Sunday 26 April 2009

LOST Chap 102

“Cari penyakit memang... Udah di bilang tunggu beberapa hari lagi, apa salahnya nunggu bentar. Kamu nunggu Rita segitu lama aja betah...” kata Adi sambil sedikit tertawa, Taro juga tersedak sedikit karena tertawa.

“Bukan itu masalahnya, aku cuma yakin kalo bisa jalan. Eh... ga taunya, terjun bebas ke bawah”

“Udahlah, kapan-kapan aja baru SMS lage...” kata Adi...
“Belajar nulis yang bagus dulu, susah nih bacanya... Kamu istirahat aja dulu, aku juga mau baring-baring bentar...” Hari semakin sore, Adi lalu terbangun dan dia pergi ke kamar mandi untuk merapikan wajahnya yang baru bangun dari tidur. Adi berniat untuk mencari makan saat itu, melihat Taro yang masih terkapar sepeti itu. Adi tidak berpamitan, dia lalu meninggalkannya dan pergi mencari makan.

Rita yang masih mengenakan seragam sekolah saat itu langsung menuju ke kamar Taro. Dia naik ke atas dan mengarah ke kamar Taro, di depan pintu. Dia membuka pintu pelan-pelan agar Taro tidak terbangun dari tidurnya. Rita lalu masuk ke dalam, dia melihat Taro yang masih tertidur. Kemudian Rita meletakkan tas sekolahnya di sofa. Rita kemudian mendekati Taro dan duduk di sebelahnya, dia memegang tangan Taro dan membelainya. Rita melihat kalau disebelahnya ada kertas yang ada tulisannya. Dia mengenal gaya tulisan itu, dan itu adalah tulisan Taro. Rita lalu bingung melihat itu, di membaca kedua kalimat yang ditulis Taro dan berusaha memahaminya.

Rita baru sadar kalau saat itu Taro sedang berusaha untuk berjalan, jadi pikiran mereka selama ini salah. Namun tetap saja dia merasa tidak enak hati kepada Taro. Rita mengangkat tangan Taro dan menempelkannya di pipi. Seketika Taro terbangun karena itu, dia melihat Rita yang sedang terpejam. Taro kemudian menggerakkan tangannya untuk memanggil Rita, Rita kemudian melihat ke arah Taro. Taro mengambil pena yang ada di sampingnya itu, melihat itu Rita lalu sadar kalau Taro ingin menuliskan sesuatu. Dia meletakkan kertas itu dekat tangan Taro. Dan Taro menuliskan.
“(^ ^)” itu yang dituliskan Taro, lebih tepatnya dia menggambarkan wajah senyum. Dia senang melihat Rita ada di sana saat itu. Melihat gambar itu Rita tertawa kecil. Rita lalu mengambil pena Taro dan menuliskan sesuatu juga, mereka lalu saling berbicara dengan kertas itu. Hingga Adi tiba di sana dan melihat mereka seding berbicara melalui pesan.

“Udah makan, Ta...” tanya Adi kepada Rita, dan Rita menjawabnya sambil mengucapkan terima kasih. Hari semakin larut, Taro kemudian menyuruh Rita untuk pulang dan mandi. Pasti orangtua Rita bingung karena dia belum pulang juga, Rita kemudian mengangguk. Taro meminta Adi untuk mengantarkan Rita pulang. Dan Adi tidak bisa menolak permintaan seseorang yang sudah tidak berdaya seperti itu. Beberapa saat kemudian datang Mia dan Richard untuk menjenguk Taro, mereka bertemu dengan Rita dan Adi yang sedang menuju ke mobil.

Adi mengabarkan kalau Taro sudah sadar dan bisa berkomunikasi lewat tulisan. Mereka lalu berpisah, Adi mengantarkan Rita sedangkan Mia dan Richard segera naik ke atas untuk melihat keadaan Taro. Mereka lalu saling berbicara, meski harus menunggu sesaat untuk Taro menyelesaikan tulisannya. Namun mereka masih bisa berbicara dengan lancar. Malam itu saat mereka semua sudah pulang, Taro sendirian di kamar tersebut. Perasaannya bercampur aduk antara senang dan sedih.

Dia senang karena Rita mulai perhatian dengannya lagi, dan dia sedih karena tidak bisa membalas perhatian Rita karena kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan untuk memberi perhatian. Dia mulai berpikir yang tidak-tidak saat itu, dia merasa tidak pantas lagi untuk bersama Rita dalam kondisi yang berantakan seperti itu. Dia berencana untuk meminta Rita agar tidak mencari dan segera melupakannya. Taro lalu tertidur.

Keesokan harinya Jimmy yang datang menjenguk Taro, mereka lalu berbicara. Namun Jimmy memang tidak berperi kemanusiaan, Taro yang sudah sengsara seperti masih saja dikerjainya. Taro juga tidak bisa melawan saat di acak-acak oleh Jimmy, hingga Adi datang ke sana. Dia baru selesai kuliah, dan saat itu baru pukul satu siang. Sehabis makan Adi yang melesat ke rumah sakit, melihat ada yang menggantikan Jimmy lalu bertukar dengan Adi. Jimmy lalu pulang untuk membereskan pekerjaannya. Taro lalu memulai pembicaraannya.
“Di, aku mau minta tolong. Bisa ?” Adi hanya mengangguk saja.
“Berat lho...”

“Apa...? Aku usahain sebisa aku, Ta...”
“Tolong cabut selang oksigennya...” melihat Taro yang meminta hal seperti itu, terang Adi langsung terkejut.

“Gila juga ada batasnya, Ta...” kata Adi pelan, dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu.
“Tega Di liat ak kek gini? Ak ga tahan kalau misalnya hidup harus kek gini” Adi tidak bisa menjawab pertanyaan Taro, dia berusaha mengerti perasaan Taro yang harus hidup dengan kondisi tersebut. Namun Adi juga tidak tega kalau harus melakukan hal seperti itu, pintu kamar lalu terbuka.

Adi melihat siapa yang datang saat itu, ternyata Rita. Rita lalu mendekati mereka, namun Adi mengajak Rita keluar sebentar untuk membicarakan masalah yang penting. Mereka berdua lalu keluar dari kamar Taro.
“Ta... Aku minta tolong, buat dia tetap semangat...”
“Kamu tau kan, kalau dia dari dulu tuh bener-bener sayang dengan kamu. Salut juga sih dengan semangat dia yang ga bosan nunggu satu orang...”
“Kami jadi temannya cuma pengen dia ga sedih terus...” Rita hanya mengangguk, kemudian dia masuk ke dalam dan menemui Taro.

No comments:

Post a Comment