“Untung ga naik betis langsung, bisa ngakak kami kalau gitu. Uda sering kejadian gini mah...” Ricky lalu berjalan kearah tasnya.
“Nih...” Dia memberikan salep untuk mereganggkan otot kaki Taro yang hampir kram.
“Sip... Nanti malam bisa repot nih kalau kram beneran.” Taro kemudian tidak main lagi, dia takut kalau akan kram tiba-tiba. Sedangkan Richard dan Mia masih mencari tempat makan, mereka sepertinya sudah baikkan.
“Keknya enak temenan dengan dia... baru ngerasa untungnya sekarang.” Kata Richard memulai pembicaraan.
“Siapa...?”
“Cowok itu... Taro... Kalau ga ketemu dia mungkin kita masih sering bertengkar sampai sekarang.”
“Baru nyadar...? Kamu juga kelewat jahat sama dia kemarin, uda tau lagi sakit main lempar aja. Anak orang itu... kalau ada apa-apa gimana?”
“Namanya juga emosi, tapi emang harus berselisih dulu baru bisa akrab. Katanya sih gitu...”
“Terserah, tapi awas kalau berkelahi lagi. Langsung putus...” Mia melipat tangannya saat mengatakan itu, dia terlihat angkuh.
“Terserah... putus juga ga masalah, masih banyak cewek yang ngantri buat aku kok...”
"Ahh...!” Mia memukul Richard yang sedang menyetir mobil.
“Ahhh...! Aku lagi nyetir, kalau nabrak gimana nanti.”
“Bodo...!” Mereka lalu tersenyum-senyum sendirian. Hari mulai gelap, mereka semua sudah kelelahan hari itu. Taro juga sudah selesai mandi, dia kemudian ingin pergi makan malam. Taro lalu keluar dari kamarnya, saat itu Richard dan Mia baru pulang dari jalan-jalan mereka.
“Tata... kok jalannya gitu...?” Mia heran melihat gaya jalan Taro yang aneh.
“Ototnya ketarik... ampun lah...”
“Kamu mau kemana...?” tanya Richard pelan.
“Cari makan malam... kalau mau ribut besok-besok aja... hari ini aku nyerah.”
“Tuh kan... dia mancing ribut duluan...” kata Richard menunjuk ke arah Taro sambil melihat ke arah Mia.
“Udah ah...! Gini aja langsung ribut, kek anak kecil aja. Serempak aja pergi makannya, MIa juga mau makan lagi...?”
“Kamu ikut...?” tanya Mia kepada Richard, dan Richard hanya mengangguk.
Mereka lalu berjalan dan mencari makan lagi namun mereka kali ini jalan kaki, Taro yang menentukan akan makan dimana. Mereka berdua harus ikut Taro makan di emperan jalan, secara tidak langsung Taro mengajak tuan muda berjalan kaki dan makan di kaki lima. Richard sepertinya kurang begitu suka dengan suasana itu, namun apa bisa dikata. Mereka lalu memesan makanan sambil sedikit berbincang-bincang.
“Enak bro...?” tanya Taro menyindir Richard.
“Ga gitu jelek, tempatnya aja yang kurang nyaman.”
“Gitu donk... yang akrab kek dari bulan maren.” Sambung Mia.
“Aku sih serah aja, siapa aja yang bisa diajak gaul yah diagaulin. Bukan digaulin yang macem-macem.” Kata Taro memperjelas kata-katanya.
“Kamu bagus tadi siang mainnya, pasti di tim kamu yang paling diandalkan.” Sahut Richard, dan Taro hanya tertawa mendengar itu.
“Yang bener donk kalau ngomong, aku diandalin...?” Taro kembali tertawa setelah itu, Mia dan Richard hanya heran melihat tingkah anak itu.
"Gini-gini aku jadi pemain cadangan, kalau semua pemain belum turun. Aku juga ga bakal turun kelapangan, jadi di bangku cadangan bisa sampe main HP gitu... Jarang-jarang kan ngeliat pemain kek gitu, cuma aku keknya.” Taro menganggap semua itu hanya lelucon, dan memang benar adanya bahwa itu adalah lelucon.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment