“Serah loe... Yang penting kami udah nawarin. Badan juga badan loe kok...” Taro hanya tersenyum mendengar pendapat Richard. Namun dia tetap tidak ingin ke rumah sakit, Taro lebih baik begitu saja. Dia lalu berterima kasih kepada Mia dan Richard, namun dia sudah tidak apa-apa saat itu.
Taro menyuruh mereka untuk istirahat saja, mereka juga besok ada kegiatan lain. Dan Taro tetap harus kerja besok harinya, dia kemudian mempersilahkan Richard dan Mia untuk segera beristirahat. Kedua orang itu lalu meninggalkan Taro, Mia masih khawatir dengan keadaan Taro saat itu. Setelah mereka keluar dari kamar Taro, Taro langsung mengunci pintu kamarnya. Dia lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk cuci kaki lagi, memang sebuah kebiasaan dari kecil yang tidak bisa diubah.
Taro selalu mencuci kakinya sepulang dari bepergian, dan tadi dia belum melakukan itu. Taro lalu mengganti pakaiannya lalu berjalan dan duduk di kursinya, Taro terlihat seperti merenung sesaat waktu itu. Dia berdiri lagi dan langsung merebahkan badannya di atas tempat tidur, beberapa saat berjalan Taro langsung tertidur dan menanti hari esoknya.
Malam itu hujan deras di sana, membuat suasana kamar menjadi sangat dingin. Hujan terus turun hingga pagi harinya, sisa air hujan yang masih mengalir di tanaman berjatuhan ke bawah dan membasahi lantai. Semut hitam berjalan pada ranting tanaman, kicau burung mulai membangunkan Taro dari tidur lelapnya.
Taro terbangun dengan kondisi yang berantakan, wajahnya masih kusut dan rambutnya yang acak-acakan. Dia menarik nafas panjang dan dihembuskannya kembali, Taro terdiam sebentar di atas tempat tidurnya.
Dia kemudian berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajahnya yang masih mengantuk dan segera dia mengambil sikat giginya untuk menyikat gigi. Setelah itu Taro beranjak keluar dari kamar mandi, kakinya yang masih basah di keringkan dengan keset yang tergerai di depan kamar mandi tersebut. Dia pergi ke dapur dan menuangkan segelas air untuk diminum sendiri, dia lalu seperti teringat sesuatu saat itu. Dengan segera Taro meletakkan cangkirnya dan berlari mengambil HP nya. Dia langsung mengucapkan selamat pagi kepada Rita dengan SMS. Dan Rita membalasnya juga, namun dia ingin belajar dulu.
Karena pelajarannya sedang diawasi dengan guru yang beraura ganas. Taro memahami itu, dia lalu memberikan semangat untuk Rita agar giat belajar. Taro meletakkan HP nya dengan senyum di wajah, dia lalu mengarah ke lemari pakaian. Segera Taro membuka pintu lemari dan mengambil beberapa pakaian yang akan di kenakannya nanti. Hampir semua kemeja Taro berwarna putih dan hanya ada beberapa yang berwarna lain, entah kenapa dia suka dengan pakaian berwarna putih.
Padahal Taro menyukai warna biru, namun hanya celana jeansnya yang berwarna biru. Dia mengambil kaos berwarna putih dan sepotong kemeja, di gabungkan dengan celana panjang berwarna hitam. Taro lalu segera melesat ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya yang masih lesu itu. Cebar-cebur sekian lama, Taro keluar dengan rambut yang masih basah. Dia masih mengeringkan rambutnya itu dengan handuk. Ini itu sudah dilakukan, Taro bergegas berangkat ke tempat kerjanya. Kamar Mia juga masih terkunci, sepertinya babi kecil Taro masih tertidur saat itu ( Mia ).
Taro hanya tersenyum, dia lalu terus berjalan dan menuruni tangga. Taro segera keluar dari komplek kosnya, dia melewati tanaman yang ada di bawah kosnya. Dedaunannya masih basah karena guyuran hujan, dan lantai semen itu juga basah akibat air hujan yang belum menguap. Cuaca pagi itu juga tidak begitu panas, air terus berjatuhan dari atap kos mereka. Namun Taro hanya berlalu begitu saja tanpa memerhatikan pemandangan biasa tersebut.
Dia terus berjalan mengarah ke tempat kerjanya, di sana celemek kebanggaan tempat itu sedang menunggu Taro untuk dipakai. Taro kemudian sampai di depan pintu tempat kerjanya, dia segera masuk ke dalam. Terlihat Kiky dan Lily yang sedang kejar-kejaran. Sepertinya Lily ingin mendaratkan sebuah pukulan ke tubuh Kiki. Taro yang baru masuk itu hanya menggelengkan kepalanya karena suasana pagi hari di sana sudah heboh. Taro melihat ke wajah Kiki, dan dia tersenyum sedikit.
“Pak Bernard datang...!” teriak Taro, kontan kedua orang itu langung berhenti. Pelayan yang lain hanya senyam-senyum melihat mereka yang dipermainkan Taro.
“Ngapaen kejar-kejaran...? Ga ada permainan yang lebih bagus...?” Taro lalu berjalan mengarah ke arah dapur untuk mengganti pakaian, sedangkan Lily mendapatkan kesempatan untuk melayangkan satu tamparan ke bahu Kiki. Dia pun puas setelah melakukannya, Kiki juga tidak bisa melawan. Dia lalu berjalan ke arah dapur sambil memegang bahunya yang terkena tapak setan. Taro kemudian melihat Kiki sambil tertawa sedikit.
“Stres...?” tanya Kiki melihat Taro yang aneh itu, tersenyum tanpa alasan yang jelas.
“Ga usah nunggu lagi Ki, kalau kelamaan nunggu nanti nyesal lho...” kata Taro sambil memakai slayer di kepalanya. Kiki hanya kebingungan mendengar perkataan Taro.
“Memang butuh kebranian buat ngungkapin perasaan, tapi kalau dia sudah hilang dan kamu belum sempat ngungkapin perasaan...” Taro terdiam sebentar.
“Fuh... Penyesalan selalu datang belakangan lho...”
“Ngomong apa sih... Gonggong...?” tanya Kiki makin kebingungan.
“Pura-pura bego sama benar-benar bego itu beda tipis lho...” Taro lalu tertawa berkata demikian.
“Aku liat dia juga ga ngelak dari kamu kok, yah... Hitung-hitung juga dikasih lampu hijau sedikit kuning sih...”
“Maksod looo...?” Taro lalu memandang ke tempat lain sejenak, setelah itu dia kembali memandang Kiki.
“Kamu suka dengan Lily kan...?” mendengar itu Kiki langsung jadi gagap, dia berusaha menyangkalnya.
“Apa...? Apa...?” Tanya Taro yang melihat Kiki sudah salah tingkah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment