Saturday, 25 April 2009

LOST Chap 31

Cadangan...?” kata Richard dan Mia makin bingung.

“Ada yang salah...? Ga enak banget jadi aku dulunya, harus ngeliatin mereka main doank dilapangan. Kadang kalau uda kalah jauh baru dimainin, sakit hati banget... Suer ga bohong...” Taro masih tertawa dengan keadaan dia dulu semasa SMA. Mereka kembali bercakap-cakap sambil menyantap hidangan yang mereka pesan. Kendaran terus berlalu-lalang malam itu, kadang ada motor yang sok hebat. Dengan josnya yang dibuat nyaring malah membuat orang kesal mendengar suara seperti itu. Beberapa saat kemudian mereka kembali lagi ke kamar mereka masing-masing, namun Richard tidak mengantar Mia ke kamarnya. Dia harus segera pulang karena ada urusan, biasalah... Tuan muda.

Di depan pintu kamar mereka berdua...

“Temenan juga ujung-ujungnya...” kata Mia kepada Taro.

“Gitu lah... Mia mandi air hangat deh mendingan... Aku masuk dulu... Bye Mia....”

“Tunggu...” Mia menarik tangan Taro.

“Kek sinetron aja main tarik-tarik tangan orang kek gini.” Taro masih bercanda.

“Umm... Mia mau bilang terima kasih aja...”

“Ga perlu lah...” Taro kembali ingin masuk kedalam kamarnya, Mia lalu menarik tangannya lagi.
“Apaan sih...” Taro lalu terdiam, Mia mencium Taro saat itu. Mia lalu tersenyum setelah mencium Taro, malah dia duluan yang masuk kedalam kamar.
“Cewek ganas...” kata Taro sambil memegang pipinya yang dicium Mia.
Didalam kamarnya Mia terlihat tersenyum-senyum sendirian. Dia lalu segera mengambil bajunya dan masuk kedalam kamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Sedang Taro masih diluar kamarnya, dia tidak jadi masuk kedalam kamar. Taro kemudian berjalan dan bersender di teras.
“Ta... andai sifat Mia ada didalam dirimu, mungkin aku akan bahagia sekarang.” Taro berbicara sendiri sambil melihat kelangit, dia masih berdiri di sana sendirian dengan ditemani sinar lampu dan terang bulan.
“Tunggu aku...” kata Taro pelan

Keesokan paginya, Mia kembali kuliah masuk kuliah. Namun sudah dua hari ia bolos dari kuliahnya, bukan suatu contoh yang patut ditiru. Taro juga sudah bangun, pagi masih cerah. Taro segera mandi saat itu juga, setelah selesai mandi. Seperti biasanya, sarapan Taro hanya dihidangkan mie instant. Benar-benar tidak ada yang mengurus kesehatannya, dia harus bisa menjaga diri sendiri. Walaupun setiap hari dia harus makan mie instant, Taro tetap menjalankan kehidupannya tanpa mengeluh seperti dulu. Kini dia mulai berbeda, kedewasaan dalam dirinya mulai terbentuk saat dia kehilangan seseorang. Dan itu bukan suatu akhir menurutnya, bagi Taro yang sudah menyadari apa arti kehilangan itu. Dia perlahan bangkit dan mencari kehilangan itu kembali. Dengan celana panjang dan memakai kaos, Taro berencana mencari pekerjaan. Dia lalu berjalan mengelilingi sekitar tempat dia tinggal untuk mencari pekerjaan. Tanpa ada ijazah tamatan sekolah ia tetap mencari kerja, mungkin memang sudah keberuntungan Taro. Dia berhenti dia sebuah rumah makan yang suasananya terasa nyaman bagi anak muda jaman sekarang. Tempat itu seperti cafe, Taro lalu masuk kedalam dan mulai bertanya-tanya apakah ada pekerjaan untuknya.
“Siang...” Taro menyapa seseorang dirumah makan itu.

“Iya... mau pesan apa...?” tanya orang itu, dia terlihat sudah cukup berumur dan berwibawa. Dia mengira Taro ingin memesan makanan.

“Maaf pak... saya ingin mencari pekerjaan, apa penanggungjawabnya ada?”

“Oh... mencari pekerjaan... Saya pemilik rumah makan ini, kebetulan tadi lagi senggang dan iseng main kesini buat liat anak-anak.”

“Oh... Emm... Perkenalkan... Saya Taro... Kalau bapak...?”
“Gila Bro... Ketemu yang punya langsung...” Bisik Taro dalam hati.

“Panggil saja saya Bernard... Sepertinya kamu bukan orang sini yah...”

“Begitulah... Pak Bernard masih menerima pekerja baru...?”

No comments:

Post a Comment