Sunday 26 April 2009

LOST Chap 103

Taro merasa senang bertemu dengan Rita, apalagi bisa sedekat itu dengan dirinya. Namun pikiran tadi malam yang direncanakannya tiba-tiba muncul, dengan terpaksa Taro akan berbicara kepada Rita tentang masalah ini baik-baik. Sebelumnya Rita sempat bercerita dulu bagaimana keadaan dia sekolah, dia juga hari itu pulang agak cepat dari biasanya.

Makanya bisa langsung menjenguk Taro, dia lalu bercerita ini itu. Taro semakin tidak tega untuk mengatakan semuanya, namun dia harus mengatakan itu. Karena dia sama sekali tidak ingin membuat orang yang disayanginya kerepotan. Setelah mendengarkan Rita yang sudah selesai itu, dengan berat hati Taro ingin menyampaikan semuanya.
“Ta... mulai besok jangan ke sini lagi yah...” tulis Taro,wajah Rita yang tadi masih riang perlahan berubah menjadi murung melihat Taro menuliskan seperti itu.
“Di luar masih banyak pria yang sehat, sedangkan aku sudah cacat kek gini. Cuma jadi sampah aja...”

“Tapi... Aku sa....” lagi-lagi Rita masih belum berani mengungkapkan perasaannya. Dia terdiam pada kalimat tersebut.

“Sudahlah, aku juga ga ngarapin Tata lagi. Jadi sekali lagi, tolong tinggalin aku dan jangan pernah ingat kalau aku pernah ada...” mata Rita mulai berkaca-kaca lagi saat itu, setetes air mata pun jatuh mengalir ke pipinya.

“Aku sa...” Rita masih ragu-ragu untuk mengungkapkan perasaannya.

“Kalaupun kita memang bisa rujuk lagi, kenapa baru sekarang...? Kenapa saat aku sudah ga bisa ngapa-ngapin lagi...? Kenapa di saat aku dalam kondisi yang tinggal tunggu mati baru kita dipersatukan...? Kenapa ga dari dulu kita terus jalan satu arah...?” melihat semua pertanyaan Taro, Rita semakin sedih. Dia tidak tau bagaimana harus menjawab pertanyaan Taro.
“Aku mohon, Ta... Daripada aku terus jadi penganggu, lebih baik kita ga usah ketemu lagi.”

“Aku...” air mata Mia terus mengalir saat itu.

“Pergi...” tulis Taro, Rita hanya melihat Taro saat itu. Dia terus meneteskan air matanya, Rita kemudian tidak tahan lagi harus bagaimana. Dia berdiri dan meninggalkan Taro. Bukan hanya Rita yang menangis saat itu, Taro juga meneteskan air matanya. Di dalam hatinya dia ingin sekali terus bersama dengan Rita.

Adi yang sedang duduk diluar melihat Rita keluar dengan menangis lagi, dia langsung masuk ke dalam mengira ada sesuatu yang terjadi dengan Taro. Melihat Taro yang biasa saja, Adi juga kesal.
“Sudah dua kali, Ta... Dua kali kau buat dia nangis...” Taro tetap diam saja, dia kembali meminta bantuan kepada Adi saat itu.

“Di, kalau minta tolong lagi boleh...?”


“Asal bukan cabut selang oksigen...”

“Tolong beliin aku mawar... Aku tunggu...”

“Buat apa...?” Taro tidak menjawab pertanyaan Adi, melihat Taro yang diam saja Adi lalu menghela nafas. Dia segera keluar dari kamar Taro dan segera mencari setangkai mawar pesanan Taro. Adi terus mencari, dia berputar dan terus mencari mawar tersebut. Akhirnya Adi menemukan toko bukan, dia segera masuk ke dalam dan membeli setangkai mawar merah seperti yang diminta Taro. Hari sudah malam, Adi baru kembali dan mengantarkan mawar pesanan Taro.

Dia meletakkan mawar tersebut di atas meja tempat Taro menuliskan pesannya. Mereka lalu kembali berbicara, Taro menjelaskan semua alasan kenapa dia membuat Rita bersedih. Dia juga sedih karena melihat Rita terus menangis, namun hanya itu jalan untuk memisahkan mereka. Perjuangan Taro selama ini harus berakhir dengan cara yang sama sekali tidak dia duga sebelumnya. Hari makin larut, Adi terpaksa harus pulang. Dia meninggalkan Taro sendirian malam itu.

Taro lalu menuliskan suatu pesan di kertas tersebut, sepertinya dia menuliskan cerita malam itu. Dia menghabiskan beberapa saat untuk menyelesaikan tulisannya, setelah Taro menyelesaikan tulisannya. Dia lalu mengambil setangkai mawar yang dekat dengannya, Taro lalu menindih kertas itu dengan mawarnya. Taro terdiam sebentar saat itu, sesaat air mata mulai mengalir membasahi wajahnya. Taro masih memandang ke langit-langit kamarnya, setelah itu. Tangan kiri Taro memegang selang oksigen yang tergerai di tempat tidurnya. Taro masih ragu-ragu saat itu, dia lalu melepas tangannya dari selang oksigen tersebut.

Kemudian Taro memegang selang tersebut lagi, dia membranikan diri untuk melepas selang oksigen yang menopang kehidupannya itu.
Selang itu terlepas dari hidungnya, Taro agak sulit bernafas saat itu. Beberapa saat kemudian, Taro terkulai lemah. Dia tidak sadarkan diri saat itu, saat kejadian tersebut terjadi. Rita sudah terlelap di kamarnya, dia memimpikan bahwa Taro sedang datang mengunjunginya untuk berpamitan. Namun itu hanya sebuah mimpi, keesokan paginya. Rita berangkat ke sekolah.

Namun dia tidak berangkat ke sekolah, Rita malah sengaja membolos dan menuju ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian Rita sampai di rumah sakit, dia kemudian langsung berlari ke atas untuk mengunjungi Taro. Rita berdiri di depan pintu kamar Taro dan menenangkan pikirannya. Dia masih sedikit takut untuk mengunjungi Taro, tangannya langsung membuka pintu kamar Taro.

Rita segera masuk ke dalam dan mendapati Taro masih tertidur, namun ada yang berbeda. Selang oksigen itu terlepas dari hidungnya. Rita langsung mendekati Taro dan melihat keadaannya, dia bingung saat itu. Rita lalu mencoba untuk membangunkan Taro, dia terus memanggil.

No comments:

Post a Comment