Saturday, 25 April 2009

LOST Chap 52

“Boleh aku nolak...? Keknya aku lagi butuh istirahat...” Taro segera masuk kedalam kamarnya. Mereka bertiga kebingungan dengan sikap Taro.

“Wajah itu lagi...” kata Adi pelan, Mia dan Richard bertambah bingung.

“Tuh anak kenapa...? Sudah dua kali aku liat dia aneh kek gitu...” tambah Richard.

“Mungkin hal itu teringat lagi, dia memang begitu. Menyembunyikan kesedihan seorang diri, tapi kalau dia ngomong dengan keadaan sedih akan sangat mudah sekali mengetahuinya. Nada suara yang tidak biasanya.” Jelas Adi.

“Emang dia kenapa...?”

“Udahlah... Aku ga suka ngomongin masalah itu, dan sepertinya itu juga masalah dia sendiri... Aku duluan...” Adi segera turun ke bawah dan mengarah ke mobilnya. Dia
masuk kedalam mobil dan menancap gas meninggalkan tempat itu.

“Haih...” Richard menghela nafasnya.

“Ya udah... Aku pulang juga yah Mia...” Richard juga turun ke bawah dan segera masuk kedalam mobilnya, dia meninggalkan tempat itu juga.

Di kamar Taro...
Dia segera melempar dirinya sendiri ke atas tempat tidur. Sesuatu sangat menganggu pikirannya, pandangan kosong kembali terbentuk di mata Taro. Matanya mulai berkaca-kaca saat itu. Dia memejamkan matanya agar air mata itu tidak menetes. Namun hal itu tak bisa membendung kesedihan Taro yang menciptakan air mata tersebut. Setetes air matanya mengalir jatuh ke bawah dan menitik pada bantalnya. Dia kemudian menarik nafas panjang dan segera bangun dari tempat tidurnya.

Taro mengarah kedapur untuk menuang segelas air minum, dengan cepat itu meneguk habis air minum itu. Taro lalu mengambil beberapa pakaiannya dari dalam lemari berwarna coklat itu, dan ingin segera mandi. Taro ingin mendinginkan kepalanya yang terasa berat karena masalah lama yang mulai teringat lagi. Pikiran yang terus menyerang kepalanya dan membuat dia ingin menangis terus jika mengingat semua itu. Ketenangannya mulai terusik dengan semua pikiran itu, entah masalah dengan Mamanya, kakaknya, bahkan masalah dirinya sendiri. Dia merasa sangat bodoh bisa melepas orang yang selama ini menjadi tempat untuk dia bertumpu. Dia mana tempat yang bisa menghangatkan dirinya saat terasa dingin. Dan tempat yang bisa menenangkan dia saat matanya mulai berkaca-kaca.
Selesai dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar Taro.

“Ta...” panggil Mia dari luar. Taro yang sudah berpakaian segera membuka pintu itu, sedang Mia hanya melihat Taro sambil sedikit tersenyum. Dia tersenyum karena melihat rambut Taro yang masih berantakan karena mandi.

“Baru selesai mandi...?” Taro tidak menjawabnya, dia hanya mengangguk. Mia tanpa sungkan masuk kedalam kamar Taro. Taro masih mengeringkan rambutnya. Dia tidak menyisir rambutnya, Taro membiarkan rambutnya terurai begitu saja. Dia hanya mengantungkan handuknya yang masih basah.

“Ada apa...?” tanya Taro dengan nada bicara yang rendah.

“Tata aneh... Hari ini kenapa sih...?”

“Bukan masalah besar... Duduk aja dimana Mia suka, kursi cuma ada satu.” Mia lalu duduk di lantai, dia menepuk lantai didepannya sebagai tanda agar Taro duduk di depannya. Taro mengikuti kemauan Mia, dia duduk di depan Mia.

“Cerita aja... Mia dengerin kok... Ga bagus mendam emosi terus, harus dibicarakan juga. Tata ngomong aja sama Mia, kalau udah ngomong akan terasa lebih ringan biasanya.

“Entahlah... Tapi aku ngerasa masalah ini ga perlu diceritain lah... Nanti dikira aku hanya cari perhatian dengan menceritakan hal yang sedih terus.”

“Bukannya semua manusia kek gitu...? Nyari perhatian make cara nyengsarain diri sendiri, mereka ngerasa kalau kek gitu pasti akan mendapat perhatian.” Taro hanya tersenyum mendengar ucapan Mia.

“Mungkin juga...”

“Kalau gitu... Tata cerita donk... Mia dengerin kok, ga pake ketawa... Suer...” kata Mia sambi mengangkat kedua jarinya.

“Apa aku uda pernah nyeritain masalahku dirumah...?” Mia hanya menggelengkan kepalanya.

“Sebenarnya juga aku ngerasa ga pantas ngomong kek gini... Tapi aku bingung... Dirumah aku seperti bukan anak kandung mereka...”

“Kok ngomong gitu...?” tanya Mia.

No comments:

Post a Comment