Sunday, 26 April 2009

LOST Chap 68

“Kalah saing apa, mana bisa cool kalau dengan kalian. Adanya juga ikut autis di sini...” balas Taro selesai memesan makanannya. Mereka lalu berbincang-bincang, sedangkan Jimmy sibuk menerawang cewek-cewek yang sedang makan di sana. Memang terlihat beberapa cewek yang cantik-cantik di sana. Namun Taro dan Adi tidak terpengaruh dengan itu, palingan mereka hanya melihat sekilas.

“Sudah lama temenan...?” sahut Richard memulai pembicaraan dengan mereka. Mendengar itu mereka menyambung perkataan Richard, terus dengan itu mereka mulai mengakrabkan diri. Mia juga masuk dalam pembicaraan mereka, terkadang mereka saling tertawa dengan candaan masing-masing. Sejalan dengan itu, makanan mereka juga datang.

Mereka lalu menyantap makanan itu sambil berbincang-bincang. Melihat tingkah Jimmy yang memainkan sup di depannya, membuat eneg Taro dan lainnya. Memang habitat lamanya tidak bisa diubah lagi, orang yang jorok dalam hal apapun. Setelah agak lama di sana, mereka mulai jenuh juga. Mia memanggil pelayan itu untuk menghitung total keseluruhan. Keempat pria itu langsung mengeluarkan dompet masing-masing. Namun Richard yang paling cepat mengeluarkan credit card untuk membayar semua pesanan itu. Dia lalu berdiri dan pergi ke meja kasir untuk melakukan pembayaran dengan credit cardnya.
‘Kalah saing Jim...?” Taro juga mulai tertawa karena boss muda yang sesungguhnya adalah Richard.

“Ada dua boss muda di sini, Ta... Keknya agak aman kalau masalah pengeluaran.” Sambung Adi memasukkan dompetnya kembali.

“Udahlah... Dia emang gitu kok, cuma soal makan juga. Dia udah biasa bayarin orang lain makan.” Jelas Mia yang memaklumi kekasihnya. Richard lalu kembali dari sana dan duduk lagi, dia memasukkan dompetnya juga ke dalam saku celana.

“Brapa semua...?” tanya Jimmy untuk mengganti uang yang dikeluarkan Richard.

“Ga tau yah...” balas Richard tenang kepada Jimmy, Jimmy lalu mengeluarkan uang seratus ribu untuk membayar Richard. Namun dia tidak menerimanya, Richard menolak dengan sopan. Dia bilang kalau kapan-kapan baru mereka yang bayar. Mereka lalu beranjak dari sana dan mulai menggila lagi, dengan mengitari isi mall itu. Mia juga sepertinya tidak ingin kalah dengan kegilaan mereka, dia mulai tertular penyakit autis ketiga orang itu. Richard sebagai pacarnya hanya bisa tersenyum melihat tingkah Mia yang tidak biasanya.

Mereka lalu masuk ke pusat hiburan untuk menambah kegilaan yang sudah ada. Perlahan Mia mencuri pandang ke arah Taro, dia melihat Taro yang beda dari biasanya. Wajahnya memang terlihat beda, sebelumnya dia memang sering memasang wajah kosong tanpa ekspresi. Namun kali ini Taro sudah bisa tertawa lepas karena mereka berkumpul. Taro seperti terlepas dari semua pikiran yang sedih saat bersama mereka, memang sebagai tim penghibur. Teman-temannya sangat membantu Taro untuk melupakan kesedihan. Walaupun hanya untuk sementara, mungkin besok dia akan kembali memasang wajah kosong lagi.

“Main ini Jim...” kata Taro mengajak Jimmy untuk bermain, seperti permainan hokey. Mereka berdua sepertinya serius dalam permainan itu, walaupun masih dengan canda yang gila. Sedang Adi dan lainnya hanya melihat mereka bermain, namun Richard pergi juga berasama Mia untuk bermain permainan yang lain. Hari itu mereka melepas kejenuhan yang ada selama ini. Dan lagi Taro dan lainnya juga jarang berkumpul saat mereka lulus SMA. Mungkin saat itu benar-benar digunakan untuk berkumpul bersama lagi, walaupun tidak semua Taro bisa berkumpul. Namun dia lumayan terhibur dengan kedua teman dekatnya. Richard menemani Mia untuk bermain juga, dia hanya tersenyum-senyum melihat Mia yang sangat seru dengan permainannya. Kembali ke tempat Taro, kali ini giliran Adi yang menantang Taro untuk bermain. Seketika Taro langsung terdiam, Adi lalu memandang heran ke arah Taro.

“Napa Ta...?”

“Oh... Pusing tiba-tiba nih...” Nyeri semakin terasa di kepala Taro, di lalu memegang kepalanya sendiri. Tapi dia mencoba tidak memperlihatkan eskpresi kesakitan. Dia terus menahan nyeri yang ada di kepalanya.

“Oi... Oi... Ngapain...?” Tanya Jimmy yang juga keheranan melihat gelagat Taro.

“Penyakit lama muncul lagi...?” tanya Adi, dia sepertinya mengetahui kenapa nyeri itu muncul lagi.

“Entah juga...” Taro memejamkan matanya dan terus menahan nyeri di kepalanya itu, dia seperti terpaku di sana. Bukannya tidak ingin bergerak, namun dia tidak bisa bergerak. Jimmy dan Adi juga tidak bisa berbuat banyak, mereka hanya menanyakan keadaan Taro terus. Perlahan rasa nyeri itu mulai mereda dan menghilang. Taro sudah bisa tenang kembali saat itu.

“Tindakan bodoh emang berujung susah kan...?” tanya Adi kepada Taro.

“Mau apa lagi Di, sudah terjadi juga. Ga bisa diubah...”

“Nyesal...?” tanya Adi lagi, Taro lalu menggelengkan kepalanya. Dia tidak ingin menyesali setiap perbuatan yang di lakukan.

“Udahan...?” sambung Jimmy.

No comments:

Post a Comment