Tidak hanya itu, Taro juga meminta sedikit foto Rita. Dengan beberapa kali memelas akhirnya Rita mengangguk, tapi dia hanya mengizinkan untuk satu foto saja. Terang saat itu Taro langsung tertawa dalam hati, sedangkan di luar dia tetap berusaha menjaga agar tetap tenang. Padahal di hatinya sudah berteriak kegirangan saat itu. Namun Rita tidak bisa menemani mereka lagi, dia lalu mengeluarkan uangnya dan ingin membayar makanan itu.
Namun Taro dan Adi menolak saat itu, dengan sedikit berdebat akhirnya Rita memasukkan lagi dompetnya. Kemudian dia berdiri dan segera meninggalkan kedua pria tersebut. Dia harus pulang, karena temannya tadi menelpon dan ingin segera pulang juga. Karena waktu sudah jam sembilan lebih dikit. Taro dan Adi pun berdiri dan keluar dari tempat makan tersebut setelah membayarnya. Mereka juga ingin langsung pulang, karena tujuan selanjutnya tidak diketahui. Dan mereka juga sepertinya sudah malas untuk jalan-jalan.
“Puas...?” tanya Adi setelah mereka menginjakkan kakinya keluar dari tempat makan tersebut.
“Thanks Di... Fyuh... Aku kira tadi ga bakal di kasih tau. Prediksiku salah...” Taro berkata sambil menggelengkan kepalanya.
“Jangan kelewat mikir yang negatif, sudah aku bilang. Ga bakal lah marah sampai sekarang, asal tau diri...”
“Ok... Ok... Tau diri kok... Cabut lah...” Sambil mata jelalatan sedikit mereka meninggalkan tempat itu dan segera menuju parkiran. Sesampainya di parkiran Adi dan Taro segera masuk ke dalam mobil, mesin dinyalakan dan Adi segera mengendarai mobilnya untuk pulang. Dan mobil itu keluar dari tempat tersebut dan menuju ke jalan raya. Segera Adi memulangkan Taro ke tempat asalnya. Beberapa saat akhirnya mereka sampai juga di depan kos Taro.
“Dah sampe pak...” kata Adi menepuk pundak Taro yang tertidur di dalam mobil, Taro lalu sedikit terkejut dan membuka matanya. Dia menarik nafas sambil mengusap matanya.
“Yo... Makasi... Aku duluan Di...” Taro lalu turun dari mobil, segera dia mengarah ke kamarnya. Adi lalu menancap gas dan pulang juga ke habitat awalnya. Taro berjalan ke atas, dia melihat Mia sedang berdiri di teras sendirian. Mia juga sepertinya sedang menelpon seseorang saat itu. Taro kemudian berjalan menuju kamarnya, suara langkah kaki menyadarkan Mia kalau Taro sudah kembali. Dia lalu segera mengakhiri percakapannya di telpon itu.
Taro mengangkat tangan kanannya sebagai tanda menyapa Mia, Mia membalasnya dengan tersenyum. Taro terus berjalan dan mendekati Mia. Saat mereka sudah dekat, mata Taro terpejam. Taro langsung terkapar di depan Mia saat itu, dia jatuh pingsang. Mia mengira Taro sedang bercanda dengan dia. Beberapa saat memanggil, Taro tidak memberikan jawaban. Mia langsung panik saat itu, dia menelpon Richard untuk segera datang ke sana. Mia menceritakan kalau Taro pingsan mendadak saat itu, Richard bergegas ke sana langsung.
Mia kemudian bingung dengan keadaan itu, mana tidak ada orang lagi saat itu. Dia kemudian meraba celana Taro dengan hati-hati untuk mencari kunci kamarnya, Mia tidak boleh sembarangan meraba saat itu. Dia memasukkan tangannya ke saku celana Taro dan mengambil kamar Taro, segera Mia membuka kamar Taro. Dia tidak kuat menarik Taro, terpaksa Mia menarik Taro untuk masuk ke dalam kamarnya. Perjuangan Mia menarik Taro berhasil juga, Taro dilempar ke tempat tidurnya untuk diistirahatkan. Detik jarum jam terus berbunyi, Mia juga menunggu dengan panik.
Dia tidak tau harus berbuat apa saat itu. Mia menempelkan telinganya di dada Taro untuk mendengar detak jantungnya. Jarum jam yang pendek terus bergeser dari tempatnya, sedang Richard belum datang juga. Selang beberapa waktu lagi, akhirnya suara pintu kamar Mia berbunyi. Mia mendengar suara Richard yang mengetuk pintu itu. Segera dia lari keluar dari kamar Taro dan menemui Richard, mereka berdua lalu bergegas masuk ke dalam kamar Taro untuk melihatnya.
Namun Taro sudah terbangun saat itu, dia sedang duduk di atas tempat tidur dengan terpejam sambil memegang kepalanya sendiri. Richard lalu bingung dengan keadaan itu, sedang Mia lebih bingung lagi dengan keadaan tersebut. Tadi pingsang, malah sekarang bangun sendiri. Itu yang ada di dalam pikiran Mia. Mereka lalu mendekati Taro dan bertanya keadaan Taro saat itu.
“Becanda yah...?” tanya Richard kepada Mia, sedang Mia masih bingung dengan keadaan itu.
“Tata kenapa tadi...?” Taro kemudian memandang Mia dan Richard yang ada di depannya saat itu.
“Kalian kok ada di sini...?” Taro balik bertanya.
“Katanya loe pingsan tadinya, anak ini lalu nelpon gue sampe panik gitu...” Richard menunjuk ke arah Mia.
“Entah juga, tadi memang nih kepala langsung berat gitu. Emang tadi pingsan yah...?” Mia hanya mengangguk.
“Mau kerumah sakit dulu...?” tanya Richard.
“Oh...” Taro mengangkat kedua tangannya sambil sedikit tertawa.
“Makasi banyak, lagipula aku ga ada duit.”
“Kalau masalah biaya jangan kelewat dipikirin, sehat lebih penting.” Mia menyambung.
“Bukan cuma itu masalahnya, malas aja kerumah sakit. Mending jangan ke sana deh, adanya malah tambah stres kalau ke rumah sakit.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment