“Baguslah... masih ada yang ingin diselesaikan...?”
“Ngga ada deh... ini doank, makasi yah...”
“Sudah malam, cepat tidur. Besok kan ada kuliah, kalau ada masalah coba diselesein baik-baik. Nitez...” Taro lalu mengelus kepala Mia sekali, dia lalu masuk kedalam kamarnya. Dengan segera Taro beristirahat untuk memulai hari esok, dia berencana untuk cari kerja.
Mia masih berada diluar dengan memegang HP nya, dia sepertinya ingin menulis pesan untuk seseorang. Tapi dalam keadaan ragu akan menulis apa tidak.
“Hmm... tulis ngga yah...” Mia berbicara sendiri, dia masih plin plan saat itu. Mia lalu menulis pesan itu dan mengirimkannya. Lalu dia berpaling dan segera masuk kedalam kamarnya. Saat membuka pintu, HP Mia berbunyi. Seseorang menelepon dia saat itu juga. Dia lalu mengangkatnya dan berbicara dengan orang itu. Orang yang menelepon adalah pacar Mia, Mia tidak jadi masuk kedalam kamar. Dia lalu kembali bersender di teras dan berbicara dengan pacarnya. Hingga waktu terus berjalan dan Mia kembali beristirahat untuk melanjutkan kuliahnya besok.
Keesokan harinya...
Rutinitas Taro kembali berulang, dia bangun seperti biasa. Mandi dan memasak mie instant, Taro harus berhemat untuk hidupnya sendiri. Walaupun hampir setiap hari dia hanya makan mie instant, tapi Taro mencoba untuk tidak mengeluh. Dia lalu mendapat telepon lagi dari seseorang, dan bukan salam lagi yang ia dapat. Kembali caci makian seperti kemarin yang Taro terima. Tanpa banyak bicara Taro mematikan telepon itu. Dia lalu menulis pesan dan mengirimkan kepada kedua temannya untuk menanyakan apakah ada lowongan pekerjaan. Dan keduanya memberi saran agar coba mencari pekerjaan di dekat rumahnya saja. Taro kemudian segera keluar dari kamarnya dengan hanya mengenakan celana sebetis berwarna hitam dan kaos berwarna hitam juga. Sepertinya Taro salah mengenakan kostum saat itu, ibukota berbeda dengan kampungnya. Dia merasakan panas yang menusuk hingga tubuhnya. Itu pun dia baru keluar dari kamarnya dan merasakan panas yang menusuk itu.
“Fuh... panas...” Kata Taro sambil mengibaskan bajunya. Dia melihat ke arah kamar Mia, dan sepertinya Mia masih tertidur. Mungkin Taro bangun terlalu pagi, dia kemudian segera turun dan mengelilingi sekitar tempat tinggalnya. Toko-toko sudah buka semua, memang orang ibukota yang sesuai dengan suatu kata-kata. Pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan potong pajak pembangunan. Taro melihat beberapa dari mereka yang sepertinya sudah kerja keras namun tetap seperti itu.
“Hengh...” Taro tersenyum sambil mengedipkan matanya sekali, langkah kakinya terus berjalan hingga dia kejauhan dari kosnya. Taro kebingungan dengan tempat itu. Dia lalu berjalan pulang lagi dengan hapalan apa adanya. Dia hanya tahu jika sudah melihat warnet maka dia sudah dekat dengan kosnya. Beruntung Taro tidak nyasar terlalu jauh, dia menemukan kembali jalan ke kosnya. Taro seperti tidak ada kerjaan saja waktu itu, dia hanya berjalan lalu langsung pulang dari kosnya. Taro menuju ke tangga dan segera naik kekamarnya lagi, saat dia tiba di kamar Mia. Ada intuisi dari dirinya untuk mengetuk pintu itu. Taro mengetuk pintu kamar Mia, tapi tidak ada yang membuka pintu tersebut. Taro masih menunggu beberapa saat. Taro mengira Mia sudah pergi kuliah, dia lalu mengarah ke kamarnya sendiri. Saat dia baru ingin melangkah, pintu kamar Mia sudah dibuka. Namun wajah Mia terlihat agak pucat, dan dia masih mengenakan baju tidur.
“Mia... ada apa...?” Taro kebingungan dengan keadaan Mia, Mia tidak menjawab itu. Matanya lalu terpejam dan tubuhnya seakan menjadi lemah. Mia terjatuh ke depan, Taro kontan langsung menangkap Mia yang terjatuh itu. Dia kebingungan dengan kondisi tubuh Mia. Taro segera menggendong Mia kedalam dan menaruh Mia di atas kasur. Taro lalu menutup pintu kamar Mia, kemudian dia melihat-lihat sekitar seperti orang kebingungan. Taro mendekati Mia dan memegang keningnya, suhu badan Mia panas sekali. Dia seperti demam saat itu, terang Taro makin cemas saja. Dia tidak tahu harus berbuat apa, namun Taro tetap berusaha tenang. Dia berdiri dan menarik nafas sekali, Taro lalu berlari ke kamarnya sendiri mengambil obat demam yang dibawanya untuk berjaga-jaga. Obat itu berbentuk bubuk dan berwarna agak hitam, Taro lalu menuangkan air hangat kedalam cangkir, dia lalu mengambil sendok dan segera berlari ke kamar Mia lagi.
Dengan tangan kirinya, Taro memegang sendok itu dan mengambil sedikit air hangat itu. Kemudian Taro mengambil obatnya dan menuangkan pada sendok tersebut. Taro mengangkat kepala Mia yang dalam kondisi lemah itu.
“Mia... bangun dulu... minum obat.” Mia hanya sedikit tersadar, Taro menyuapkan obat tersebut kedalam mulut Mia. Lalu Taro memberikan sedikit air hangat untuk Mia minum. Setelah itu Taro membiarkan Mia beristirahat lagi. Dia menarik selimut berwarna pink itu menutupi seluruh tubuh Mia.
“Istirahat dulu...” kata Taro sambil membetulkan selimut Mia. Mia hanya mengangguk tidak menjawab, mungkin bagi siapa saja yang tidak terbiasa hidup sendiri memang akan sulit menghadapi situasi seperti ini. Taro lalu berdiri lagi dan pergi kekamarnya untuk mengunci pintu. Setelah itu Taro kembali ke kamar Mia untuk menjaganya. Taro duduk di sebelah Mia menungguinya, hingga Taro tertidur sendiri saat itu. Waktu terus berjalan, siang hari makin terik. Kondisi Mia juga belum membaik, tiba-tiba HP Mia mendapat panggilan. Taro terbangun dari tidurnya, dia mengambil HP Mia. Tanpa ragu dia menjawab panggilan tersebut.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment