“Maka itu, Mia harus bisa ngerti cara dia nyampeinnya. Ada cowok kalau lagi kesal dia hanya akan diam, sedang beberapa ngomel terus. Dan ada juga cowok yang kalau lagi kesal pinginnya main fisik. Tergantung pada orang masing-masing, dia itu serius sayang dengan Mia. Dia juga ga mau Mia jatuh ke cowok lain, dia pingin Mia jadi miliknya.”
“Bukannya itu egois namanya, cinta kan ga harus memiliki. Asalkan orang yang disayangi bahagia pasti dia juga akan bahagia.”
“Apa benar seperti itu...?”
“Memang kenyataannya gitu kok...” Mia mengangguk berkali-kali, seperti ayam yang mematuk.
“Kalau gitu aku tanya lagi, gimana jika pria yang sangat Mia sayangi dan ingin memilikinya. Dia malah jadi punya cewek lain, dan dia bener-bener bahagia sama pasangannya. Ngeliat kebahagian yang dia raih bukan karena Mia, gimana perasaan Mia. Jawab dengan jujur... jangan dari ilmu ini atau itu. Tapi jawab dari hati kalau Mia ngalami itu.” Mia lalu tertunduk sebentar.
“Memang sedih juga sih... tapi apa boleh buat.”
“Memang benar cinta ga harus memiliki, tapi apa salah kalau kita memiliki. Akan lebih membahagiakan kedua pihak kalau begitu, dengan catatan tanpa ada perasaan yang dipaksa. Aku hanya sering kesal sama orang yang ngomong kalau orang yang dia sayangi bahagia maka dia juga bakal bahagia. Gimana bisa bahagia, dia malah akan menderita karena orang yang dia sayangi bahagia dengan orang lain. Suatu kata-kata yang aku rasa ga cocok buat aku.”
“Udahlah... ga usa ngomongin itu lagi, biarin dia sadar dulu. Tata... gimana...? Uda baikan...?”
“Mia bercanda...? Sudah dilempar kek gitu tadi apa mungkin sekarang uda baikan...?”
“Mana tau gara-gara itu jadi sembuh.” Mia tersenyum setelah itu, lalu Mia menaruh kepalanya ke dada Taro. Taro tidak bisa berkata apa-apa melihat Mia yang begitu manja.
“Apa benar semua wanita suka bersender dengan cowok...?” tanya Taro, dan Mia hanya mengangguk.
“Aku ingat dulu seseorang juga ngelakuin hal yang sama, dia bilang perasaannya jadi tenang kalau dengerin detak jantung yang berdegup kencang karena gugup.”
“Ga tau juga sih... tapi Mia senang kalau gini.” Dan malah Mia yang tertidur duluan. Bukan Taro yang tertidur untuk beristirahat.
“Apa kamu juga seperti dia, Ta...” bisik Taro dalam hati, dia sepertinya mengenang kembali masa lalunya.
Di tempat lain...
Richard berada didalam mobilnya itu, sepertinya dia masih memikirkan dengan perbuatan yang dia lakukan selama ini. Dia berencana untuk meminta maaf dengan Mia nanti malam, Richard tersenyum-senyum sendiri didalam mobil. Hingga hari semakin larut, Mia masih tertidur di dada Taro. Dan sepertinya Taro sudah terbangun duluan, dia sepertinya sudah baikan. Namun Taro tidak ingin menganggu tidur pulas Mia, dia melihat Mia seperti adiknya sendiri. Dan kadang Taro tersenyum melihat Mia yang sedang tertidur itu, seperti anak kecil yang masih belum tau tentang cinta. Tangan Taro masih membelai rambut Mia yang lembut tergerai itu, akhirnya harapan Taro tersampai juga. Dia dari dulu ingin memiliki adik perempuan yang manja. Perlahan Mia terbangun dari tidurnya, tangan Taro masih di rambut Mia. Mia lalu memegang tangan Taro dan meletakkannya di pipi Mia. Taro hanya menggelengkan kepalanya saat itu.
“Sudah bangun...?” Mia tidak menjawab pertanyaan Taro.
“Bajunya udah basah gara-gara liur Mia...” Mia lalu bangun dan memukul bahu Taro, dia lalu tersenyum kecil. Taro juga sedikit tersenyum.
“Bangun-bangun langsung aniaya orang lain, Mia memang ngga ada duanya.”
“Uda baikan...?” tanya Mia sambil mengusap matanya yang masih sayu.
“Mayan lah... uda bisa jalan sendiri. Mia mandi aja dulu, uda malem ini. Aku juga mau mandi dulu.”
“Ya uda kalau gitu, MIa balik kekamar dulu.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment