Sunday 26 April 2009

LOST Chap 101

“Dok...” dokter tersebut lalu menoleh ke belakang.
“Maksud anda teman kami itu lumpuh...?”

“Lehernya sempat terbentur keras dan tidak patah, namun pita suaranya robek akibat itu. Dan dia tidak bisa berbicara, dan otot penggerak lainnya tidak berfungsi lagi. Tangan dan kakinya tidak bisa di gerakkan...” jelas dokter tersebut, mendengar penjelasan tersebut Adi juga tidak bisa berkata apa-apa lagi. Malam itu juga Taro dipindahkan ke ruang rawat inap, jarum infus tetap menancap di tangan dan katup oksigen yang membantu Taro untuk bernafas. Dia benar-benar tidak berdaya saat itu, mereka berada di dalam kamar Taro dan hanya bisa melihatnya saja.
“Maaf, Ta... Ini semua slah aku...” kata Rita, dia duduk di sebelah Taro sambil memegang tangannya.

“Apa harus menyalahkan diri sendiri...?” Mia angkat bicara saat itu, para pria hanya melihat ke arah Mia.
“Apa mungkin dia akan menyalahkan orang lain...?”

“Betul kata dia Ta... Aku yakin Taro ga bakal nyalahin siapapun... Terlebih kamu, harusnya kamu tau itu...” Adi menyambung perkataan Mia.

“Kalaupun memang kamu yang salah, aku yakin dia pasti maafin kamu...” Jimmy menambahkan sedikit kalimat untuk membuat Rita tetap tenang, Rita lalu menangis di atas tangan Taro. Jam di dalam kamar itu terus berdetak, saat itu pukul sepuluh malam. Dan mereka belum beranjak dari sana, Adi lalu bediri dan memegang pundak Rita.

“Kita pulang sekarang, aku rasa Taro juga pengen kamu pulang sekarang. Besok ada sekolah...” Rita hanya mengangguk, dia lalu berdiri dari sana. Adi lalu membawa Rita pulang ke rumahnya.

“Jim... Tungguin bentar...” Jimmy hanya mengangguk. Richard juga berkata kepada Mia untuk segera pulang, Mia hanya mengangguk juga. Dia lalu pulang bersama dengan Richard. Hanya tinggal Jimmy di sana, dia duduk di sofa menemani Taro yang masih belum sadar. Adi dan Rita sudah berada di dalam mobil, mereka mengarah ke rumah Rita saat itu.

Dua tiga hari kemudian akhirnya Taro sadar, Adi yang saat itu berada di kamar Taro. Dia melihat mata Taro terbuka, kemudian Adi langsung pergi mencari dokter untuk mengatakan kalau Taro sudah sadar. Dokter itu lalu bergegas ke kamar Taro dan memeriksanya kembali. Dokter itu segera memeriksa Taro, sedangkan Adi hanya melihat dari belakang tidak tau apa yang sedang terjadi saat itu.

“Ini...” kata dokter tersebut setelah memeriksa keadaan Taro.

“Kenapa...? Ada yang salah...?”

“Ini... Padahal... Entahlah, tapi sepertinya dia bisa menggerakkan kedua tangannya.” Dokter tadi sedikit tidak percaya dengan keadaan Taro, padahal dia sudah divonis tidak bisa menggerakkan fungsi tangan dan kakinya lagi. Adi melihat Taro yang bisa menggerakkan tangannya.

“Dia... Dia bisa denger apa yang kita ngomongin, dok...?”

“Dia masih bisa melihat, mendengar, dan mencium bau... Hanya saja pergerakannya yang terbatas...” Adi lalu mengajak dokter itu keluar, dia ingin berbicara kepada dokter itu tanpa didengar oleh Taro.

“Dok... Apa ada kemungkinan dia akan normal kembali...?”

“Keadaan seperti juga sulit baginya, kalau dulu mungkin ada kemungkinan dia masih bisa berjalan lagi. Tapi kali ini, benturan tersebut mengenai tulang belakangnya. Itu yang membuatnya menjadi lumpuh, kami belum pernah dengar ada orang yang benar-benar lumpuh bisa normal lagi. Kecuali memang ada sebuah keajaiban yang membuat dia bisa normal lagi...”

“Jadi maksud anda... Dia akan selamanya terbaring...?” dokter itu hanya mengangguk, dia lalu menepuk pundak Adi dan meninggalkannya. Adi lalu masuk lagi ke kamar Taro dan melihat keadaannya. Dia berbicara kepada Taro, namun Taro tidak bisa membalasnya. Taro hanya berkedip saja saat itu. Terlintas di kepala Adi, Taro bisa menggerakkan tangannya. Dan satu-satunya cara untuk berkomunikasi hanya memberikan kertas dan pena untuk Taro.

Mungkin saja Taro masih bisa menulis saat itu, dia lalu berkata demikian kepada Taro dan mencari kertas dan pena. Taro masih bisa memegang pena tersebut, ternyata pikiran Adi berhasil. Taro dapat menulis, walaupun kurang begitu lancar. Adi lalu tersenyum, begitu juga dengan Taro. Dia ingin sekali tertawa, namun dia hanya bisa tersedak menandakan dia tertawa. Adi lalu bertanya kepada Taro kenapa dia bisa jatuh dari tangga saat itu, Adi mengira kalau Taro ingin bunuh diri saat itu.

Adi kemudian menggeser meja tersebut untuk di dekatkan dengan tangan Taro. Jadi Taro dapat menulis di atas meja tersebut. Adi langsung menyiapkan beberapa kertas untuk berbicara dengan Taro. Kemudian Taro menuliskan...
ga mungkin lah, aku cuma pengen tes jalan aja. Mana tau bisa jalan kalo dipaksa” Taro bisa menulis seperti itu, walaupun tulisannya jelek namun dia cuek saja.

No comments:

Post a Comment