Taro lalu masuk kedalam warnet itu, suasana di dalam lumayan tenang. Akan ramai saat malam sudah tiba. Taro kemudian mencari tempat duduk, dia lalu menyalakan komputer di depannya. Dengan segera Taro memilih program untuk bercakap-cakap dengan temannya. Muncul sebuah nama yang sangat dia nantikan terus jika membuka program itu. Taro membranikan diri untuk berbicara dengan dia walau hanya lewat internet.
“Sore... Pa kabar...?” Taro duluan menyapa orang itu, namun tidak langsung dibalas oleh yang bersangkutan. Taro hanya menunggui hingga pesannya dibalas.
“Sore juga... Bae-bae aja kok... Kamu...?” akhirnya dia membalas pesan Taro juga.
“Yah... Masih gini deh... Gimana skulnya, Ta...?” Taro bertanya balik, itu adalah Rita. Sepertinya Taro senang sekali dapat bercakap dengan dia. Taro dengan sabar terus menunggu pesannya dibalas. Dia juga ingin bertanya kepada Rita saat itu, apakah mereka benar-benar saling melihat atau Taro salah orang. Namun Taro mengurungkan niatnya untuk bertanya seperti itu, dia takut akan memulai masalah jika bertanya seperti itu.
“Mayan kok... Tata ga kuliah...?” panggil Rita dengan sebutan itu, dialah wanita pertama yang memanggil Taro dengan sebutan itu. Dan dia yang membuat panggilan itu untuk Taro.
“Ga kuliah kok, kerja doank...”
“Tata sehat-sehat aja kan...? Masi suka maen air yowh...?” Taro menunggu lagi, dia merasa senang. Taro pikir kalau Rita sudah tidak membencinya lagi seperti dulu. Sekilas masa lalunya teringat lagi. Bagaimana dulunya Taro masih bersama wanita itu. Kenangan itu masih sering terlintas di benak Taro, apalagi ketika Rita meminta Taro untuk menemaninya disekolah dulu. Hal yang pernah membuat mereka berdebar bersamaan. Hari Jumat, Rita menelpon Taro dan meminta Taro untuk menemaninya di sekolah. Taro yang masih setengah sadar itu langsung segera mandi dan menancap gas kesekolah untuk menemani Rita.
Biarpun jam masuk Taro masih beberapa jam lagi, dia tidak memperdulikan hal tersebut. Yang penting dia dapat dekat dengan Rita. Saat itu mereka berdua duduk di mimbar sekolah, dan ada seorang teman Rita yang mulai menggoda Rita. Taro lalu menyenggol Rita dengan tubuhnya. Mereka berdua lalu berdebar saat itu, karena mereka sama sekali belum pernah bersentuhan. Kenangan itu berlalu ketika Rita sudah membalas pesan Taro.
“Sehat kok... Tata ndiri gimana...?”
“Udah dapat cewek baru...?” pertanyaan itu membuat Taro sedikit lesu. Taro masih sendiri dari saat itu sampai dia pindah. Dan seharusnya Rita tahu bahwa selama ini Taro terus menunggunya.
“Ga lah... Susah cari pasangan... Adanya ditolak terus, Ta...” jawab Taro dengan sedikit tersenyum sedih. Rita langsung membalasnya..
“Ah... Dari dulu juga ngomongnya itu-itu terus...”
“Jangan sedih terus Ta... Nikmati aja hidup ini...” Lia mulai sedikit cepat membalas pesan Taro, mereka terus bercakap-cakap.
“Ta... Boleh minta nomor HP nya...?” Setelah pertanyaan itu, Rita langsung menghilang begitu saja. Dia tidak membalas pesan tersebut. Melihat itu Taro tidak bisa berbuat apa-apa. Pikirnya itu adalah hal yang wajar, karena selama ini Taro sudah membuat banyak kesalahan dan pernah menyakiti hatinya Rita. Dia terdiam di depan komputernya itu beberapa saat. Kemudian Taro mematikan komputer itu dan segera beranjak dari warnet tersebut. Wajah yang ditunjukkan Taro memang terkesan biasa saja. Namun dia memendam sesuatu yang sangat menyakitkan hanya untuk dirinya sendiri.
Taro segera kembali ke kosnya, dia memikirkan hal itu terus. Dari dulu dia bertanya nomor HP kepada Rita, namun Rita tidak pernah memberitahukannya. Hal itu membuat Taro merasa bahwa Rita tidak ingin Taro menghubunginya lagi. Pernah saat Taro masih SMA, karena kejadian ini beberapa kali terlintas pikiran Taro untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Namun temannya selalu memberi Taro dukungan dan nasihat, mereka berkata jika Taro mengakhiri hidupnya sih memang tidak masalah. Namun dia tidak akan bertemu dengan Rita lagi untuk selamanya, hanya dengan ucapan itu Taro perlahan mulai bangkit dari masa suramnya. Dia berusaha tetap menjalani hidup walaupun terasa sakit, namun suatu saat nanti dia yakin akan menemukan orang yang disayanginya itu. Kata-kata yang berkesan kurang perduli dengan teman, namun teman Taro hebat bisa memilih perkataan itu dengan mengizinkan Taro mengakhiri hidupnya. Ada teman Taro yang berkata untuk selalu hidup, karena kalau hidup maka suatu hari akan mereka akan melihat beberapa perubahan.
Taro sudah sampai di halaman kosnya, di halaman itu terparkir dua buah mobil. Itu mobil Adi dan Richard, namun Taro bingung dengan kehadiran Adi. Dia berjalan ke atas dan mendapati mereka bertiga sudah berada di sana dan saling berbicara. Taro mengambil kunci kamarnya dari saku celana dan mengarah ke kamar. Taro menghampiri mereka bertiga, Adi menyapanya duluan. Namun Taro terkesan cuek saat itu.
“Di... Ini Richard pacarnya Mia...” Taro hanya memperkenalkan mereka berdua.
“Sudah tau kok... Kamu baru pulang kerja...? Cari makan yuk...”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment