“Hah... Srius...?” Adi hanya mengangguk, sedang Jimmy tidak memberikan komentar.
“Aku ga bisa main Di...”
“Cuek lah... Aku juga ga bisa main, senang-senang aja hari ini.”
“Bohong Ta... Dulu kan kita sering main...” sambung Jimmy.
“Itu kan dulu... uda brapa lama ga main lagi. Asal sodok aja lah nanti.”
“Jalan lah...” Adi lalu berdiri diikuti dengan kedua orang itu, mereka bergegas masuk kemobil Adi dan menuju tempat bermain Billyard. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Di tengah mereka terjebak kemacetan juga, namun itu sudah biasa. Mereka akhirnya sampai juga di tempat yang dituju. Adi memarkirkan mobilnya dan mereka segera turun, lalu masuk kedalam tempat itu untuk bermain. Jimmy yang berjalan di depan dengan gayanya yang autis. Saat pintu ruangan baru dibuka, Taro langsung lemas melihat suasana di dalam.
“Asapnya, Di... Matilah kalau gini ceritanya.” kata Taro sambil mengibas asap di dekat wajahnya.
“Yah... Mau ngomong apa lagi, tempat umum. Mau main brapa lama, Jim...?”
“Sampe puas...”
“Besok aku kerja oe... jahat nian kamu nih.”
“Paling dua atau tiga jam lah... Mayan Ta, pemandangan juga ada kok.” kata Jimmy sambil melihat-lihat sekitar, dia lalu mengeluarkan bungkus rokok dan menyalakannya.
“Oksigen terus... udah bolong-bolong tuh paru-paru.”
“Cari meja lah... ke sini kan mau main.” Mereka lalu ke tempat kasir dan mendaftar, lagi-lagi Jimmy yang bayar. Setelah itu mereka bergegas ke meja mereka. Adi dan Jimmy mengambil Sticknya dan bersiap bermain duluan, sedang Taro hanya melihat. Dia agak canggung dalam keramaian.
“Jangan ganas-ganas Jim...” kata Adi dengan sedikit tertawa, mereka lalu bermain. Jimmy yang memulai pukulan pertamanya. Hingga giliran Adi tiba, dia malah bingung sendiri.
“Gimana Jim... Ajarin...” Mereka lalu tertawa melihat tingkah Adi. Permainan pertama selesai, Jimmy lalu menyuruh Taro untuk bermain. Dia saat itu ingin merokok lagi, jadinya gantian. Lalu Taro dan Adi yang bermain lagi kali ini.
“Di...” Kata Taro sambil menepuk bahu Adi.
“Kalau kita yang main... pasti bakal lama selesainya.” Adi yang memulai pukulan pertama, memang benar apa kata Taro. Jika mereka berdua yang main maka akan menghabiskan waktu yang sangat lama, hingga Jimmy berganti-ganti gaya menonton permainan mereka. Namun mereka main dengan terbahak-bahak. Entah bola putihnya yang masuk atau Cuma mukul angin. Tapi itu yang membuat suasana menjadi santai dan tidak serius.
Dan lagi mereka main tidak hanya diam saja, mereka menghalalkan segala cara untuk membuat lawannya kebingungan. Namun yang paling autis sepertinya cuma Jimmy. Suasana tempat itu makin malam bukannya makin sepi, malah makin ramai. Dan banyak pasangan yang datang untuk bermain. Sedang Taro sudah pusing dengan asap rokok yang tebal itu.
“Jim... Jim... Ikan emas tuh...” kata Taro yang melihat beberapa gadis yang baru datang.
“Seleksi... seleksi... banyak yang bisa di saring nih...” Mereka berdua lalu tertawa sedikit.
“Katanya masih ngarapin yang lama... Tapi masih hunting...”
“Bukan gitu, Di... Cuma sekedar liat, daripada munafik gitu kan.”
“Ajak kenalan lah... Kapan lagi, selagi masih ada di sini.”
“Duluan lah Jim, kami di sini aja berdoa biar ga ada masalah nanti.”
“Iya Jim... Aku dengan Adi main aja, liat aja cukup kok. Mereka juga bawa bodyguard, cemas juga kalau macam-macam.” Taro dan Adi melanjutkan permainan mereka, sedangkan Jimmy malah sibuk menerawang beberapa kandidat yang akan diajak kenalan. Mereka berdua bermain cukup lama saat itu, Adi juga sempat jongkok beberapa kali untuk melihat arah bola. Sedang Taro tidak ambil pusing dengan arah bola, mana dia suka langsung saja disodok. Hanya dalam beberapa kali main sepertinya Adi sudah bisa bermain dengan bagus. Sedang Jimmy berkali-kali ditawarkan untuk gantian main tapi dia menolaknya.
Alasannya ingin merokok lagi, tapi matanya masih saja jelalatan. Bunyi bola terdengar nyaring sekali didalam sana, karena suasana juga lagi ramai. Tiba-tiba ada seorang pria menghampiri Jimmy dengan wajah yang kurang senang, orang itu berambut spike menggunakan kemeja merah dan jins putih. Adi dan Taro lalu berhenti sejenak dari permainan mereka, namun mereka berdua tidak langsung menghampiri Jimmy. Pria itu berdiri didepan Jimmy dengan wajah menantang, Jimmy masih berlagak bego tidak melihat orang itu. Dia masih melihat-lihat sekitar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment