Saturday, 25 April 2009

LOST Chap 33

“Ngapain...?” tanya Taro yang bingung dengan kelakuan Mia, namun Mia tidak menjawab pertanyaan itu. Dia malah makin erat memeluk Taro. Sedang Taro hanya bisa pasrah saja melihat tingkah Mia yang seperti anak kecil. Taro lalu melepaskan pelukan tersebut, dan memandang Mia. Sedang Mia malah tersenyum-senyum setelah itu.
“Panas...?” tanya Taro sambil meletakkan tangannya ke kening Mia.
“Normal kok... apa yang salah yah...? Mia tadi salah makan...? Prasaan hari ini senang banget yah... Memang ada kejadian apa...?” Mia masih tersenyum dan tidak menjawab Taro, kali ini dia maju lagi dan memeluk Taro dari depan.

“Mia sayang Tata...” mendengar pengakuan Mia, Taro langsung sedikit terkejut.
“Mia mau hidup sama Tata...”

“Sebentar...” Taro langsung melepaskan Mia.
“Mia ngapain sih...?”

“Kenapa...? Takut kalau nyakitin Richard...? Mia barusan putus dengan dia, setelah Mia pikir lagi. Mia lebih sayang dengan Tata...”

“Putus...?” tanya Taro dengan wajah agak emosi.

“Emang kenapa...? Kan hak Mia sendiri buat milih mau sama siapa...” Taro hanya diam saja mendengar perkataan Mia, dia berusaha agar tidak emosian menghadapi sikap Mia yang seperti anak kecil.

“Hmm... Aku ga gitu tau sih urusan kalian. Dulu... Ada seorang anak kecil... Dia pergi kesebuah toko mainan, anak itu lalu melihat-lihat mainan yang ada ditoko tersebut. Dia kemudian memilih sebuah mainan yang disukainya, saat dia pergi kekasir...” Taro belum selesai dengan ceritanya, Mia langsung memotong.

“Saat dia kekasir dia menemukan sebuah mainan yang lebih bagus daripada yang awal. Kemudian anak itu langsung menukar mainan tersebut, namun setelah dibawa pulang. Anak itu menyesal karena membeli mainan tersebut, dia merasa bahwa mainan yang sebelumnya lebih bermanfaat ketimbang mainan yang dia beli itu. Maksud Tata ini semua tentang perasaan sesaat bukan...?”

“Begitulah...” Taro mengedipkan matanya sekali.
“Tapi Mia bukan seperti anak itu yang hanya berdasarkan perasaan sesaat, Mia sayang dengan Tata...”

“Maaf... aku hanya nganggap Mia itu adik, tapi percayalah... Aku juga sayang dengan Mia...”

“Kenapa...? Apa karena wanita yang ga jelas itu... apa begitu bahagianya menunggu sesuatu yang ga pasti...?”

“Kalau aku berpikir bahwa menunggu itu sangat menderita. Maka... itulah yang akan terjadi... Tapi aku pikir... Sungguh menyenangkan menunggu dirinya, apalagi jika nanti aku bisa memilikinya.” Kata Taro tersenyum, dan senyuman itu membuat hati Mia benar-benar tidak karuan.

“Apa Tata ngerti perasaan Mia... Hati ini sakit...” Kata Mia memegang dadanya.

“Hati yang sakit...” Taro diam sebentar.
“Mia...”

“Mia ga butuh ceramah...! Mia cuma butuh orang yang Mia sayang...!” Taro kemudian terdiam lagi melihat air mata yang mulai menetes dari mata Mia.

“Dengarin dulu...” Taro masih melanjutkan pukulan mentalnya.
“Masih ingat dengan perumpamaan yang aku berikan... Bagaimana Mia bisa ngerasain sakit saat aku iris tanganku.”
“Kalau Mia bisa membayangkan itu, apalagi membayangkan rasa sakitnya... kenapa Mia ga bayangin rasa sakit hati Richard saat ditinggalkan Mia hanya karena lelaki yang ga jelas seperti aku. Dia pria yang lebih baik dariku... Aku senang bertemu dengan Mia, dan lebih senang lagi jika aku benar-benar punya saudara perempuan seperti Mia. Aku sayang Mia... Sayang sekali... Namun masih ada yang lebih menyayangi Mia daripada aku.”Mia lalu melangkah dan memeluk Taro, air matanya terus membasahi wajahnya yang cantik itu.

“Tapi Mia sayang dengan semua yang ada didalam diri Tata...”

“Mia ga mau lagi sakit hati, mungkin hari ini dia sifatnya berubah. Tapi lain waktu mungkin sifatnya akan kembali seperti semua lagi. Mia ga suka dengan sifat seperti itu.”

“Mia...” Taro membalas pelukan Mia.
“Apa mungkin...? Apa mungkin Mia menginginkan seseorang yang ga mencintai Mia dengan penuh. Mia bahagia seperti itu...? Saranku... sebaiknya Mia coba jalani lagi... Kalau dia memang benar sayang dengan Mia, aku yakin dia akan berubah untuk Mia.” Mia menggelengkan kepalanya, Taro hanya bisa menghela nafas pelan saat itu. Dia bingung dengan Mia, satu-satunya yang terpikir oleh Taro hanya mencoba meredakan tangis Mia dulu. Taro kemudian memeluk Mia dengan erat juga, dan meletakkan bibirnya di rambut Mia. Hal itu membuat Mia sedikit tenang. Perlahan tangis Mia mulai reda, dan Taro juga bisa merasa tenang saat itu.

No comments:

Post a Comment