“Deket-deket sini doank kok, besok main kesana aja kalau senggang. Kerjanya sampe sore doank, tapi dari pagi sih...”
“Boleh... Besok ajak Mia ke sana yah...”
“Richard marah tar...”
“Bodo...!” Taro lalu tersenyum sedikit dan membelai rambut Mia.
“Udah baikkan sama Richard...?” Mia hanya mengangguk.
“Baguslah... Jangan sering bertengkar. Tapi kadang bertengkar juga ada manfaatnya. Kebanyakan orang habis bertengkar malah tambah akrab gitu...”
“Yah... Kalau bertengkar terus juga malas, Mia maunya pacaran yang adem-adem aja...”
“Hmm... Bingung juga sih. Tapi aku yakin suatu saat ketika aku sudah pergi dari sini. Saat itu juga Mia pasti akan merasakan kalau Richard benar-benar sayang dengan Mia.”
“Tata mau pergi...?”
“Begitulah...” Taro mengedipkan matanya sekali.
“Setelah semua ini selesai, mungkin aku akan meninggalkan tempat ini.”
“Kenapa harus...? Mia sendirian donk nantinya...? Ga ada lagi orang yang sayang dan perhatian dengan Mia.”
“Sudah kubilang dari tadi, saat aku sudah ga ada lagi disini. Berarti saat itu Mia pasti sudah sayang dengan Richard.”
“Keberadaan aku disini hanya untuk memperjelas keadaan... Aku ingin bertemu lalu minta maaf dengan dia. Setelah itu mungkin aku akan bertanya beberapa hal dengan dia.”
“Gimana kalau misalnya dia kembali lagi dengan Tata...?”
“Jika benar begitu, aku pasti akan sangat senang sekali. Dan aku akan menjaga dirinya baik-baik...” Mia tidak bisa berkata-kata lagi melihat Taro yang sangat mengharapkan orang itu. Mia berencana untuk membantu Taro supaya bisa bertemu dengan gadis itu.
Suasana malam itu kembali hening beberapa saat, Mia hanya menyenderkan kepalanya di bahu Taro. Sedang Taro masih memandangai langit gelap yang dihiasi oleh bulan dan bintang. Suara jangkrik yang terdengar dari kegelapan membuat suasana malam itu seperti sangat sunyi.
“Entah kenapa aku merasa kalau dirinya akan terus menjauh...” Taro terdiam beberapa saat lagi.
“Ah... andai hari itu tiba, aku udah siapin hal yang pengen aku ngomongin dengan dirinya.”
“Apa Tata sama sekali tidak sakit hati kalau ngeliat dia selalu gitu...?”
“Sakit hati...?” Taro berpikir sebentar.
“Kurasa aku ga perlu ngerasain itu... Karena jika rasa sayangku pada akhirnya hanya akan menimbulkan sakit hati, mendingan dari awal aku ga usa menyayangi siapapun.”
“Cinta terbentuk untuk menciptakan sebuah kebahagiaan, bukan kesedihan... Mia ingat ini baik-baik, cinta itu ga perlu alasan. Namun kita hidup dengan alasan untuk mencintai.”
“Begitu mudahnya kata-kata itu terucap, tapi dia pasti menderita selama ini.” Bisik Mia dalam hati, dia tidak tega melihat orang yang disayanginya jatuh dalam kesedihan. Dan kesedihan itu seolah-olah sangat mudah untuk dilepaskan.
“Ta...” panggil Mia.
‘Hmm...?” Taro memandang mata Mia.
“Kalau semua terasa berat dihati, Mia mau kok buat berbagi sama Tata...” mendengar ucapan Mia yang seperti itu, Taro tersenyum dan dia membelai rambut Mia.
“Harusnya Mia bukan berbagi denganku, masih ada seorang pria yang lebih membutuhkan Mia nantinya... Cobalah untuk berbagi dengan orang itu.”
“Tapi kuliat Tata selalu mendam semua masalah itu sendirian. Sama sekali ga mau berbagi dengan Mia, tolong jangan anggap Mia seperti orang asing. Kalau memang ada masalah yang sangat berat, ceritakan saja dengan Mia.” Taro melihat mata Mia dengan dalam, kemudian dia mencium kening Mia dan kembali membelai rambut Mia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment