“Iya dek, ga mungkin baskom kan...” Kata pedagang itu ramah sambil bercanda, Taro sedikit tersenyum mendengar itu. Dia lalu melihat-lihat panci yang dijual oleh pedagang tersebut. Taro berniat untuk membeli panci itu agar bisa masak sendiri dan tidak harus membeli makanan dari luar setiap harinya. Dia lalu membeli panci penggorengan yang ukurannya tidak begitu besar, setidaknya cukup untuk kompor di kamar Taro yang kecil itu.
Taro juga mengambil sutil yang kecil untuk memasak nantinya. Pedagang itu lalu mengambilkan panci dan sutil tersebut dan memberikannya kepada Taro. Dengan membawa cindera mata sebuah panci, Taro bergegas ke kamarnya. Sesampainya di kamar kos, Taro segera mengambil handuk dan pakaiannya untuk mandi.
Dengan segera dia masuk ke dalam kamar mandi dan menyegarkan dirinya kembali. Seperti biasa rambut Taro pasti acak-acakan sehabis mandi, dia lalu mengambil sisir dan merapikannya.
Taro mengambil dompetnya yang berisikan uang yang lumayan banyak. Dia menyelipkan dompet itu di saku celana pendeknya. Dengan segera dia keluar dari kamarnya dan berjalan untuk mencari toko elektronik yang ada di sekitar sana. Dia keluar dari komplek kosnya dan mengarah ke kiri. Dia hanya berjalan lurus hingga menemukan sebuah toko elektronik. Segera kaki Taro melangkah tanpa di suruh lagi, dia sudah ada didalam toko elektronik itu. Di sana terpajang barang-barang elektronik, seperti AC, kompor listrik, DLL.
Taro mencari rice cooker untuk menanak nasi sendiri. Dia lalu berjalan mengitari tempat tersebut, dilihat-lihatnya barang di sana. Hanya sekedar dilihat, namun tidak dibeli. Dia berhenti di tempat penjualan rice cooker itu. Taro mencari yang paling kecil, paling bermutu tapi harus murah. Hasrat yang terlalu memaksa sepertinya. Dia terus mencari barang itu sambil melihat-lihat harganya. Dia lalu terhenti di sebuah rice cooker yang harganya lumayan murah itu. Tanpa ragu Taro langsug membelinya, dia mengarah ke tempat penjual itu dan membeli benda tersebut. Dengan penawaran yang lumayan kejam, Taro membuat pedangan itu pasrah. Harga yang sudah murah di buatnya tambah murah lagi.
Taro pulang dengan membawa rice cooker itu, wajahnya juga terlihat riang karena bisa menekan pedagang. Dia terus berjalan mengarah ke kosnya, Taro kemudian naik ke atas kosnya dan di sana terlihat Mia yang sepertinya baru pulang. Karena tas masih tergantung di bahunya, Mia lalu melihat ke arah Taro. Sedang Taro hanya tersenyum-senyum sambil terus mengarah ke kamarnya sendiri.
“Buat apa...?” tanya Mia melihat Taro yang menenteng kotak rice cooker.
“Buat nanak nasi donk, masa buat masak gorengan.”
“Tau... Tapi ngapain beli itu...? Mank guna...?” Taro hanya mengangguk.
“Biar ga usah beli makanan dari luar lagi nantinya, jadikan bisa masak sendiri. Bawa bekal sendiri deh...” Taro kemudian menaruh rice cooker itu dan mengambil kunci dari saku celananya. Dia membuka pintu kamarnya dan segera menyusun perlengkapan memasak. Mia juga masuk ke dalam kamarnya untuk mandi. Taro terpaksa menaruh rice cooker itu di depan tempat tidurnya. Karena colokan listrik hanya ada di dinding depan tempat tidur Taro. Dia masih harus membeli beras dan keperluan lainnya. Mungkin besok baru dia siapkan semuanya, sekaligus sayurnya sekalian.
Dia tempat Mia, dia terlihat baru keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah tergerai ke bawah. Dengan mengenakan baju dan celana panjang berwarna biru, dia mengeringkan rambutnya dengan handuk dan berjalan mendekati lemari untuk berbenah diri. Mia kemudian mengambil hairdryer untuk mengeringkan rambutnya. Suara yang mendengung terdengar dari hairdryer itu. Setelah semua beres Mia kemudian keluar dari kamarnya dan segera mengetuk pintu kamar Taro. Suara mobil dari bawah juga terdengar hingga ke atas, seseorang turun dari mobil itu dan segera menuju ke atas. Mia masih menunggu di depan kamar Taro, sedang orang tersebut terus melangkah ke atas.
“Malam...” sapa orang tersebut, Mia lalu melihat ke arah orang yang menyapanya.
“Oh... Nyari Taro...?” orang itu hanya mengangguk, dia adalah Adi. Seperti biasa dia mengenakan kacamata, namun kali ini dia tampil sederhana dengan celana pendek dan kaos oblong putih. Bukan golput tentunya, dia mendekati Mia dan menunggu Taro untuk keluar. Sesaat mereka menunggu, suara pintu kamar Taro berbunyi menandakan dia membuka pintu itu. Taro melihat Mia dan Adi sedang menunggu di luar, kalau Mia mungkin tidak terlalu heran buat Taro. Karena hampir setiap hari dia akan curhat terus. Sedangkan Taro tidak tau apa maksud kedatangan Adi malam itu, padahal besoknya juga bukan hari libur. Dan lagi tampang Adi tidak seperti biasanya, dia agak serius hari itu.
“Kalian pacaran...?” tanya Taro pelan, Adi langsung menarik Taro keluar dan mereka berdua menjauhi Mia.
“Aku pinjam nih anak bentar yah... Ada urusan.”
“Mia tunggu dalam aja...” sambung Taro, mendengar itu Adi terdiam tiga kamar dari tempat Taro.
“Ha...?” Adi sepertinya penasaran.
“Apanya Ha...? Ngapaen...?”
“Kalian kok akrab banget...? Selingkuh...? Gila Ta, suruh cewek maen masuk kamar aja... Ck ck ck... Bukan main....”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment