Sunday 26 April 2009

LOST Chap 99

“Dia ga ngomong ke aku kalau dia sayang... Aku rasa dia masih benci dengan aku, terus ngejenguk aku ke sini cuma karena kasian...”

“Bego atau apa sih, Ta...! Dia udah minta maaf, dia juga udah nunjukkin sikap kalau dia perhatian dengan kamu. Bukannya dulu kamu pernah bilang kalau bakal maafin semua kesalahan dia...? Sekarang...? Apa...?! Mau balas dendam gitu...!”

“Di...” panggil Taro kecil.
“Ini... Urusan... Pribadi... Aku...”
“Aku sadar dengan hal yang aku buat, aku sengaja ngomong...” Adi langsung memotong perkataan Taro.

“Sengaja...?! Mudah sekali ngomong kek gitu, apa kamu tau perasaan dia ngeliat orang yang masih dia sayang itu malah benci dengan dia. Harusnya kamu tau perasaan itu Ta... Kamu udah pernah ngerasain perasaan seperti itu, ga seharusnya kamu malah buat dia yang ngerasain perasaan itu. Hargai perasaan orang lain... Bukannya itu yang sering kamu bilang...”

“Di...”
“Kondisi aku yang sekarang ini cacat, kenapa dia ga bilang sayang pas aku masih sehat dulu. Bukan dalam keadaan cacat yang ga jelas kek gini...!”
“Ngapa harus semua sudah jadi kek gini baru dia ngomong kalau dia itu sayang... Kamu pikir itu apa Di...? Apa kamu tega ngeliat dia kerepotan ngurusin aku yang sama sekali ga bisa jalan ini...!”
“Aku sayang dengan dia bukan mau ngerepotin dia, Di... Aku sayang dengan dia karena mau aku yang direpotin, bukan ngerepotin...”
“Kamu pasti ngerti kan yang aku pikirin...”

“Ya...! Aku tau maksud kamu itu baik...! Tapi apa perlu sampai gini...? Apa perlu kamu buat dia nangis karena pemikiran kamu yang sama sekali egois itu...! Ke mana Taro yang aku kenal...? Mana Taro yang selalu sok bijak itu...? Mana Taro yang selalu ngomong kalau sayang itu ga ngeliat keadaan fisik, dan selalu nerimana apa adanya... Mana Ta...? Mana...?!”

“Orang itu sudah mati lama sekali, dan sekarang orang yang lagi ada di sini dengan kondisi yang ga jelas sama sekali ini... Adalah orang yang egois, dia sama sekali hanya mentingin dirinya sendiri.”

“Nyerah...?”
“Apa kamu nyerah karena cuma kehilangan kaki...? Kalau aku liat lagi, kamu itu sama saja jilat ludah sendiri... Apa yang kamu ucapkan selama ini sama sekali ga kamu lakuin. Cuma cuap-cuap ga jelas, kelihatannya bermakna namun itu semua cuma ungkapan hati yang sifatnya sampah...”

“Terserah kalian mau ngomong apa, tapi aku udah bulat dengan keputusan ini... Aku ga mau dia susah karena kondisi yang sama sekali ga jelas seperti ini. Bahkan mau ke kamar mandi pun susah...”

“Terserah lah, Ta... Aku bingung ngadepin orang yang mudah putus asa kek gini. Aku sebagai teman juga ga bisa buat banyak, aku harap kamu ga nyesal dengan semua ini.” Adi lalu duduk di sofa tersebut dan tidak habis pikir karena Taro tiba-tiba berubah seperti ini. Suasana di dalam lalu terasa dingin, bukan karena AC yang dinyalakan. Namun karena suasana diam yang membuat itu menjadi dingin. Adi lalu berdiri dan meninggalkan Taro saat itu. Taro juga tidak banyak bicara, dia langsung tidur saat itu. Sedangkan Rita yang saat itu sudah berada di dalam taksi hanya bisa menangis terus.

Keesokan paginya, Taro meminta suster untuk membawakannya kursi roda. Dia ingin berkeliling sebentar, karena sudah lama berada di dalam kamar dan merasa bosan. Rita juga yang baru terbangun saat itu berniat untuk mengunjungi Taro, dia tidak ingin semua berakhir seperti ini. Rita segera bersiap-siap untuk ke rumah sakit. Sedangkan Taro dituntun oleh suster itu berkeliling di rumah sakit, namun Taro meminta suster itu meninggalkannya sendirian. Karena Taro tidak suka dituntun, dia ingin berputar-putar sendirian.

Suasana di tempat itu juga sepi, tidak terlihat sama sekali ada orang yang berlalu-lalang. Jadi Taro bisa puas bermain dengan kursi rodanya, suster itu pun meninggalkan Taro dengan perasaan cemas juga. Jam menunjukkan waktu makan siang, perut Taro juga sudah keroncongan saat itu, namun perasaan lapar itu dikalahkan oleh rasa penasaran Taro. Dia kemudian mendekati jendela dan melihat pemandangan di luar, dia berada di sana cukup lama juga dan tertidur. Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, Taro lalu tersadar dari tidurnya.

Dia lalu meninggalkan tempat itu dan terus bermain sendirian. Rita terlihat sudah sampai di rumah sakit tersebut, dia turun dari taksi dan segera menuju ke atas untuk berbicara lagi dengan Taro. Rita menaiki tangga saat itu, dia malas menunggu lift yang orangnya juga mengantri saat itu. Taro terus berkeliling hingga dia melihat tangga saat itu. Taro lalu melihat sekitar dan memang tidak ada orang, dia lalu mendekati tangga tersebut. Sedangkan Rita menaiki tangga yang berbeda saat itu.

Taro sudah di ujung tangga, dia melihat ke bawah dan berniat untuk turun dan bermain lagi. Namun dia bingung bagaimana cara untuk turun ke bawah, menyadari kakinya yang sama sekali tidak bisa berfungsi itu membuatnya semakin kesal. Taro masih terdiam di sana dan terus melihat ke bawah. Sedangkan Rita masih berjalan naik dari tangga yang satunya lagi. Taro memegang roda kursi roda itu dan siap untuk turun ke bawah, dia membranikan dirinya untuk turun dari kursi roda tersebut. Taro bermaksud untuk memaksakan kakinya agar bisa berjalan lagi seperti biasa. Rita kemudian sudah hampir sampai ke atas dan ingin menuju ke ruangan Taro, cukup menoleh ke kiri maka dia akan melihat Taro yang berada di tangga satunya.

No comments:

Post a Comment