Beberapa saat kemudian Taro berpakaian hanya kaos putih dan celana sebetis, dia ingin berjalan-jalan melihat sekitar tempat ia tinggal. Taro mengambil sandal jepit di dalam ranselnya. Sandal itu dia bungkus mengunakan kantong berwarna hitam, dia melempar sandal jepitnya ke arah pintu.
Taro mengambil dompet lalu segera beranjak keluar. Kunci yang masih menggantung di pintu ia cabut. Lalu dia keluar dari kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Mulai terlihat ada beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari berkeliaran di lantai dua. Mereka semua mungkin penghuni kontrakan itu juga. Taro menuju ke bawah, dia menuruni anak tangga satu per satu setelah itu dia berjalan meninggalkan koskosan tersebut. HP nya bergetar tanda ada SMS yang masuk. Taro lalu melihat HP nya yang dia genggam di tangan kiri bersama dompetnya. Itu adalah SMS dari temannya yang barusan dia beri kabar. Taro membaca SMS tersebut…
“Oh… sudah sampe yoh… gimana? Nyaman di sini?”
“Yah… gitu-gitulah, Di… lama-lama juga terbiasa nanti. Aku mau mutar-mutar tempat ini dulu.” Taro membalas SMS temannya, itu teman akrab Taro semasa SMA dulu. Namanya Adi, dan dia sekarang sedang kuliah. Taro kembali melanjutkan perjalanannya, dia keluar dari komplek itu dan melihat jalan raya. Di sana ada beberapa rumah makan, namun dia masih mengelilingi tempat itu sambil menunjukkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.
“Minimarket...” bisik Taro dalam hati, kakinya tanpa disuruh langsung mengarah ke minimarket tersebut.
Pintu dari plastik fiber, dan ada tulisan “dorong” di gagang pintu minimarket itu. Namun Taro memang agak iseng, dia malah menarik pintu itu. Taro memasuki minimarket itu, suasana didalam masih sepi. Mungkin memang jam kerja dan orang-orang masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Wajarlah bagi sebuah ibukota, dimana para penduduknya selalu sibuk. Walaupun tidak sibuk tapi mereka tetap menyibukkan diri sendiri. Dia berjalan perlahan melihat-lihat apa yang dijual pada minimarket itu, dan Taro terlihat seperti orang linglung. Yah... mungkin saja dia memang agak asing dengan tempat itu. Dari sebuah kota kecil, dia membranikan diri untuk melesat ke ibukota dengan tujuan yang masih belum pasti. Namun yang pasti Taro datang ke ibukota bukan karena iseng, melainkan ada sesuatu hal yang masih mengganggu kehidupannya jika tidak datang ke ibukota.
Taro masih mengitari minimarket itu, ada buku-buku bacaan yang dipajang di minimarket tersebut, dia hanya sekilas melihatnya. Kemudian dia berjalan lagi melihat-lihat. Taro melihat dimana suatu tempat itu berisikan coklat-coklat. Taro tersenyum sedikit dan melangkahkan kakinya ke sana, dia melihat-lihat coklat yang dijual itu.
Dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri. Taro masih memilih coklat-coklat itu, kemudian Taro mengambil salah satu coklat batangan yang dijual itu. Salah satu makanan kegemaran Taro, saat ada masalah atau pun merasa stres. Taro selalu memakan coklat untuk menenangkan dirinya, Taro tidak perduli dengan rumor mengatakan jika makan coklat bisa jadi gemuk. Tapi dia merasa biasa saja, hanya orang yang terlalu phobia akan kegemukan mengecam coklat itu tidak bagus. Taro kembali berjalan mengitari minimarket itu dan mencari apa yang ingin dia beli. Sesampainya di pojokan minimarket, Taro melihat-lihat di sana diletakkan beberapa roti. Dia kembali tersenyum melihat roti-roti itu, salah satu makanan kesukaan Taro juga. Roti atau kue, dia sangat suka dengan makanan itu. Apa lagi kue blackforrest, dapat dia habiskan sendirian. Dia mengambil sebungkus roti isi coklat dan kembali berputar-putar lagi. Dia kembali berhenti di tempat dimana susu diletakkan, Taro melihat-lihat susu kotak itu. Taro seperti mengingat sesuatu. Dia mengeluarkan HP nya lagi dan meng-SMS salah satu temannya.
“Jim... aku udah di sampe nih... kapan-kapan jalan bareng lah...” SMS telah dikirim ke temannya lagi. Lalu dia mengambil susu coklat itu dan segera ke kasir untuk membayarnya. Dia berjalan dengan menenteng tiga buah belanjaannya. Sesampainya Taro di tempat kasir, dia meletakkan barang belanjaannya di meja kasir. Kasir itu seorang perempuan, dia lalu mengambil barang belanjaan Taro.
“Coklat semua mas...” kata petugas kasir itu, sedang Taro hanya tersenyum kecil. Petugas itu lalu menghitung semuanya menggunakan sensor infra red.
“Semuanya dua puluh tiga ribu empat ratus...”
“Hmm...” Taro membayar kasir itu dengan uang lima puluh ribu.
“Kembaliannya dua puluh enam ribu enam ratus...” kasir itu lalu mengembalikan uang Taro dengan sebuah permen sebagai pengganti seratus rupiah.
“Maaf ya...” kata kasir itu karena mengembalikan uang Taro tidak dengan utuh.
“Wah... permen mbak, lain kali aku bayar pake permen yah...” Taro tersenyum berkata demikian, namun kasir itu tidak bisa menjawab.
“Becanda kok... kasihan juga mbak kalau kembalian pake permen terus. Orang bisa sakit gigi entar.” Taro lalu menunduk dan meninggalkan minimarket itu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
“Jim... aku udah di sampe nih... kapan-kapan jalan bareng lah...” itu sala ketik yo??
ReplyDeleteoh yo...keknyo terlalu detail d kalo menrut aku.. detail se bole tp yg dk perlu t jgn terlalu di jelasin.. menurut aku se...