“Kalau ada duit sih pengen banget, Di... Cuman nanti liat aja lah... doain dapet kerjaan aja di sini.”
Mereka berdua saling berbalas pesan, hingga setengah jam sudah berlalu juga tidak terasa oleh mereka berdua. Saking fokusnya Taro dengan komputer di depannya, dia tidak sadar kalau ada orang yang duduk di sebelah kirinya.
“Hei... seru banget.” Orang itu menepuk bahu kiri Taro, dan Taro baru menyadari kalau ada orang disekitarnya.
“Oh... Mia... kok ke sini?”
“Internet di kost aku lagi nge-down. Harus ke warnet lah ujung-ujungnya. Mau cari bahan buat tugas aku di kuliah. Kamu lagi chat ama sapa tuh?”
“Ini teman SMA aku, pengen kenalan ngga? Cakep kok orangnya.” Taro tersenyum sambil membalas pesan dari Adi.
“Aku duduk di sini ngga apa-apa kan?”
“Memangnya kenapa...? Inikan tempat umum, duduk di mana juga ngga ada yang marah. Emang tugas apa, Mia jurusan apa emang?”
“Cari-cari aja tentang filsuf-filsuf dunia, aku ambil jurusan Psikologi.”
“Wah... kebetulan banget Mia... Aku juga senang Psikologi tuh, kali-kali bisa bantu mungkin.”
“Masa...? Kalau gitu main-main aja ke tempat aku, banyak yang aku ga ngerti tentang psikologi.”
“Hmm... kamu lama di sini? Besok kuliah? Kalau ngga ada kerjaan besok, tar pulang kita ke tempat kamu aja. Aku senang banget praktekkin pengetahuan aku tentang Psikologi, moga-moga berguna yah.
Mereka berdua lalu duduk berdekatan, namun mengerjakan tugas yang berbeda. Mia masih mencari informasi tentang ilmu psikologi, sedang Taro masih sibuk dengan bincang-bincang.
“Duduk di sebelah aku, Di... Cewek itu... Namanya Mia Gracia, pengen kenalan?”
“Kapan-kapan lah, Ta... Oh yah... kamu ke sini ngga lupa kan sama tujuanmu, apa sampai sekarang kamu masih mengharapkannya?”
“Ngga perlu ditanya lagi lah, Di... Aku ngga lupa kok ama tujuan aku ke sini, dan pelan-pelan aku bakal coba cari informasi.” Pertanyaan dari Adi sepertinya mempunyai suatu makna sendiri. Wajah Taro yang tadi masih riang tiba-tiba berubah seperti sedih.
“Ya uda, Ta... Aku doain aja berhasil, tapi jangan terlalu maksain diri. Aku mau belajar dulu...”
“Ya dah...”
Taro sudah menyelesaikan bincang-bincangnya, sedang Mia masih melihat-lihat internet. Taro hanya duduk sambil mengamati Mia.
“Ah... cape...” Mia lalu mematikan komputer itu dan menghadap Taro.
“Sekarang baru jam setengah sembilan, aku sih pingin denger dikit ceramah dari kamu Ta... Bisa...?”
“Don’t mind... aku juga belum ada kerjaan. Tapi aku bantu sebisa aku aja ya.”
Mereka berdua lalu berjalan bersama kembali ke koskosannya. Di tengah jalan mereka saling berbincang-bincang.
“Kita kan baru kenal Mia... Emang kamu ngga takut ngundang aku ke tempatmu?”
“Yah... bukan gitu, tapi aku liat kamu bukan orang jahat deh.”
“Ilmu Psikologi ngga bisa selalu benar lho... bisa aja aku nih perampok.” Jawab Taro sambil tersenyum.
“Ngga lah, kan Cuma bantu kerjaan. Bukan ngapa-ngapain juga. Oh ya... ngomong-ngomong... ... ngga jadi deh...” Mia tertawa sendiri.
“Aneh kamu ini.” Taro memegang kepala Mia. Mereka lalu sampai juga di depan kamar Mia.
Kemudian Mia membuka pintunya dan mereka berdua masuk kedalam. Sesampainya di dalam mereka lalu duduk saling berhadapan.
“Sorry agak berantakan...”
“Bukan masalah besarlah, emang kalau lepas dari orangtua jadi gini biasanya.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment