia segera menuju ke kamar Taro sambil membawa makanan, saat masuk ke dalam dia tidak melihat Adi. Namun dari dalam kamar mandi Adi keluar dan menyapanya. Jimmy kemudian memberikan makanan yang dibawanya untuk Adi.
“Makasi...” kata Adi sambil mengambil makanan tersebut.

“Belum sadar juga dari tadi...” Adi hanya menggelengkan kepalanya, dia berjalan ke sofa dan membuka makanan dari Jimmy itu.

“Makan dulu Jim...” Jimmy hanya mengangguk saat itu, Adi segera melahap makanan tersebut.

“Kapan sadar tuh anak...?” Tiba-tiba HP Taro berdering lagi, Jimmy langsung berdiri dan menjawab panggilan tersebut. Dia keluar dari kamar itu untuk berbicara. Saat itu Mia sudah berada di rumah sakit, dia tidak tau Taro ada di kamar berapa.

“Halo...” jawab Jimmy duluan.

“Halo...”

“Ini Mia yah... Langsung ke sini aja...” Jimmy memberitahukan kamar Taro kepada Mia, Mia segera ke sana dengan bingung. Karena bukan Taro yang menjawab panggilan tersebut. Perasaan Mia juga sudah tidak enak saat itu, Jimmy menunggui Mia diluar untuk menjelaskannya. Dia tidak mau kalau Mia masuk ke dalam dan membuat suasana menjadi histeris.

Selesai dengan makanan itu, Adi segera ke kamar mandi untuk kumur-kumur. Dia lalu keluar dan bertanya kepada Jimmy siapa yang menelpon, Jimmy lalu menjelaskan rencananya. Adi setuju dengan rencana Jimmy untuk menahan Mia dulu diluar. Terdengar suara derap kaki yang mendekat ke arah mereka, itu Mia dengan busana santai saat itu. Mia mengenakan celana pendek berwarna coklat dan kaos pink. Dia menyapa Adi dan Jimmy saat itu, Mia lalu mendekati mereka.

“Tatanya mana...?”

LOST Chap 89

“Arghhh...!” Adi menendang tempat sampah yang ada didekatnya saat itu dan tempat sampah tersebut terjatuh hingga menimbulkan suara, kecemasan bercampur panik membuat dia semakin emosi saat itu. Sedangkan Jimmy hanya diam saja melihat kelakuan Adi. Jam menunjukkan angka dua kurang sedikit, lampu UGD itu berubah. Mereka berdua lalu berdiri menghadap pintu ruangan itu menunggu dokter segera keluar. Pintu ruangan tersebut lalu terbuka, dokter yang manangani Taro keluar dari sana dan melepaskan maskernya.

“Dok, keadaannya gimana...?!” tanya Adi duluan saat itu.

“Kalian...?”

“Kami temannya...” sambung Jimmy, dokter itu hanya menarik nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya.

“Orangtuanya di mana...?”

“Dia di sini sendirian, keadaannya gimana...?”

“Kami sudah berusaha sebaik mungkin, tapi...” kata dokter sambil menggelengkan kepalanya

“Tapi apa dok...?!” tanya Adi semakin cemas melihat gelagat dokter itu yang menandakan hal buruk.

“Dia... Selamat... Namun beberapa organ dalamnya ada yang rusak. Ada benturan keras di kepalanya, dan itu bukan karena kecelakaan ini. Yang kami lihat di dalam benturan di kepalanya itu sudah terjadi sebelum kejadian ini.”

“Dasar bodoh...!” Adi memaki Taro dalam hatinya.

“Terus... Apa lukanya cukup serius...?” tanya Jimmy untuk memperjelas keadaan Taro.

“Dia akan sering merasakan nyeri di kepalanya saat sadar, kabar baiknya dia masih selamat...”

“Namun kabar buruknya, kecelakaan itu menyebabkan kakinya lumpuh...”

“Lumpuh...?” tanya Jimmy, dan dokter itu hanya mengangguk.
“Maksud anda dia harus di atas kursi roda selamanya...” tanya Adi, dan dokter itu mengangguk lagi.
“Apa ada kemungkinan dia bisa berjalan lagi...?”

“Kemungkinan selalu ada, tapi untuk yang satu ini sangat kecil. Maaf... Saya permisi dulu...” Adi kemudian terduduk saat itu, sedang Jimmy juga tidak bisa berkata apa-apa. Sesaat kemudian seorang suster keluar dari sana, Adi dan Jimmy melihat suster tersebut.

“Kalian...?” tanya suster tersebut.

“Kami saudaranya...” Kata Jimmy, pernyataan dia berbeda dari sebelumnya.

“Oh... Barang-barangnya bisa kalian ambil di depan. Permisi...”

“Aku ambil barang Taro dulu...” kata Jimmy, dan Adi hanya mengangguk sambil menunggu di sana. Jimmy berjalan ke depan dan mengambil barang Taro. Ada sebuah dompet dan HP yang ada bercak darahnya di sana, keadaan HP tersebut tidak seperti biasanya lagi. Namun layar masih bisa dilihat saat itu. Ada beberapa pesan, Jimmy kemudian membuka dan membaca pesan tersebut.

Semua pesan itu berasal dari Mia yang menanyakan Taro ada dimana. Jimmy tidak tau harus berbuat apa, dia kembali ke tempat Adi lagi dan memberikan HP itu kepada Adi. Adi juga bingung harus bagaimana, mereka kemudian sepakat untuk mengatakan ini kepada Mia. Saat itu Mia sedang ada di kamar kosnya, HP nya tiba-tiba berdering. Nomornya juga tidak dikenal. Itu nomor Adi yang menghubunginya dari rumah sakit.

“Halo...” jawab Mia duluan dengan suara lesu, dia terbangun dari tidurnya saat itu.

“Ini Mia...?”

“Ya... Ini siapa yah...?”

“Ini Adi... Taro sekarang ada dirumah sakit.”

“Rumah sakit...? Dia ngapain di sana...?”

“Dia mungkin nginap semalam di sini, kalau kamu mau ketemu dengan dia datang saja ke sini besok.” Adi berkata demikian, dia tidak bilang kalau Taro kecelakaan. Dia menutupi kejadian ini karena takut Mia akan cemas dan segera menyusul ke rumah sakit itu, dia pikir bukan sesuatu yang baik kalau Mia menyusul Taro ke rumah sakit. Karena hari sudah malam dan Mia mungkin akan pergi sendirian, hal itu akan membahayakannya Mia.

LOST Chap 88

“Pikirin sendiri, ini masalah kalian... Aku ga mau ikut campur lagi...” Rita terus meminta saran dari Allen, ternyata Allen bukanlah pacar atau teman. Namun Allen itu sepupu Rita, dan dia hanya minta ditemeni oleh Rita untuk membeli sesuatu. Namun barang yang dicari tidak ada, malah Allen terpaksa harus memukul seseorang saat itu.

Di tempat Taro, dia terlihat masih terdiam di sana. Taro kemudian menghela nafas panjang untuk menenangkan pikirannya. Dia segera masuk ke dalam mall itu untuk turun dan segera meninggalkan tempat tersebut. Taro berusaha tetap tenang saat itu, dia terus menuruni mall itu dan sampai ke bawah. Dia lalu berjalan keluar dari mall tersebut, tiba-tiba HP Taro berdering. Dia lalu menjawab panggilan tersebut, ternyata dari Adi yang mengajak Taro untuk pergi malam itu.

Mereka lalu berbicara malam itu, Taro tetap tenang saat berbicara dengan Adi. Dia lalu menyebrang untuk mencari taksi, saat melangkah kedepan. Kepala Taro langsung terasa nyeri lagi, mungkin karena benturan barusan dan lagi dia habis dipukul oleh Allen saat itu. Taro langsung terdiam di sana menahan rasa nyeri di kepalanya, dan...

Malam itu juga, terlihat Adi sedang buru-buru. Dia langsung turun dari mobilnya dan berlari masuk ke dalam sebuah gedung, itu adalah rumah sakit. Adi terus berlari menghampiri resepsionis.
“Kamar pasien yang barusan masuk nomor brapa...!” tanya Adi sudah panik saat itu, dia terus memaksa resepsionis itu untuk cepat mencari kamar yang dia tanyakan.

“Ada beberapa orang yang baru masuk sini mas, namanya siapa...?” Adi sudah panik sekali saat itu.

“Taro...!” resepsionis itu lalu menjelaskan kalau Taro ada diruang UGD, Adi langsung bergegas naik ke atas dan menuju ke ruangan tersebut Taro. Dia menghubungi Jimmy tentang kejadian ini. Terang Jimmy juga terkejut mendapat kabar dari Adi, dia langsung bergegas dan menuju ke rumah sakit tersebut.

Adi sudah sampai di depan ruang UGD itu, namun terlihat ada dokter di dalam ruangan tersebut sedang melakukan sesuatu terhadap Taro. Dia menunggui dokter tersebut dalam keadaan panik, Adi terus mondar-mandir saat itu. Seketika dia duduk dan berdiri lagi, Adi terus menunggui dokter tersebut. Namun sepertinya keadaan di dalam masih genting, dan mereka yang ada di dalam ruangan itu sedang berusaha. Jimmy lalu datang dan memanggil Adi. Dia mengenakan kaos berkerah berwarna hitam dan celana panjang biru.
“Di...!” teriak Jimmy dan menghampirinya dengan cemas juga.
“Kok jadi gini...?” tanya Jimmy sambil melihat keadaan di dalam ruangan tersebut.

“Tadi sore Taro ngajak aku pergi, tapi aku masih ada kuliah...”
“Selesai kuliah aku langsung hubungin Taro, tapi pas lagi ngomong dia langsung diam. Aku juga denger suara keras gitu, aku panggil-panggil dia ga jawab sama sekali. Terus ada orang yang jawab, dia bilang kalau Taro kecelakaan tadi. Langsung di bawa ke rumah sakit, dia kasih aku alamatnya.”

“Ck...! Udah telpon rumah Taro...?” Adi hanya menggeleng.
“Ngapain sih...! Langsung telpon ke rumahnya kasih kabar kek...!” Jimmy langsung menekan nomor telpon rumah Taro untuk memberitahukan kejadian ini kepada orangtuanya.

“Jim...!” Adi menghentikan Jimmy menelpon orang tua Taro.

“Apa sih...! Kasih tau orangtunya lah...!”

“Bukannya aku ga mau...! Tapi kau juga tau kan Taro gimana sama orangtuanya, tunggu dia dulu...!”

“Ya...! Tapi...! Arhhh...! Kalau udah gini ga bisa nunggu lagi...!” mereka berdua mulai bertengkar saat itu, orang-orang melihat mereka yang sedang bertengkar.

“Aku bilang nanti dulu...!” bentak Adi makin menjadi-jadi, perkelahian pun tak terelakkan saat itu. Mereka berdua mulai saling memukul, satpam yang melihat segera melerai mereka berdua. Satpam itu langsung menenangkan mereka, mereka berdua juga mulai tenang. Adi langsung duduk di kursi di depan kamar UGD itu dan memegang kepalanya, dia juga bingung dengan kejadian ini.

Sedangkan Jimmy tidak jadi menghubungi orang tua Taro, dia bersender di dinding. Mereka juga tidak berbicara saat itu, Adi dan Jimmy terus menuggui dokter tersebut keluar dan memberi penjelasan tentang keadaan Taro. Mereka berdua terus menunggu saat itu, dokter juga tidak kunjung keluar. Mereka semakin cemas dengan keadaan Taro, Jimmy kemudian beranjak dari tempatnya.

“Aku keluar bentar, mau nitip minum...?” tanya Jimmy yang mau membeli minuman saat itu, Adi hanya mengangguk saja. Jimmy terus berjalan keluar dari rumah sakit tersebut untuk membeli minuman diluar. Kemudian Jimmy mampir ke sebuah warung untuk membeli minuman, dia mengambil bungkus rokok di sakunya. Jimmy mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya, dia menghisap rokok tersebut untuk menenangkan pikirannya juga. Setelah rokok tersebut habis, dia langsung masuk ke dalam lagi dan menemui Adi. Jimmy berjalan mendekati Adi dan memberikan botol minuman tersebut.

“Masih belum selesai juga...?” Adi menggelengkan kepalanya, dia tidak berbicara saat itu. Jam dinding menunjukkan jam dua belas lebih saat itu, mereka berdua terus menunggu dokter itu. Jam berputar lagi menunjukkan angka satu, Adi berdiri dari tempat duduknya. Dia meletakkan minuman itu di kursi sebelahnya. Adi mulai mondar-mandir tidak jelas saat itu, nafasnya juga tidak teratur.

LOST Chap 87

“Gak...!” teriak Rita menghentikan ucapan Taro, matanya juga sudah mulai berkaca-kaca.
“Aku ga pernah ada perasaan itu semua... Aku benci kamu...!” setetes air mata mulai jatuh dari mata Rita. Melihat itu teman Rita juga tidak tahan, dia langsung mendekati Taro. Dengan sopan dia berkata.

“Jangan buat dia nangis lagi, aku mohon jangan dekati dia lagi...” namun Taro tidak menghiraukan ucapan pria tersebut, dia hanya ingin berbicara dengan Rita.

“Tolong jawab aku dengan jujur, Ta... Apa dulu kamu benar-benar sayang dengan aku...? Apa dulu...” Taro masih saja menekan Rita.

“Diam...! Aku ga pernah sayang dengan kamu...! Aku benci sama kamu...!” air mata Rita mulai mengalir saat itu, melihat itu cowok yang bersama Rita langsung langsung memegang bahu Taro dan menyenderkan Taro pada pilar di tempat parkir itu.

“Tolong... Aku minta dengan baik-baik, jangan... Ganggu... Rita lagi...” Taro masih berontak, dia ingin melepaskan dirinya dari cowok tersebut. Namun malah cowok itu menghantamkan Taro ke pilar tersebut, kepala Taro terbentur pilar itu.
“Cukup...!” bentak orang itu.
“Kali ini aku ga bakal segan-segan lagi... Tolong liat situasi...” Taro masih saja ngeyel dan berusaha melepaskan dirinya, orang itu juga terang menjadi kesal dengan Taro. Sebuah pukulan didaratkan ke pipi kanan Taro, Rita yang melihat itu langsung melerai mereka.

“Udah Al... Kita pergi aja...” kata Rita kepada orang itu, cowok itu bernama Allen. Mereka lalu meninggalkan Taro yang terdiam dan bersender di pilar tersebut. Sebelum mereka berbalik dan meninggalkan Taro, Taro mulai berbicara pelan lagi.

“Apa harus sampai aku sudah pergi baru bisa denger kalimat kalau kamu sayang dengan aku...?” tanya Taro dengan suara kecil.

“Ya...! Aku senang sekali kalau kamu ga ada lagi disini, jangan pernah ganggu aku lagi...!” Rita masih menangis dan memaki Taro, dia lalu segera masuk kedalam mobil. Sedangkan Allen mendekati Taro dan menepuk bahunya, dia lalu masuk kedalam mobil dan meninggalkan Taro yang masih bersender di pilar itu.

“Dia siapa Ta...?” tanya Allen saat mereka ada di mobil.

“Udahlah, ga usah di bahas...”

“Napa dia tiba-tiba nanya soal gituan...? Memangnya kamu benar-benar benci dengan dia...?”

“Aku pengen banget benci dia, Al... Tapi ga bisa, moga-moga aja dia udah ga ngarapin aku lagi...”

“Jadi kamu sayang dengan dia...? Kenapa ga jujur aja...?”

“Ceritanya panjang, Al... Ga perlu dibahas juga masalah ini...” Rita masih terisak saat itu.

“Coba ceritain...” Allen terus memaksa Rita untuk bercerita tentang Taro, dan Rita menyerah juga. Dia menceritakan semua kejadian itu hingga Taro menyusulnya ke sini.
“Aku salut dengan dia...” kata Allen sedikit tersenyum.
“Udah jarang lho cowok jaman sekarang yang bisa nunggu sekian tahun... Apalagi sampai nyusul, bahkan dia sendiri susah hidupnya.”

“Aku kasian sama dia Al, kalau dulu aku ga masuk ke hidup dia. Mungkin dia sudah ga ada beban seperti ini...”

“Kalau kasian, harusnya kamu tadi ngomong jujur...”

“Kalau misalkan aku jujur tadinya, mungkin aku bakal buat dia tambah sengsara Al... Itu sama aja aku ngasih harapan kosong ke dia...”

“Harapan kosong...? Emang kamu sama sekali ga ada niat buat rujuk... Biarpun udah liat dia segitu betahnya nungguin...?”

“Jadi aku harus gimana...? Aku juga sebenarnya ga mau nyakitin dia, Al...”

“Fuh...”
“Saran aku sih, mendingan minta maaf aja. Terus jelasin semua baik-baik, dan kasih tau alasan yang masuk akal.”

“Apa...?” tanya Rita yang bingung harus menjelaskan semua ini kepada Taro.

LOST Chap 86

“Ehm... Hati-hati aja kalau pulang...” Taro mengangguk-anggukan kepalanya. Mamanya hanya menghawatirkan keadaan Taro juga, memang benar kata pepatah. Sejahat apapun orangtua, pasti tetap menyayangi anaknya. Dan itulah yang terjadi dengan Taro, dia kemudian menyelipkan kembali HP nya di dalam saku celana.

“Sapa...?” tanya Kiki sambil mencuci piringnya.

“Orang rumah... Tiba-tiba nelpon gitu...”

“Oh... Kirain cewek...”

“Emank cewek kok... Ck ck ck... Satu aja Ki, jangan banyak-banyak. Kerepotan Tar...” Kata Taro sambil menuangkan juice yang tadi di blender olehnya. Akhirnya kerjaan mereka sudah selesai juga, Taro langsung pulang duluan saat itu. Dia bergegas ke kosnya untuk mandi dan segera berangkat ke mall pertama dia dan Rita bertemu. Taro berlari terus saat itu, dia lalu menaiki tangganya dengan langkah yang besar. Kemudian Taro mengambil kunci kamar kosnya dan segera masuk ke dalam.

Dia meletakkan dompetnya di atas meja, kemudian Taro menelpon seseorang saat itu.
“Halo... Di... Sibuk...” Taro menelpon Adi saat itu.

“Lagi di kampus nih, napa...?”

“Oh... Ga lah, rencana mau ngajak jalan tadi...”

“Malam aja kalau mau, nanti kukabari lagi. Bentar lagi kelas dimulai, Ta...”

“OK...” Taro mematikan telponnya, dia lalu menaruh HP dia di atas dompetnya. Taro berjalan ke arah lemarinya dan mengambil kemeja dan celana panjang berwarna putih. Plus dengan kaos putih juga untuk baju dalam. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi dan cebar-cebur beberapa saat.

Taro sudah menyelesaikan urusan di dalam kamar mandi, dia segera mengeringkan rambutnya dan menyisirnya. Penampilan sudah rapi, Taro lalu mengambil HP dan dompetnya. Dia lalu mengambil kaos kaki dan memakainya, segera Taro mengenakan sepatu itu juga dan langsung berangkat. Orang-orang yang berada di kos itu melihat Taro dengan keheranan, berpakaian serba putih seperti hantu saja. Dia lalu menuruni tangga dan keluar dari komplek kos tersebut untuk menunggu taksi.

Taro terpaksa menggunakan taksi karena Adi tidak bisa mengantarnya, mana ongkos taksi juga mahal. Dia tidak mengerti jalan kalau naik angkot, namanya juga anak baru pindah. Taro menghentikan sebuah taksi saat itu, dia langsung masuk ke dalam dan hanya mengatakan nama mall yang ia tuju. Dan taksi itu berangkat dengan segera, jalanan cukup senggang waktu itu. Jadi Taro bisa sampai ke sana lebih cepat dari biasanya. Taksi itu lalu berhenti di depan mall tersebut, Taro lalu membayar biaya transport dan langsung turun dari taksi itu.

Taro segera memutar mall tersebut, sekalian melihat-lihat barang yang menggoda matanya. Cukup lama juga dia berkeliling di sana, dia terus berharap dalam hatinya agar bertemu dengan Rita. Karena SMS dan telponya sama sekali tidak dibalas. Dia seperti orang aneh saja yang dari tadi hanya naik dan turun dari mall tersebut. Hari juga sudah mulai gelap di luar, Taro masih belum menemukan orang yang dia cari. Taro lalu naik ke lantai teratas dan melihat situasi dari sana. Banyak orang yang melewati belakangnya, dan Taro seperti merasa aneh saat itu.

Dia menoleh ke belakang dan melihat seseorang yang sedang berjalan dengan cowok. Taro mulai berpikir dan memberanikan diri untuk mendekati pasangan tersebut. Mereka tidak terlihat bergandengan tangan atau seperti orang pacaran. Taro tidak langsung memanggilnya, dia terus mengikuti mereka berjalan. Sepertinya mereka mengarah ke parkiran saat itu, Taro juga ikut menuju ke sana. Suasana parkiran saat itu sangat sepi, Taro terus berjalan di belakang mereka hingga mereka menuju ke mobil yang diparkir itu. Sebelum mereka berdua masuk ke dalam mobil, Taro membranikan dirinya untuk memanggil.
“Tata...?” sahut Taro dengan suara kecil. Dan mereka berdua melihat ke arah Taro, entah suatu kebetulan atau apa Taro dapat menemukan Rita saat itu. Dia merasa lega namun juga merasa kacau karena melihat Rita berjalan dengan seorang cowok.

“Siapa...?” cowok itu bertanya dengan Rita, sedangkan Rita masih memandang Taro saat itu. Taro kemudian berjalan mendekatinya.

“Sudahlah...” Kata Rita kepada Taro pelan, Taro pun berhenti mendengar kata itu.
“Jangan dekati aku lagi, aku mohon...” Taro juga semakin tidak berkutik mendengar kata-kata itu, sedangkan cowok yang bersama Rita itu melihat ke arah Taro dengan kebingungan.
“Ga ada untungnya kamu terus gini, jalan hidup kamu juga masih panjang. Aku juga...” Taro langsung memotong pembicaraan Rita.

“Apa pernah...?” kata Taro pelan membalas semua ucapan Rita.
“Aku bingung, apa pernah kamu sayang dengan aku...? Apa ada...? Bahkan hanya setitik perasaan di hatimu yang masih sayang dengan aku...?” kata Taro sambil mendekatkan ibu jari dan telunjuknya sebagai simbol setitik.
“Apa pernah... perasaan itu...”

LOST Chap 85

Taro lalu berjalan ke depan pintu kamar Mia, dia lalu mengetuk pintu kamar Mia. Terlihat emosi Taro juga sudah menurun, tidak seharusnya dia melakukan hal kasar itu. Taro terus mengetuk pintu kamar Mia dan memanggilnya, namun tidak ada jawaban saat itu. Tanpa segan Taro membuka pintu kamar tersebut yang ternyata tidak terkunci, Taro langsung masuk ke dalam. Terdengar suara tangisan saat itu, Taro terus masuk kedalam dan melihat Mia yang sedang menangis di tempat tidurnya. Mia terduduk sambil menundukkan kepalanya saat itu. Taro lalu mendekati Mia dan duduk didepan Mia yang masih tertunduk itu.

“Mia...” panggil Taro kecil, namun Mia tidak menjawabnya. Mia terus menangis saat itu.
“Mia... Maafin aku yah...” Taro memegang kepala Mia, namun Mia menjauhi Taro lagi. Dia tetap tertunduk dan menangis.
“Tadi malam Richard datang, terus kami sempat berbicara sebentar. Dia bilang kalau dia ingin pergi keluar negri untuk beberapa waktu dan menitipkan Mia kepadaku. Namun aku malah buat Mia nangis... Aku ga tau harus ngomong apa kalau dia nantinya tau kejadian ini.” Mia langsung memeluk Taro saat itu, dia masih menangis dan tidak berbicara apa-apa. Sedang Taro juga merasa bersalah karena kejadian barusan.

Dia lalu membelai rambut Mia sekali dan melepas pelukannya. Taro kemudian melihat Mia yang masih menangis itu, Taro mengusap air mata Mia yang masih mengalir tersebut.
“Maaf ya...” Mia berkata kecil seperti itu, Taro hanya tersenyum mendengar Mia.

“Udahlah, aku juga salah kok... Tapi aku minta, ini urusan aku sendiri. Biarin aja aku yang nyelesein...” Mia mengangguk, dia melihat tangan kanan Taro yang berdarah akibat memukul pintu tersebut.

“Sebentar...” kata Mia pelan, dia lalu berdiri dan mencari kotak obat untuk mengobati tangan Taro yang terluka itu. Mia lalu mengambil kotak obat tersebut dan duduk di depan Taro. Dia menarik tangan Taro dan segera mengobatinya, Taro berusaha menahan perih saat diobati Mia.

Saat itu mereka hanya diam dan tidak banyak bicara. Mia lalu membalut luka Taro dengan perban, sedikit berantakan saat itu. Masih saja suasana terdiam dan terasa dingin, beberapa saat lama berdiam diri. Taro berdiri duluan, dia lalu keluar dari kamar Mia. Mia juga tidak banyak bicara saat itu, Taro kemudian bergerak ke kamarnya. Taro langsung ke atas tempat tidurnya dan segera istirahat dengan pikiran yang masih runyam.

Keesokan harinya Taro terbangun, dia tidak ingin banyak berpikir lagi. Taro ingin berangkat kerja dan berkumpul dengan yang lainnya, sebelum masuk ke kamar mandi Taro melepas balutan tadi malam itu. Perban itu dibuang Taro ke tempat sampah, masih terlihat sedikit warna merah di perban tersebut. Tangan Taro juga belum sembuh sepenuhnya, walaupun itu bukan luka yang parah. Dengan pikiran yang sudah tenang Taro lalu berangkat kerja saat itu, di tempat kerja teman-temannya sudah hadir semua.

Taro memang yang paling sering terlambat di sana, terlihat Kiki masih melakukan hal biasa. Dia selalu menggoda Lily, Taro melihat mereka berdua kejar-kejaran di dalam rumah makan itu dan dia tertawa kecil.

“Ehem...” Taro pura-pura batuk saat itu, mereka berdua lalu berhenti dan segera kembali mengerjakan bagian mereka. Yang lain hanya senyum-senyum saat itu. Kiki kembali ke dapur saat itu bersama Taro, tidak sengaja dia melihat tangan Taro yang sedikit terluka.

“Napa tuh tangan loe...?”

“Hah...? Oh ini... Jatuh maren...”

“Jatuh kok lukanya gitu...?”

“Mang gimana...? Contoin donk...” Taro lalu celemek tersebut dan dikenakannya.

“Males banget...”

“Ngapa...?” tanya Taro yang celemeknya sudah di pasang.

“Minggu masih harus kerja, pengen libur kali-kali...”

“Mau... Cuti permanen aja...” jawab Taro tertawa kecil. Taro dan lainnya kembali bekerja saat itu, memang terasa membosankan untuk bekerja di hari minggu. Namun mereka tidak bisa menolak lagi, tetap saja mereka harus menjalankannya. Taro berniat untuk pulang lebih cepat saat itu, dan dia ingin pergi ke mall tempat dia bertemu dengan Rita. Pikirannya mungkin saja ada keberuntungan saat itu yang bisa membuat mereka bertemu lagi. Di tempat lain, terlihat seorang wanita yang sudah berumur. Hati wanita itu terlihat sedang gundah juga, dia lalu mengambil telpon rumahnya dan menghubungi seseorang.
“Ya...” Taro mengangkat HP nya, seseorang menghubunginya saat itu. Wanita tersebut adalah mamanya Taro.

“Kamu di mana...?” tanya mamanya Taro.
“Lagi kerja kok... Ga ngapa-ngapain... Ada masalah apa...?”

LOST Chap 84

“Eh... Kamu nganggep Taro sekarang apa...?”

“Temen aja kok...”

“Ada rencana buat balikan gitu...?” Rita tidak menjawab pertanyaan Mia.
“Waktu dia cerita soal kamu, dia senang banget... Ekspresinya benar-benar beda pas ngomongin kamu...”
“Tapi pas cerita soal yang sedih gitu, matanya langsung berkaca-kaca mau nangis gitu... Apa kamu ga kasian sama dia...? Benar-benar ga mau balikan lagi...?”

“Perlu di jawab...? Kamu juga perhatian sama dia, ngapa ga dipacarin aja...?” mereka lalu mulai membicarakan soal Taro, dan lagi Mia tidak sadar dengan pembicaraannya. Rita sudah mulai tidak suka dengan pembicaraan tersebut. Namun Mia tidak bisa melihat situasi, dia terus memaksa Rita untuk kembali dengan Taro. Mia ingin sekali membantu Taro, namun cara yang dia gunakan sepertinya tidak tepat saat itu. Taro juga tidak pernah meminta Mia untuk membantu hubungannya.

Taro ingin menyelesaikan masalah dia sendiri, Mia sudah kelewatan saat itu. Dia terus memohon kepada Rita untuk menerima Taro kembali. Rita sudah mulai kesal, namun dia tidak memperlihatkannya. Dia segera beralasan harus segera pergi, Rita lalu meninggalkan Mia sendirian di sana. Mia yang sudah berusaha itu merasa gagal dengan upayanya. Mia lalu beranjak dari sana, dia lalu berencana untuk pulang ke kosnya. Taro juga sudah selesai dari tempat kerjanya saat itu, namun dia masih menyempatkan diri untuk bermain sebentar dengan Ricky dan lainnya. Setelah puas bermain, Taro lalu kembali ke kamar kosnya.

Dia berjalan menaiki tangga itu dan mengeluarkan kunci kamar dari saku celananya. Taro lalu membuka pintu kamarnya dan segera masuk ke dalam. Di dalam, Taro mengeluarkan HP nya di taruh di atas meja. Taro lalu mengambil pakaiannya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Selesai dari kamar mandi, dia langsung keluar dari sana dengan tangannya yang masih memegang handuk dan mengeringkan rambut. Taro melihat HP nya di atas meja dan menuju ke sana, dia melihat ada sebuah SMS yang masuk. Taro kemudian segera membacanya, itu SMS dari Rita yang berisikan kalau dia tadi bertemu dengan Mia. Dan mereka sempat berbicara beberapa saat, Rita berkata kalau Mia adalah orang yang baik. Dan dia menyarankan agar Taro bersama dia saja, dan jangan pernah mencarinya lagi.

Ternyata Mia sudah melakukan kesalahan saat itu, dia membuat kacau hubungan yang selama ini Taro bentuk. Terang Taro membalas SMS tadi dengan perasaan sedikit takut, Taro berusaha meyakinkan Rita kalau dia tidak menyuruh Mia untuk melakukan hal tersebut. Namun Rita juga tidak ingin mendengar penjelasan Taro lagi, mungkin terlihat kalau Rita saat itu mudah sekali mengambil sebuah keputusan tanpa mendengar alasan orang lain lagi. Namun Rita berpikir kalau ini yang terbaik, dia tidak ingin Taro terus menunggu sesuatu yang tidak pasti. Dan Rita juga ingin melihat Taro bersama dengan orang lain, dan tidak terus sendirian hingga saat ini. Dan lagi tadi dia melihat Mia yang begitu sangat perhatian dengan Taro dan itu membuat Rita berpikir kalau Mia akan lebih baik dari dia nantinya.

Rita sengaja menghindari Taro agar Taro tidak terus menunggu dirinya yang belum tentu ingin kembali lagi. Rita tau kalau Taro tidak akan menyuruh orang lain untuk membantu hubungannya, kalaupun dia meminta bantuan orang lain. Itu mungkin hanya untuk mencarikan nomor telepon atau menanyakan keadaan. Rita tidak membalas SMS Taro lagi, dia membalas SMS terakhir dengan isi agar Taro tidak terus hidup dalam sesuatu yang tidak pasti. Menghadapi situasi seperti ini Taro terang menjadi sangat kecewa dengan Mia, namun dia tetap menjaga emosinya. Dia lalu keluar dari kamarnya untuk menenangkan perasaannya yang sedang kacau karena masalah tersebut. Beberapa saat kemudian terlihat Mia naik ke atas kos. Dia melihat Taro sedang berdiri di depan kamarnya saat itu.

Mia lalu menghampiri Taro dan memegang bahunya dari belakang. Taro terkejut sesaat, dia baru sadar kalau Mia ada di dekatnya. Taro tetap tersenyum seperti biasanya, dia mengurungkan niatnya untuk bertanya apa yang dilakukan Mia tadi. Mia kemudian berkata kalau dia bertemu dengan Rita tadinya, Taro masih berlagak pura-pura tidak tahu akan hal tersebut. Sampai Mia menceritakan kalau dia memohon kepada Rita agar mau kembali dengan Taro, saat Mia menceritakan kejadian tersebut barulah Taro menjelaskan semuanya.
“Maaf yah...” kata Mia, sepertinya dia mengetahui kalau caranya tadi itu salah.

“Aku tau kok, tadi dia juga ada SMS.” Taro masih berusaha menenangkan emosinya saat itu, Mia juga merasa bersalah saat itu.
“Mia emang ga seharusnya ngomong kek gitu, tapi ngapain terus ngarapin dia yang sama sekali ga hargai orang yang sayang dengan dia...” Mia terus berbicara saat itu, inti dari pendapatnya kalau Rita itu tidak berperasaan dan tidak menghargai perasaan Taro. Taro juga terlihat kesal saat itu, dia lalu memegang kedua bahu Mia dan menyenderkannya ke pintu kamar Taro.

“Mia... Ini urusanku... Jangan ikut campur dalam urusanku...” Taro sudah terlihat emosi saat itu, nada berbicaranya juga sudah lain saat itu.

“Buat apa...?! Buat apa terus belain dia...?!” Mia masih tetap berbicara, sedangkan Taro semakin emosi mendengar Mia yang terus mengatakan hal jelek tentang Rita. Taro yang sudah tidak tahan lagi langsung melepas tangan kanannya dan memukul pintu kamarnya sendiri. Mia langsung terdiam melihat Taro yang berbeda dari biasanya. Mata Mia yang berkaca-kaca tadi langsung meneteskan air matanya, Mia langsung masuk ke dalam kamarnya sendiri sambil menangis. Beberapa orang di sana hanya melihat Taro yang sedang marah itu, Taro terdiam sebentar. Dia lalu menurunkan tangannya yang berdarah karena memukul pintu tersebut.

LOST Chap 83

“Malem... Snack... ( nama Taro seperti nama makanan ringan )” Richard mendatangi Taro malam itu, namun Taro sepertinya tidak begitu ambil pusing dengan kedatangan Richard. Taro lalu mematikan lagunya.

“Masalah apa... Charger... ( Richard diubah Taro sebagai Recharge seperti alat untuk mengisi baterai )” Richard tersenyum mendengar itu, dia lalu berdiri di sebelah Taro.

“Mia... Sudah tidur...?” Mereka berdiri berlawanan arah saat itu, Taro membelakangi langit dan Richard yang menghadap ke langit.

“Barusan masuk ke kamarnya... Kenapa...?”

“Srek, tinggal di sini...?”

“Mayan... Paling kalau udah bosan ya kabur lagi...”

“Hengh...” Richard tertawa kecil mendengar pengakuan barusan.
“Kalau dipikir-pikir aneh juga kita bisa kek gini sekarang...”

“Jadi pengennya ribut-ribut terus gitu...?”

“Gue titip Mia beberapa hari ke depan, besok harus berangkat ke luar negri.”
“Ga ngomong sendiri...? Sewa bodyguard atau apa gitu...”

“Hah... Dia caya sama loe, jadi gue ikut aja. Kalau dia ga kenal loe juga udah gue sewain bodyguard mungkin.” Mereka berdua tersenyum bersama. Malam itu mereka terus berbincang-bincang seperti teman yang akrab. Setelah itu Richard pergi untuk segera berangkat keesokan harinya, dalam beberapa hari kedepan dia baru akan kembali.

Taro juga masuk ke dalam kamarnya dan berberes-beres, setelah semua selesai dia langsung melepas lelah untuk menjalani hari esok lagi. Paginya Taro terbangun dari tidur, jam masih menunjukkan pukul delapan kurang saat itu. Taro lalu segera bersiap-siap untuk berangkat kerja pagi itu, dia melakukan rutinitasnya seperti biasa. Selesai dengan rutinitas di dalam kamar, Taro langsung berangkat ke tempat kerjanya. Taro lupa membawa HP nya saat itu, dia meletakkannya di atas meja dan segera berangkat ke tempat kerja. Saat keluar dari kamarnya, Taro baru teringat kalau HP nya ketinggalan di dalam. Taro masuk lagi ke dalam untuk mengambil HP nya dan setelah itu dia bergegas berangkat kerja. Sesampainya di tempat kerja suasana masih seperti biasa, ga ada tanda-tanda kalau baru kemarin mereka ngerayain ulang tahun Lily.

“Hoi...” Kiki melempar kain lap ke arah Taro, Taro lalu menangkap kain lap tersebut.
“Lap meja...” kata Kiki tertawa, Taro lalu berjalan ke arah Lily dan meletakkan kain tersebut di depan Lily.

“Titipan...” Taro lalu memandang Kiki sambil menahan tawanya. Mereka kembali berberes-beres saat itu, rumah makan belum dibuka kalau mereka belum selesai dengan kerjaannya. Beberapa saat kemudian mereka sudah selesai dan membukanya. Namun sama saja, belum ada pengunjung yang datang saat itu. Beberapa pelayan yang di dapur sibuk berbincang-bincang saat itu, dia sana ada Taro, Kiki, Yansen dan lainnya.

“Pengen cari job yang lebih oi...!” teriak Yansen saat itu, mereka hanya tertawa melihat Yansen bertingkah seperti itu.

“Banyak nuntut nih anak, udah mending dapat kerjaan.”

“Tapi kita juga ga bakal di sini terus, Ta... Susah ke depannya nanti...” sambung Kiki sambil memukul kain lap ke kursi.

“Pengennya sih gitu... Dapet job yang lebih sip, lebih sip lagi ga usah kerja tapi duit ngalir yah...” Yansen mengharapkan sesuatu yang sangat mudah. Mereka terus berbicara tentang pekerjaan mereka. Gaji yang diberikan memang terbilang hanya cukup, dan untuk di tabung sangat susah.

Dan mereka lalu bercerita tentang mereka dulunya bagaimana. Taro mengeluarkan HP nya dan mengirim pesan kepada Rita, dia berniat untuk bertemu dengan Rita lagi saat itu. Namun Rita juga lagi sekolah saat itu, jadi Taro tidak ingin terus menganggu konsentrasi belajar Rita. Hari berlalu begitu saja, Taro tetap harus bekerja biarpun itu hari sabtu. Para pelayan saat senggang selalu berkumpul di dapur dan berbicara bersama, sedang Kiki kadang tetap menggoda Lily.

Di tempat lain, Mia terlihat sedang berjalan di sebuah Mall. Hari itu dia tidak ada jadwal kuliah, jadinya Mia bermaksud untuk jalan-jalan. Entah kebetulan atau apa dia melihat seorang wanita saat itu. Mia kemudian berpikir sebentar, dia seperti pernah melihat orang itu. Mia sadar kalau orang tersebut ada di HP Taro saat itu. Dia lalu mulai mendekati orang tersebut, Mia lalu menepuk bahu dia. Mereka saling lihat sebentar.

“Rita...?” tanya Mia kepada orang itu.

“Siapa yah...? Kok tau...?” Mereka lalu berbicara sambil berjalan, Rita sedang sendirian saat itu. Mia menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Taro, Mia mengajak Rita untuk makan siang itu. Mereka berdua tertawa saat berbicara, mereka membicarakan tentang Taro. Di tempat Taro, terlihat di bersin-bersin saat itu. Tidak terasa kalau Mia dan Rita menghabiskan beberapa jam untuk berbincang-bincang. Mia mulai terbawa suasana, dia lalu membicarakan masalah Taro saat itu.