“Kami hampir setiap hari disini, kalau pengen main kesini aja. Lagipula kami juga sering kurang orang kadang.”
“OK... kami duluan kalau gitu.” Lalu mereka semua saling mengangkat tangan. Taro dan Mia berjalan berdua pulang kerumah dengan kondisi keringatan.
“Fuh... lama ga main, akhirnya main juga hari ini.” Kata Taro yang sepertinya kelewat senang karena bisa berolahraga lagi.
“Muka kamu pucat, Ta...”
“Ha...? Masa...? Kecapean mungkin... Pulang langsung mandi, habis itu tidur. Besok bangun siang-siang.”
“Iya... harus langsung mandi, takutnya masuk angin lagi nantinya.” Dan mereka terus berbincang dan akhirnya sampai pada kamar mereka masing-masing. Taro pamit dengan Mia dan segera masuk ke dalam kamarnya, Dia menyiapkan baju malam lalu mengambil handuk dan lain-lain untuk segera mandi. Setelah selesai mandi sepertinya Taro kelelahan karena bermain kelamaan tadinya. Dia menuju kekasurnya dan tiba-tiba terkulai lemah. Taro tidak sadarkan diri waktu itu, dia masih terkapar di kasurnya.
Mia baru selesai mandi saat itu, setelah itu Mia keluar dari kamarnya dan berdiri di teras. Dia berharap Taro keluar seperti biasanya dan mereka bisa berbincang lagi. Sekian lama menunggu Taro tidak keluar dari kamarnya, Mia lalu bingung dengan itu. Dan dia mengarah kekamar Taro, tanpa mengetuk pintu Mia langsung membuka pintu kamar Taro. Taro lupa mengunci pintunya tadi, saat masuk dia langsung bergegas mandi dan lupa mengunci pintu. Mia sedikit terkejut mendapati pintu kamar Taro yang tidak terkunci. Dia lalu bergegas masuk kedalam untuk mengetahui keadaan Taro. Mia mendapati Taro sudah terkapar dengan bagian tubuh atas di kasur dan kakinya masih dilantai. Mia lalu mendekati Taro
“Ta... kenapa...?” tanya Mia agak cemas dan dia memegang kening Taro.
“Demam keknya...” kata Taro masih bisa tersenyum.
“Uda gini masih bisa bercanda...?” Mia lalu mengangkat tubuh Taro dan dipindahkan ke kasur, dia lalu segera berlari mencari obat yang waktu itu Taro berikan kepadanya. Mia mengacak-acak kamar Taro untuk mencari obat itu. Dia menemukan obat itu dan segera menuangkan air hangat kedalam cangkir. Sekarang giliran Mia yang merawat Taro.
“Pasti kecapean tadi yah...” kata Mia kepada Taro, namun Taro masih diam saja. Mia menuggui Taro seperti Taro menunggui Mia saat dia sedang sakit. Perlahan Mia tertidur juga, dan Taro masih terjaga.
“Mia...” panggil Taro menyentuh kaki Mia, Mia lalu perlahan terbangun.
“Uda sembuh...?”
“Mia besok kan kuliah, tidur aja dikamar Mia. Aku uda baikan kok.”
“Udahlah... ga masalah, anggap aja balas budi. Sekarang kamu istirahat aja, aku disini. Mana tau nanti kamu butuh apa-apa.”
“Itu...” Taro menunjuk ke arah pantat Mia.
“Jangan ngaco ah... udah sakit masih aja becanda...” kata Mia sedikit kesal, dia menganggap Taro mesum.
“Hengh...” Taro tersenyum sedikit.
“Mia yang ngeres tuh, guling aku Mia dudukin.” Kata Taro menjelaskan.
“Eh...” Mia baru sadar kalau dia duduk di guling Taro, dia lalu tersenyum sendiri sambil menggaruk kepalanya.
“Maaf-maaf... nih.” Mia memberikan guling itu kepada Taro, Taro mengambilnya. Lalu Taro kembali beristirahat lagi dengan Mia yang ada disampingnya masih menunggui Taro. Mia lalu tertidur lagi bersamaan dengan Taro. Malam berlalu begitu saja, saat pagi tiba Mia masih tertidur. Dia menumpang kasur Taro sedikit untuk menaruh kepalanya. Sedang Taro juga sepertinya masih belum sembuh. Mia lalu terbangun, dia mendapati Taro masih tertidur. Mia memegang kening Taro, dan dia merasa masih sedikit panas. Lalu Mia membelai rambut Taro sambil sedikit tersenyum. Entah kenapa juga Mia lalu mencium kening Taro, anehnya lagi Mia menjadi tersipu sendiri setelah itu. Benar-benar gadis yang aneh.
“Kenapa kita ga dipertemukan dari dulu...” Mia berbicara sendiri, Taro lalu terbangun sesaat.
“Mia barusan ada ngomong...?”
“Ga ada... Tata lagi mimpi mungkin. Aku aja dari tadi diem doank.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment